Wisma Karanggayam Milik Siapa?

Banner bonek terpasang di gerbang Wisma Persebaya. Foto: EJ
Iklan

EJ – Menempati lebih dari 20 tahun, PT Persebaya Indonesia (PT PI) merasa berhak untuk menguasai Wisma Karanggayam. Namun, Pemkot Surabaya juga memiliki bukti kepemilikan berupa Sertifikat Hak Pakai dan surat Izin Mendirikan Bangunan. Dua dokumen yang akhirnya digugat kepemilikannya oleh PT PI.

***

Pada tanggal 17 September 2019, PT PI resmi mengajukan gugatan kepada Pemkot Surabaya. PT PI menganggap Sertifikat Hak Pakai dan surat Izin Mendirikan Bangunan yang dimiliki Pemkot Surabaya tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum.

Persebaya, yang sudah menghuni Wisma Karanggayam secara berpuluh-puluh tahun, dianggap lebih berhak untuk mengajukan dan memperoleh sertifikat tanah dan juga IMB. 

Iklan

Tak hanya itu, PT PI juga menuntut ganti rugi kepada Pemkot Surabaya sebesar 1 milyar rupiah. Itu sebagai akibat dari aksi Pemkot Surabaya yang membongkar tribun, gawang, dan juga tembok pembatas di Lapangan Karanggayam.

Kronologis Konflik, Bermula Sejak Tahun 2017

Tak sampai 6 bulan setelah PT PI diakuisisi oleh Azrul Ananda pada bulan Februari 2017, pemkot Surabaya langsung mengagendakan pertemuan dengan manajemen Persebaya.

Pemkot ingin menegaskan bahwa, Wisma Karanggayam (termasuk di dalamnya adalah gedung/wisma lama, gedung/wisma baru Eri Irianto dan lapangan Karanggayam) merupakan aset milik mereka.

“Sekitar tahun 2017 ada panggilan kepada manajemen PT PI. Ada jaksa, ada orang Pemkot, dari kami ada pak Saleh (Hanifah), mas Candra (Wahyudi), pak Cholid (Goromah), di situ diumumkan bahwa Karanggayam milik pemkot,” beber Ketua Koperasi Surya Abadi yang menaungi 20 klub internal Persebaya, Maurits “Champ” Pangkey.

Dalam pertemuan itu pihak Pemkot Surabaya tak langsung menunjukkan sertifikat kepemilikan Wisma Karanggayam. Manajemen Persebaya pun tak begitu saja menerima klaim tersebut. Pihak PT PI bahkan ingin langsung menguji secara hukum klaim dari Pemkot Surabaya.

“Tapi pihak kejaksaan segan dan sempat bilang tidak usah, pokoknya pakai saja dulu,” ungkap Champ.

Namun, meski dipersilakan, pada bulan Juli 2017, Pemkot Surabaya mulai melakukan aksi dengan memasang palang tepat di pinggir lapangan Karanggayam. Siapapun yang duduk di tribun “VIP”, pandangannya pasti akan terganggu dengan papan bertulis “Tanah Aset Pemerintah Kota Surabaya” itu.

Pihak PT PI masih bersabar. Sebab, meski dipasang palang, kompetisi internal tahun 2017 masih bisa terselenggara sesuai jadwal. Indonesia Muda ketika itu berhasil meraih gelar juara kompetisi internal pada bulan Oktober 2017.

Pada perkembangannya, di tahun 2018, pihak pemkot lalu menawarkan hubungan hukum dengan Persebaya untuk penggunaan Wisma Karanggayam. Tapi, Persebaya tak begitu saja mengiyakan tawaran tersebut.

“Tunggu dulu, sertifikatnya mana dulu, kami ingin lihat, jangan-jangan tidak punya dasar apa-apa,” kata Champ.

Merespon permintaan PT PI, Pemkot Surabaya akhirnya mengirimkan salinan Sertifikat Hak Pakai tahun 1995 beserta surat Izin Mendirikan Bangunan tahun 1998. Dokumen yang kemudian dipertanyakan dasarnya oleh pihak PT PI.

“Akhirnya mereka kasih, tapi sek-sek, Persebaya kan sudah menempati itu tahun 60-an. Lha terus atas dasar apa mereka nyaplok,” ungkap Champ.

Sejak saat itu, menurut Champ, PT PI mulai menimbang peluang untuk membawa kasus Wisma Karanggayam ke jalur hukum.

