Bonek Persebaya Takkan Pernah Berhenti Berjuang

Iklan

Surabaya dikenal di Indonesia sebagai Kota Pahlawan. Sebutan itu mengacu kepada sebuah pertempuran yang hampir terlupakan, di mana Eropa dan Amerika Serikat, yang berarti seluruh dunia seperti yang mereka tulis dalam buku dan film, datang untuk berdamai setelah tumbangnya Hitler dan Perang Dunia kedua.

Pada waktu itu, tidak ada Indonesia. Meski pada kenyataannya ada, namun Belanda menolak mengakuinya. Mereka masih memandang Indonesia adalah kepulauan dengan penduduknya yang memiliki bahasa dan budayanya sendiri sebagai bagian dari wilayahnya. Meski sudah diusir Jepang, Belanda menginginkannya kembali seolah-olah tak terjadi apa-apa.

Alih-alih datang sebagai pemenang, tentara Inggris yang telah berperang di Timur Jauh terpaksa bertahan bersama-sama sekutunya Belanda setelah pejuang lokal bangkit melawan penjajah Eropa. Soekarno telah memproklamirkan kemerdekaan namun pertempuran masih tetap ada.

Surabaya adalah sebagian arena pertempuran paling berdarah sebelum berakhirnya perang. Belanda akhirnya menyerah sebagai penguasa. Kota Surabaya pun diabadikan dalam kisah heroik di sebuah negara baru. Rakyatnya dengan gagah berdiri melawan penjajah. Walau mereka tahu bakal kalah dalam pertempuran menghadapi kekuatan superior, namun mereka tetap berangkat untuk memenangkan pertempuran.

Iklan

Sekarang, rakyat Indonesia hidup dengan nyaman sebagai sebuah bangsa. Namun rakyat Surabaya masih saja bertempur dan melawan arogansi kekuasaan. Hanya saja pertempuran ini adalah pertempuran demi sebuah klub sepakbola.

Persebaya adalah salah satu klub besar di Indonesia. Berdiri tahun 1927, mereka bangga sebagai salah satu klub dengan basis pendukung terbesar di tanah air. Mereka hanya tidak bisa membanggakan diri sebagai klub bola lagi.

BACA:  Persebaya Kembali Bersinar Setelah Lama Menghilang

Kita kembali ke tahun 2011 di mana Persebaya memutuskan bergabung dengan sebuah liga pemberontak bernama LPI. Untuk menjaga agar nama Persebaya tetap hidup, sebuah klub dari Kalimantan Timur dibeli dan dibawa ke kota terbesar kedua ini. Suporter tidak senang. Mereka kemudian beramai-ramai unjuk kekuatan dalam sebuah pertandingan LPI melawan Arema. 55.000 suporter berpaling dari Persebaya yang baru saja terbentuk meski mereka menggunakan nama, logo, dan warna yang sama. Menurut suporter, hanya ada satu Persebaya.

Ketika era dualisme federasi berakhir dan hanya ada satu liga, Persebaya yang berasal dari luar ini mengajak para suporter, yang dikenal sebagai Bonek, untuk mendukung mereka. Persebaya bermain di Stadion Gelora Bung Tomo yang berkapasitas 60.000 namun hanya segelintir suporter yang mau menonton pertandingan mereka. Bonek memilih untuk menjauh. Ini bukan Persebaya yang mereka dukung.

Ketika ISL dihentikan pada tahun 2015, salah satu alasannya karena adanya dualisme Persebaya. Untungnya, Persebaya yang lebih baru, yang didatangkan dari Kalimantan Timur mempunyai teman di kalangan pejabat tinggi. Sayangnya jabatan teman mereka tidak cukup tinggi. Dan liga pun berhenti.

Persebaya yang diakui PSSI memutuskan mengubah nama mereka. Pertama menjadi Persebaya United dan menurut mereka, nama itu menyenangkan! Bagi Bonek tetap saja mereka bukan Persebaya dan menggunakan kata ‘United’? Weleh. Dalam upayanya menarik dukungan, di tengah-tengah kompetisi, mereka mengubah lagi namanya menjadi Bonek FC. Coba tebak? Ini pun tidak berhasil.

BACA:  Laga Mental Menyapa Rival, Belajar Bareng Mahesa Jenar

1945, Arek Suroboyo berjuang melawan penjajah. Sekarang mereka bertempur melawan federasi sepakbola yang berkuasa penuh dengan senjata yang mereka punya, yaitu dukungan.

Nama Bonek FC jelas-jelas gagal dan mereka mengubah nama lagi. Kali ini menjadi Surabaya United. Sekarang, mereka mengubah nama menjadi Bhayangkara Surabaya United setelah merger dengan PS Polri. Mereka mungkin mendapatkan pendukung sendiri namun pendukung asli Persebaya akan tetap menjauh. Bagi mereka, hanya ada Persebaya.

Surabaya adalah kota terbesar kedua di negara ini dengan jumlah penduduk lebih dari 3 juta jiwa. Kota ini mungkin menjadi salah satu kota terbesar di dunia yang tidak mempunyai klub sepakbola di kasta tertinggi.

Beberapa minggu lalu, Persebaya menolak merger dengan Surabaya United dan menyatakan tidak mengikuti Liga Nusantara, kasta ketiga sepakbola Indonesia. Kota Pahlawan hanya mempunyai satu klub yang tak seorang pun menyukainya dan sebuah klub bernama Laga FC di Divisi Dua. Dan sampai dengan Persebaya memenangkan perjuangan mereka atas pengakuan federasi, keadaan ini tak akan berubah.

Pendukung Persebaya dengan sejarah kebanggaan mereka dalam mengangkat senjata akan tetap melekat dalam setiap langkahnya. (*)

*) Jakarta Casual adalah blogger/penulis berkebangsaan Inggris yang sering menulis tentang sepakbola Asia. Tulisan-tulisannya bisa dibaca di blog dengan alamat jakartacasual.blogspot.co.id. Tulisan ini adalah versi terjemahan dari tulisan berjudul “Persebaya’s Bonek Won’t Give Up The Fight” yang dimuat di blognya.

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display