Manajemen, Jadilah Teman bagi Bonek

Iklan

Klub sepak bola tanpa manajemen tentu tak akan bisa berjalan. Namun tanpa suporter, klub akan mati. Hubungan unik antara klub, manajemen, dan suporternya harus selalu harmonis meski masing-masing mempunyai kepentingan.

Tiga pihak, klub, manajemen, dan suporter, tentu mempunyai satu tujuan yakni untuk meraih kejayaan. Jika di antara pihak-pihak itu tidak ada rasa percaya maka tujuan mulia itu tak akan bisa tercapai.

Perdebatan tentang tingginya harga tiket Blessing Game sebesar Rp 50.000 menimbulkan polemik yang berujung “pemboikotan” laga dari dua tribun Bonek, Geen Nord dan Tribun Kidul. Harus diakui, saat ini hubungan antara manajemen dengan Bonek tidak harmonis.

Alex Tauleka, media officer Persebaya, dalam orasinya saat menemui ratusan Bonek yang berunjuk rasa menuntut diturunkannya harga tiket di Taman Bungkul mengatakan jika alasan kenaikan harga karena Persebaya mengundang klub luar negeri yakni Sarawak FA. Sementara sebagian Bonek merasa bahwa harga itu terlalu mahal. Toh, Blessing Game bukan laga resmi melainkan laga uji coba yang dibarengi doa bersama, launching tim dan jersey.

Iklan

Kemudian muncul surat terbuka presiden klub, Azrul Ananda. Surat ini tidak membuat “konflik” menjadi dingin tapi justru malah memanaskan suasana. Di catatan itu tak disebutkan penjelasan mengapa harga tiket harus Rp 50.000. Azrul malah menegaskan jika suporter adalah customer sehingga membuat perasaan sebagian Bonek bertambah panas.

Jika mengamati rangkaian kejadian di atas, maka sejatinya manajemen dan Bonek sedang melakukan komunikasi. Sebagian Bonek mengatakan jika mereka akan melakukan boikot karena tiket mahal. Sementara manajemen lewat Azrul mengatakan jika keputusan tidak populer harus diambil agar Persebaya bisa sustainable untuk membiayai program-program Green Force di masa yang akan datang.

Azrul sejatinya seorang yang visioner. Dia berpikir tidak hanya jangka pendek namun juga jangka panjang. Persebaya Selamanya adalah tagline yang dia pakai di awal-awal memimpin Persebaya. Tagline itu menegaskan visinya. Apa yang dilakukannya untuk Persebaya sangat baik. Misalnya dia membuat piramida pembinaan pemain dari bawah ke atas. Memberdayakan klub-klub internal yang nantinya menjadi pabrik untuk Persebaya dan timnas.

Visi Azrul bisa dilihat dari banyaknya pemain internal yang menghuni skuad Persebaya di Liga 1. Kita jarang menjumpai pemikiran pemilik klub seperti Azrul. Mereka biasanya hanya mencari pemain berkualitas secara instan karena memiliki kekuatan finansial besar.

Sayangnya, visi-visi Azrul tertutup oleh hal-hal remeh temeh seperti surat terbuka. Sudah dua kali Azrul menulis surat terbuka saat hubungan antara manajemen dan Bonek memanas. Sebelumnya dia menulis surat terkait Andik Vermansah. Dan saat itu, permasalahan Andik juga tidak selesai dengan mulus.

Sudah saatnya Azrul mengubah pola komunikasi kepada Bonek. Manajemen memang harus membuat keputusan meski itu tidak memuaskan semua pihak. Komunikasikan dengan baik, itu saja.

Jokowi saat masih menjabat Wali Kota Solo pernah membuat kebijakan menggusur lapak pedagang kaki lima (PKL) dari Monumen 45 ke Pasar Klithikan Notohardjo. Dia tidak langsung menggusur meski dia bisa melakukan saat itu juga. Protes dan unjuk rasa keras dilancarkan PKL. Menanggapi protes itu, Jokowi mengundang para PKL ke balai kota Solo untuk mengadakan pertemuan sekaligus makan siang. Namun, Jokowi tidak langsung meminta PKL untuk menyetujui kebijakannya. Dia hanya ingin mengakrabkan diri dengan PKL. Tak hanya sekali Jokowi dan PKL mengadakan pertemuan. Setelah beberapa kali pertemuan, di saat itulah Jokowi memaparkan alasan mengapa kebijakan penggusuran harus dilakukan. Pada akhirnya, PKL memahami kebijakan itu dan mereka rela digusur.

Manajemen Persebaya tidak harus meniru apa yang dilakukan Jokowi. Manajemen juga tak perlu melakukan pertemuan face to face dengan Bonek setiap membuat kebijakan. Namun, yang bisa diambil pelajaran dari Jokowi adalah komunikasikan setiap kebijakan dengan cara yang baik.

Rangkul Bonek dan jadilah teman bagi mereka. Bangun komunikasi dengan Bonek bukan hanya hubungan antara pemilik bisnis dan pelanggannya. Jelaskan dan sosialisasikan sebelum sebuah kebijakan diambil bukan hanya ketika ada protes. Terangkan mengapa sebuah kebijakan harus diambil. Manfaatkan kanal-kanal media yang dimiliki. Tujuannya hanya satu: bagaimana sebuah kebijakan bisa terlaksana dengan baik tanpa resistensi berlebihan.

Manajemen diisi orang-orang baru. Sementara Bonek sudah puluhan tahun menjadi pendukung Persebaya. Kedua pihak tidak saling kenal pada awalnya. Maka, jadilah teman bagi Bonek. Jika sudah menjadi teman, tentu komunikasi akan menjadi mudah. Akan timbul rasa percaya karena hubungannya antar teman dan teman, bukan antar orang asing.

Tak seharusnya seorang presiden klub yang juga pemilik Persebaya sampai turun tangan dengan membuat surat terbuka. Manajemen tak hanya Azrul, bukan? Jika manajemen punya humas, segera manfaatkan. Beri arahan mereka untuk menjelaskan visi-visi besar sang presiden dan berbagai kebijakan manajemen.

Azrul mungkin perlu belajar dari Seikh Mansour, pemilik Manchester City. Dia tidak pernah berbicara langsung ke publik soal harga tiket, pemain, atau suporter. Semua diserahkan kepada bawahannya. Namun visi Seikh Mansour masih bisa dilihat dari apa yang dicapai The Citizens sekarang.

Sebuah hubungan akan berhasil jika komunikasi berjalan dengan baik. Pesan dari komunikator harus bisa disampaikan kepada komunikan tanpa ada gangguan (noise). Teori dasar komunikasi ini harus dipahami oleh manajemen agar visi-visi besar sang presiden di Persebaya bisa terwujud.

Salam Redaksi!

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display