“Kami masih tidak percaya (sertifikat) itu. Dalam 1 tahun setelah fotokopi sertifikat, kami meninjau ke praktisi-praktisi hukum, tanya peluang kami seperti apa. (Niatnya) setelah mantap baru kami ajukan,” tutur Champ.

Namun, belum melangkah kesana, Pemkot Surabaya sudah lebih dulu melakukan aksi penggembokan Wisma Karanggayam pada bulan Mei 2019. Sempat berjanji untuk membuka segel, pihak Pemkot ternyata malah melakukan pembongkaran tribun pada bulan Juli 2019.  

Merasa dipermainkan, pihak PT PI akhirnya mantap untuk mengajukan gugatan kepada Pemkot Surabaya pada bulan September 2019. PT. PI menganggap pemkot telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan memiliki Sertifikat Hak Pakai dan surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Wisma Karanggayam.

Sebagai pengelola Wisma Karanggayam selama lebih dari 50 tahun, Persebaya merasa berhak untuk mengajukan dan memperoleh IMB terhadap bangunan lapangan Karanggayam, gedung/wisma Persebaya lama dan juga gedung/wisma Persebaya baru (wisma Eri Irianto).

mess
Para pemain Persebaya ketika santai di kamar Wisma Persebaya pada 1995. Dari Kiri: Hartono, Hari Saptono, Basuni Alwi, Bejo Sugiantoro, Bagong Iswahyudi, Akhmad Junaidi. (Foto: Kholili Indro)

Menguasai Sejak 1967, PT PI Merasa Lebih Berhak Miliki Wisma Karanggayam

Dalam dokumen gugatan yang diajukan, PT PI mendalilkan bahwa mereka sudah menguasai lapangan Karanggayam sejak tahun 1967. Pada tahun-tahun tersebut, kompleks Karanggayam belum berbentuk bangunan, tapi baru sekadar sepetak tanah lapang.

Persebaya kemudian terus mengembangkan lapangan Karanggayam. Mereka membangun Gedung Persebaya (mess Persebaya lama) pada tahun 1973 serta membangun mess baru (Wisma Persebaya/mess Eri Irianto) di sisi barat pada tahun 1992. 

BACA:  Secara Sosiologis, Lapangan Karanggayam Harus Diperuntukkan Untuk Persebaya

“Semua atas atas dana swadaya masyarakat dan pengurus,” kata kuasa hukum PT PI, Yusron Marzuki.

Berdasar dalil kepemilikan itu, Persebaya merasa heran Pemkot Surabaya bisa mengajukan Sertifikat Hak Pakai pada tahun 1995. Selain itu Pemkot Surabaya juga mendapat IMB di tahun 1998. 

“(Persebaya) menguasai tanah secara terus menerus, dirawat dan tidak ditelantarkan. Sementara Pemkot dalilnya tahun 1995 terbit Sertifikat Hak Pakai. Kenapa itu tidak ditunjukkan pada tahun 1995 dan baru ditunjukkan sekarang?” ucap Yusron bertanya-tanya.

“Ada yang tidak beres, ada apa? Kalau memang tahun 1995 terbit Sertifikat Hak Pakai ya tunjukkan waktu itu. Selama ini kami latihan tidak ada masalah, baru tahun 2019 diusir dibongkar.”

Yusron pun menganggap Persebaya, dalam hal ini PT. PI, lebih berhak untuk mendapatkan sertifikat tersebut. Sebab, Persebaya sudah menguasai lapangan Karanggayam lebih dari 20 tahun.  Itu sesuai dengan pasal 1955 dan 1963 KUH Perdata.

Dua pasal itu berbunyi:

1955. Untuk memperoleh hak milik atas sesuatu dengan upaya lewat waktu, seseorang harus bertindak sebagai pemilik sesuai itu dengan menguasainya secara terus-menerus dan tidak terputus- putus, secara terbuka di hadapan umum dan secara tegas.

1963. Seseorang yang dengan itikad baik memperoleh suatu barang tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk dengan suatu besit selama dua puluh tahun, memperoleh hak milik atasnya dengan jalan lewat waktu.

“Kalau dalam pasal 1955 dan 1963 KUH Perdata kami ini sudah menguasai, bahkan merawat tidak menelantarkan. Jadi Persebaya bisa mengajukan permohonan hak, karena menguasai cukup lama. Lama itu berapa? 20 tahun lebih dan tidak ada gugatan dari pihak manapun,” kata Yusron.

Dalil Persebaya itu diperkuat dengan pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) No.24 tahun 1997 yang berbunyi; 

Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahuluan-pendahulunya, dengan syarat: 

    1. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya; 
    2. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.

