Bagaimana Masa Depan Persebaya Tanpa Jawa Pos

Foto: Official Persebaya
Iklan

Meski belum diumumkan secara resmi, kabar berpisahnya Persebaya dengan Jawa Pos semakin menguat. Dimulai dari pengunduran diri Azrul Ananda sebagai Direktur Utama Jawa Pos. Kantor Persebaya yang sebelumnya berada di Gedung Graha Pena, markas Jawa Pos, juga dikabarkan pindah ke Surabaya Town Square (Sutos).

Halaman suplemen khusus Persebaya yang terbit setiap Selasa di Jawa Pos juga sudah tidak ada. Gaya peliputan Jawa Pos untuk berita-berita Persebaya saat ini lebih didominasi prediksi. Misal, memprediksi pemain baru yang akan didatangkan manajemen. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan Jawa Pos saat masih bersama Persebaya di Liga 2. Sebelumnya, Jawa Pos hanya akan memberitakan pemain baru Persebaya jika sudah pasti 100 persen. Ibaratnya, antara Persebaya dengan Jawa Pos adalah segendang seirama. Karena itulah, Jawa Pos sempat diplesetkan menjadi Persebaya Pos.

Jawa Pos membeli saham PT Persebaya Indonesia (PI) melalui anak perusahaannya, PT Jawa Pos Sportainment (JPS). Perusahaan yang juga memiliki DBL ini menguasai 70 persen saham PT PI. Azrul yang saat itu menjabat sebagai Dirut Jawa Pos akhirnya menjadi Presiden Persebaya. Jika benar lepas, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana nasib 70 persen saham PT JPS. Akankah dialihkan ke Azrul atau ke perusahaan holding yang nantinya akan dibentuk? Ini yang belum jelas.

Lantas, bagaimana masa depan Persebaya tanpa Jawa Pos? Ada positif dan negatif, tentunya. Saya akan membahas negatifnya terlebih dahulu.

Iklan

NEGATIF

  1. Persebaya kehilangan privilege pemberitaan di Jawa Pos

Jawa Pos membuat suplemen khusus Persebaya sebanyak empat halaman setiap Selasa. Suplemen ini berisi kiprah Persebaya di Liga 2. Juga ada berita kompetisi internal dan kampanye positif Bonek. Usai Persebaya juara Liga 2, Jawa Pos tidak lagi menerbitkan suplemen ini.

BACA:  Blessing Game, Laga Syukuran Bukan Laga Bisnis

Di Liga 1 nanti, kecil kemungkinan Jawa Pos akan membuat suplemen khusus Persebaya setiap minggunya. Jawa Pos tentu akan berhitung untung ruginya jika menerbitkannya. Di saat harga kertas yang melambung tinggi dan revenue dari iklan yang menurun, Jawa Pos akan berpikir dua kali untuk membuat halaman tentang sebuah klub yang tidak lagi menjadi miliknya.

Kehilangan keistimewaan melalui suplemen tentu membuat Persebaya kehilangan satu kanal media yang bisa dipakai untuk mengkampanyekan hal-hal positif yang dilakukan manajemen. Persebaya harus mencari atau bisa jadi membuat kanal-kanal media alternatif untuk “memasarkan” brand dan para sponsornya. Ibarat Jawa Pos adalah jembatan, Persebaya telah kehilangan jembatan istimewa yang menghubungkan mereka dengan khalayak luas. Jika dulu dimanjakan pemberitaan oleh Jawa Pos, kini Persebaya harus mulai membiasakan diri tanpa keistimewaan itu.

  1. Persebaya kehilangan dukungan dana dari Jawa Pos Group

Para pendukung Persebaya sangat lega saat mengetahui Persebaya dibeli Jawa Pos Group. Dukungan dana melimpah dari perusahaan koran nomor satu di tanah air tentu membuat para pendukungnya tenang. Terbukti tak pernah ada lagi berita tunggakan gaji atau Persebaya kesulitan finansial saat mengarungi Liga 2 lalu.

Setelah lepas, Persebaya “dipaksa” mandiri dalam mencari dukungan dana layaknya perusahaan lain. Jawa Pos Group tidak akan memberi suntikan dana jika misalnya Persebaya mengalami masalah finansial.

Di antara hal-hal negatif, ada banyak hal positif yang bisa diraih Persebaya saat lepas dari Jawa Pos.

POSITIF

  1. Gaya komunikasi Persebaya di media bisa diperbaiki

Di awal Jawa Pos memegang Persebaya, manajemen mendapat kritikan karena kanal-kanal media sosial mereka digunakan untuk memasarkan koran. Selain itu, informasi dari manajemen tentang Persebaya di media selain Jawa Pos juga dibatasi. Tidak seperti Persib yang menyajikan kurang lebih 30 berita dalam sehari di website mereka, Persebaya sangat irit informasi. Kanal berita di website Persebaya tidak selalu ada berita setiap harinya. Bahkan seringkali tak ada update.

Informasi di kanal media sosial seperti facebook, twitter, dan instagram juga tidak setiap hari update. Kalau pun update, semua isinya seragam. Padahal masing-masing media sosial mempunyai karakteristik yang berbeda. Namun manajemen selalu menyajikan informasi di semua media sosial dengan cara yang sama. Ini bisa dimaklumi karena Persebaya juga melindungi kepentingan Jawa Pos dalam hal pemberitaan. Setelah lepas, Persebaya bisa leluasa menampilkan informasi yang dibutuhkan para pendukungnya tanpa perlu memikirkan kepentingan Jawa Pos.

  1. Persebaya lepas dari bayang-bayang Jawa Pos
BACA:  Analisa Laga Persebaya Menghadapi Persis Solo dan Dewa United

Saat membicarakan Persebaya, orang selalu menghubungkan dengan Jawa Pos. Bayang-bayang Jawa Pos seringkali menutupi kebesaran Persebaya. Setelah lepas, para pendukung Persebaya bisa mulai melihat klub kebanggaannya keluar dari bayang-bayang Jawa Pos.

  1. Persebaya bisa membuktikan jadi klub profesional tanpa sokongan dana Jawa Pos Group

Liga 1 bisa menjadi ajang pembuktian jika Persebaya bisa mandiri secara finansial tanpa sokongan dana dari Jawa Pos Group. Potensi Persebaya yang bisa mendatangkan sponsorship sangat besar menjadi modal untuk mengarungi Liga 1. Kompetisi kasta tertinggi tanah air ini membutuhkan kekuatan finansial yang besar. Jika bisa melewatinya dengan mulus tanpa masalah finansial setidaknya untuk tiga tahun ke depan, manajemen bisa membuktikan bahwa mereka mampu mengelola sebuah klub besar secara profesional. Tentu saja, Persebaya bisa menjadi klub profesional yang memiliki potensi luar biasa di masa yang akan datang. (*)

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display