Bulan Cerah Di Langit Tambaksari Restui Pesta Bonek

Pesta Bonek dalam rangka memperingati HUT Persebaya ke-89 di depan Stadion Gelora 10 Nopember, Tambaksari.
Iklan

EJ – Sudah dua hari ini Surabaya diguyur hujan di malam hari. Rabu dan Kamis, 15-16 Juni malam, Surabaya selalu hujan walaupun tidak deras. Hawa sejuk sedikit menghilangkan rasa panas khas Surabaya. Ramadhan sudah berjalan separuh bulan. Masjid dan mushola di beberapa kampung tetap ramai dengan kegiatan keagamaan, taraweh dan tadarus. Surabaya juga kota yang sangat toleran di siang hari. Warung makan dan warkop tetap buka seperti biasa. Hanya gerai selambu atau spanduk yang menutupinya.

Jumat, 17 Juni, sore itu sudah banyak terlihat sekumpulan anak berbaju hijau mulai bergerak menuju sebuah tempat. Balai kota tujuannya. Beberapa terlihat mengikuti sholat Mahrib dilanjut taraweh di Masjid Muhajirin kompleks kantor Kotamadya Surabaya. Wajah-wajah lelah yang terlihat dari mereka yang datang jauh-jauh dari luar kota terobati setelah waktu berbuka puasa tiba. Energi baru mereka pun terisi. Hari itu mereka dan banyak yang lainnya akan menghadiri acara yang mereka rindukan selama ini.

Setelah sholat taraweh selesai mereka kemudian berjalan kaki menuju Jalan Sedep Malam. Jalan ini sebelumnya memang direncanakan untuk acara itu. Ya, malam itu akan diadakan acara merayakan detik-detik menjelang ulang tahun ke-89 Persebaya. Proses negosiasi alot yang berbuah dipindahnya tempat acara tersebut berlangsung dari siang sampai sore di Mess Karanggayam. Sampai akhirnya acara diputuskan di pindah ke depan Stadion 10 Nopember. Anak-anak yang masih datang ke Balai Kota adalah mereka yang tertinggal atau kurang tahu ada pemindahan acara.

Hasil negosiasi pemindahan tempat karena tidak adanya ijin dari pihak Pemerintah Kota dan Kepolisian. Agak aneh memang. Bonek sebagai warga kota dan Persebaya yang juga bagian sejarah panjang tidak diberi ijin tempat oleh pihak yang punya kewenangan. Sejarah mereka sendiri dikubur oleh mereka sendiri. Miris.

Iklan
BACA:  Bonek Kampung Kaliasin, Mencintai Persebaya Dengan Cara Berbeda

Setelah mengetahui ada pemindahan tempat, mereka yang berjumlah ratusan akhirnya bergerak bersama sambil menyanyikan lagu-lagu Persebaya menuju Tambaksari. Ada sedikit gesekan dengan pihak keamanan. Anak-anak yang pingin bergembira berhadapan dengan keamanan setempat. Mereka hanya ingin bergembira bukan akan berbuat kriminal apalagi bertindak sebagai teroris.

Malam itu bulan walaupun belum penuh menerangi langit di atas Tambaksari. Bulan ikut senang dengan menampakkan sinar romantisnya untuk Persebaya. Memasuki pukul 22.00 WIB, ribuan orang sudah berkumpul. Jumlahnya terus bertambah. Jalan dari arah Kapas Krampung sudah ditutup. Jalan Tambaksari ditutup total malam itu. Rasa rindu dan cinta bercampur aduk malam itu. Terlihat semua wajah saling sapa dan tersenyum satu sama lain. Berbagai atribut mereka bawa. Total malam itu. Wajah-wajah gembira, yel-yel, dan lagu-lagu penyemangat terus mereka kumandangkan di berbagai sudut.

Andi Peci dalam cuitannya di akun twitternya mengatakan Persebaya menyatukan segalanya. Antar kelas, beda golongan, strata sosial, beda kelamin, lain agama, antar ras. Terlihat detik-detik menuju pukul 00.00 WIB, langit depan Tambaksari di atas Taman Mundu semakin cerah. Ribuan kembang api menyala diudara. Smoke bomb dinyalakan bersama ratusan flare secara bersamaan. Asap pekat smoke dan panasnya cahaya flare bercampur indahnya rembulan membuat semua terlihat bahagia.

BACA:  Tak Dapat Ijin Kepolisian, Laga Persebaya-Arema Indonesia Batal

Banyak di antara mereka menitikkan airmata tatkala secara serempak sekitar 20 ribuan manusia secara spontan menyanyikan lagu dari Jamrud. Selamat Ulang Tahun Persebaya yang ke 89. Sesekali terdengar bunyi petasan. Di atas balkon terlihat Jojo dan beberapa teman membentangkan banner bertuliskan “LONG LIFE PERSEBAYA 89TH”.

Satu jam lebih pesta kembang api dan silaturahmi akbar Bonek ini berlangsung. Beberapa suporter tim lain juga terlihat diantara ribuan bonek. Ada suporter Madura, Kediri, Lamongan, Bojonegoro, Bandung, Jakarta, Mojokerto, Sidoarjo. Dan mungkin masih banyak lagi yang tidak saya lihat. Ada persaudaraan dan rasa saling hormat malam itu. Semua seakan melupakan sejenak tidak diberikannya ijin Pemerintah Kota untuk berpesta di “rumah warga” balaikota Surabaya.

Pukul 01.30 WIB, ribuan orang perlahan mulai meninggalkan tempat acara. Bunyi klakson dan knalpot motor saling bersahutan. Sementara petugas kebersihan dari kota langsung melakukan tugasnya. Menyapu area tadi yang kotor dengan bekas kembang api dan lainnya. Beberapa masih melanjutkan nongkrong bersama di Taman Mundu dan Mess Karanggayam sambil menunggu saatnya sahur.

Sebagai suporter yang tidak mempunyai klub, ini adalah sesuatu yang sangat luar biasa. Kesetiaan terhadap Persebaya sangat besar dan tidak terbeli. Inilah Surabaya. Kota yang identik dengan perjuangan dan perlawanan terhadap ketidakadilan penguasa. Malam itu adalah malam terang benderang bagi hati bonek semua. Langit cerah bulan bersinar seakan merestui apa yang mereka yakini dan perjuangkan. Tak ada kata lelah adalah kalimat yang pas untuk mereka. (bim)

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display