Menurut Yusron, jika salah satu syarat yang tertera dalam pasal 24 ayat (2) itu tidak terpenuhi, maka Sertifikat Hak Pakai yang diajukan Pemkot Surabaya tidak punya cukup kekuatan untuk dijadikan alat bukti.

“Sertifikat harus diterbitkan secara sah, artinya tidak terdapat cacat kewenangan, substansi, dan prosedur. Kemudian diperoleh dengan iktikad baik dan yang terpenting menguasai secara fisik, selama berpuluh-puluh tahun, dalam hal ini 20 tahun tidak ada gugatan, tidak ada keberatan dari pihak manapun,” tegas Yusron.

“Anehnya di sini yang terbit kok tidak pernah menguasai, ujug-ujug terbit gitu saja. Kalau sudah terlanjur terbit maka bagaimana? Maka tidak memiliki kekuatan sebagai alat bukti,” tandasnya.

Grafis: Iwan Iwe/EJ

Pemkot Tawarkan Hubungan Hukum, Kembalikan Wisma Ke Persebaya

Setelah PT PI mengajukan gugatan, Pemkot Surabaya melalui salah satu kuasa hukumnya, Muhammad Fajar mencoba memberikan klarifikasi. 

Menurutnya, Pemkot Surabaya sebenarnya tidak melarang Persebaya untuk menggunakan lapangan atau Wisma Karanggayam. Namun, karena gedung tersebut berstatus sebagai milik pemkot, maka harus ada hubungan hukum antara Pemkot sebagai pemilik dan Persebaya sebagai pihak yang menyewa.

“Kami tidak melarang, sangat mempersilakan agar digunakan. Hanya saja ini terkait aset pemkot. Kita harus mematuhi peraturan terkait barang milik daerah Permendagri 19 tahun 2016,” kata Fajar.

Hubungan hukum itu diperlukan untuk mewujudkan tertib administrasi. Sejak era kepemimpinan Tri Rismaharini, Pemkot Surabaya memang gencar untuk mengamankan aset yang diklaim milik pemkot.

Tidak hanya Wisma Karanggayam, Pemkot Surabaya juga berupaya mengamankan beberapa aset lain yang terancam dikuasai oleh pihak ketiga. Diantaranya yang sudah berhasil diamankan adalah Gedung Gelora Pancasila, aset Yayasan Kas Pembangunan (YKP) atau juga Jalan Kenari.

“Beberapa tahun ini kami menertibkan dan menyelamatkan aset. Gelora Pancasila kan kembali ke pemkot. Kemudian jalan di tengah (mall) Marvel, dulu itu diakui mereka, tapi sekarang dia bangun, tapi nyewa ke kami,” kata Fajar memberi contoh.

BACA:  Sejarah Lapangan Karanggayam, Lebih Dari 50 Tahun Hanya Untuk Persebaya

“Ini supaya kita tertib administrasi. Kalau tidak tertib administrasi semua kena, karena ada potensi pemasukan uang ke negara. Kalau potensi itu hilang berarti ada kerugian negara.”

“Semua kena, tidak cuma Pemkot tapi pihak pengguna juga. Jadi memang ini dalam langkah tertib administrasi. Kami minta semua pihak yang menggunakan aset pemkot harus ada hubungan hukum dengan pemkot, intinya itu,” tandas Fajar.

Dalam kesempatan wawancara terpisah, Jaksa Pengacara Negara Pemkot Surabaya, Yusar mengungkapkan jika polemik Wisma Karanggayam hanya masalah waktu saja. Menurutnya, Persebaya bisa kembali menggunakan lapangan Karanggayam ketika renovasi selesai dilakukan. 

“Kami mengambil alih pertama untuk renovasi, kedua untuk persiapan Piala Dunia U-21 karena untuk stadion pendukung. Setelah itu, karena fungsinya memang untuk tempat latihan Persebaya, maka nantinya memang untuk Persebaya. Kami sudah rapatkan dengan kepala Bappeko, ini hanya masalah waktu.”

Wakil Wali Kota Surabaya, Wisnu Sakti Buana, membuka Kompetisi Klub Internal Persebaya. Foto: Joko Kristiono/EJ

Tak Terbuai Janji Pemkot Surabaya

Namun, pihak PT PI tak ingin termakan dengan janji Pemkot Surabaya, apalagi jika Pemkot akhirnya tetap berstatus sebagai pemilik Wisma Karanggayam. Secara tegas Persebaya akan terus melanjutkan proses hukum hingga akhir.

