Belajarlah dari Timo dengan Mengundurkan Diri, Wan!

Iklan

Sikap ksatria sangat langka di negeri ini. Seorang pejabat yang kedapatan melakukan kesalahan pun, sering kali malah sibuk berlindung di balik jabatannya. Meski didesak mundur, mereka memilih bertahan.

Entah karena itu adalah DNA bangsa ini, sikap ksatria juga jarang terlihat di lapangan hijau. Sikap mau menang sendiri, tak pernah mengaku salah meski melakukan kesalahan, atau berlindung di balik orang lain jamak terlihat di kalangan pelaku sepak bola. Mulai pemain hingga pelatih.

Hal berbeda ditunjukkan pelatih berkebangsaan Jerman, Timo Schunemann. Pelatih Persiba ini resmi mengundurkan diri karena gagal menghasilkan kemenangan dan tiga kali kalah beruntun. Ia bisa saja bertahan dan menunggu dipecat manajemen. Karena jika dipecat, ia akan menerima kompensasi besar atas pemutusan kontraknya. Ia memilih mengundurkan diri dan dengan ksatria mengakui kegagalannya bersama Laskar Beruang Madu.

Bagaimana dengan Iwan Setiawan? Meski memilih berkonfrontasi dengan Bonek usai tim yang diarsitekinya kalah lawan Martapura FC, Iwan tidak dengan terbuka meminta maaf atau mengundurkan diri. Ia hanya meminta maaf kepada tim. Padahal mengajak berkelahi dan mengacungkan jari tengah merupakan pelecahan kepada para pendukung fanatik Persebaya itu. Sampai kapan pun sikap ini akan selalu dikenang Bonek.

Iklan
BACA:  Komunikasi Yang Baik Tanpa Prasangka Kunci Kebangkitan Persebaya

Wajar jika kemudian Bonek meminta Iwan mundur dari jabatannya sebagai pelatih. Langkah manajemen men-suspend Iwan dan mengenakan denda Rp 100 Juta sejatinya merupakan sinyal halus meminta Iwan untuk mundur. Manajemen menganggap Iwan melakukan kesalahan besar kepada Bonek. Sanksi itu merupakan surat peringatan terakhir kepadanya. Jika Iwan mengulangi lagi, maka pemecatan hanya tinggal menunggu waktu.

Apakah Iwan tetap ngotot bertahan menunggu manajemen memecatnya? Mengapa ia tidak belajar dari Timo dengan mengundurkan diri?

Berbagai elemen Bonek sudah mengungkapkan rencananya untuk boikot laga Persebaya selama Iwan masih menjadi pelatih kepala. Ini merupakan puncak kekecewaan Bonek kepadanya. Bonek sebenarnya bisa menerima kekalahan timnya dengan baik. Di kompetisi-kompetisi sebelumnya, Persebaya juga pernah mengalami kekalahan, bahkan di kandang sendiri. Bonek juga tidak melancarkan protes sedemikian keras. Mengapa sekarang berbeda? Jelas karena faktor Iwan.

BACA:  Pentingnya Saling Percaya Antar Stakeholders Persebaya

Jika Iwan tetap ngotot bertahan maka yang rugi adalah Persebaya. Persebaya butuh dukungan Bonek. Kompetisi Liga 2 sangat berat. Antara manajemen, tim, dan Bonek harus bersatu. Jika sudah tidak ada rasa percaya lagi, bagaimana Persebaya bisa mencapai target promosi ke Liga 1? Dan kepercayaan Bonek kepada tim akan terhalang tembok jika Iwan masih menjadi pelatih.

Apakah Iwan lebih memilih mementingkan ego dan melindungi kepentingannya meski Persebaya terseok-seok? Jika di akhir musim Persebaya gagal mencapai hasil terbaik, tidak promosi atau malah degradasi, Iwan mungkin tak akan merasakan dampaknya seperti halnya Persebaya dan Bonek. Ia tidak punya ikatan historis kepada Persebaya. Hanya “business as usual”. Ia bisa berganti tim bermodalkan lisensi A yang ia miliki.

Enough is enough. Segera ambil keputusan, Wan. Tak perlu menunggu lama-lama, kemas barang-barangmu, dan segera angkat kaki dari Surabaya. Persebaya butuh pelatih yang menempatkan Persebaya di atas segalanya, bukan di bawah ego.

Salam Redaksi

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display