“Kalau berkembang opini Pemkot mau menyerahkan pada Persebaya, menyerahkan dalam bentuk apa? Karena proses peralihan hak tidak semudah itu, ada macam-macam, ada jual beli, tukar menukar, wasiat, warisan, hibah.”

“Nah kalau menyerahkan begitu saja seperti apa? Hanya pengelolaan? Lalu kepemilikannya punya siapa? Kami tidak mau model-model seperti itu, model penyelesaian tunggu putusan perdata,” kata kuasa hukum PT PI Yusron Marzuki.

“Kami butuh keputusan pengadilan yang pasti, kami ingin merebut kembali tapi tidak mau dengan upaya damai. Jadi biar saja bergulir di pengadilan sampai putusan, sampai ada yang dimenangkan dan dikalahkan,” imbuhnya.

Penolakan itu juga ditegaskan oleh ketua Koperasi SAP, Maurits “Champ” Pangkey. PT PI jelas berkeberatan jika Wisma Karanggayam tetap dinyatakan sebagai aset Pemkot Surabaya. Perjuangan Persebaya untuk merawat Wisma Karanggayam selama puluhan tahun akan menjadi sia-sia.

“Mereka tidak pernah ikut merawat, itu kan tanah rislah dari Taman Remaja. Kami keberatan kalau mereka mengajukan, kapan dan dasarnya apa? Akhirnya kami uji,” kata Champ.

Apalagi, Pemkot selama ini dianggap sering ingkar janji. Setelah aksi penggembokan Wisma Karanggayam di bulan Mei 2019 misalnya, pemkot lewat Kepala Bappeko Surabaya, Ery Cahyadi menjelaskan jika penyegelan itu hanya masalah miskomunikasi. 

Saat itu ia menjanjikan untuk membuka Wisma Karanggayam dalam hitungan hari. Lapangan pun boleh digunakan kembali untuk keperluan kompetisi internal Persebaya. Janji yang kemudian tidak sepenuhnya terealisasi. 

Patok yang dipasang Pemkot Surabaya berdiri di pinggir lapangan Persebaya. Foto: Bimbim/EJ.

Wisma Persebaya (gedung untuk mess) akhirnya memang bisa dibuka, tapi lapangan Karanggayam masih dalam keadaan terkunci saat klub internal Persebaya memulai kompetisi seusai libur puasa pada Sabtu (22/6/2019). Pertandingan antara Indonesia Muda melawan Untag Rosita pada hari itu terpaksa ditunda.

Satu pekan setelahnya, pemkot sempat membuka kunci gembok lapangan Karanggayam. Pengurus internal Persebaya pun akhirnya merilis jadwal baru. 

Namun, nyatanya, kompetisi internal kembali gagal terlaksana. Sebab, kali ini, tribun lapangan Karanggayam justru dibongkar. PT PI pun mempertanyakan niat baik Pemkot Surabaya untuk mengembalikan lapangan ketika renovasi selesai.

“Sempat bilang boleh di situ, tapi akhirnya tidak bisa. Mereka secara resmi mengelak,” keluh Champ. “Terus keluar dari omongannya sarana prasarana Dispora, 10 klub itu balik selesai masalah ini. Saksinya ada, saya tidak mengada-ada, saksinya ada dari karyawan Persebaya,” tuturnya.

Bonek di PN Surabaya (7/1). Foto: Rizka Perdana Putra/EJ

Karena itu PT PI akhirnya resmi mengajukan gugatan. Kini, awal Februari, proses persidangan sudah sampai tahap pembuktian. 

Sejak Desember 2019, pihak PT PI sudah mengajukan 5 saksi fakta. Kelima saksi itu adalah Imam Rifai (mantan pemain), Totok Risantono (mantan pemain dan pelatih), Dadi Riscahyanto (mantan pengurus), Agus Sanjaya (staf internal) dan Achmad (komisi wasit).

Terakhir, pada persidangan Selasa pekan lalu (28/1/2020) pihak PT. PI juga sudah mengajukan 1 orang saksi ahli yaitu Dr. Urip Santoso, SH, MH, dosen Hukum Agraria FH Universitas Airlangga.

Selanjutnya, Selasa pekan (4/2/2020) ini giliran Pemkot Surabaya yang akan menghadirkan saksi ahli. Paling cepat, hasil sidang Wisma Karanggayam baru akan diputuskan pada 18 Februari mendatang. (riz)

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display