Wahai Pemain Persebaya, Bijaklah Memakai Media Sosial

Persebaya berlatih di Stadion Jenggolo, Selasa (28/1). Foto: Rizka Perdana Putra/EJ
Iklan

Jika di rumah kalian ada 5 orang penghuni dewasa atau minimal seusia Sekolah Dasar, hampir pasti akan ada lima smartphone. Diantara lima tersebut pasti terinstal platform media sosial. Bisa facebook, whatsapp, twitter, instagram atau lainnya. Bisa dibayangkan berapa juta pemakai media sosial jika dalam satu smartphone saja bisa berisi lebih dari satu akun.

Media sosial saat ini berkembang sangat fantastis. Segala macam informasi bisa diperoleh dengan sangat mudah. Bahkan adakalanya secara real time atau live. Ragam informasi dari berita, musik, olahraga sampai pornografi bisa didapatkan dengan sangat mudah. Apalagi sekarang akses wifi bisa didapatkan dimana saja mulai warung kopi, cafe, hotel, rumah sakit, stadion, bahkan di taman-taman kota.

Dampak dari media sosial juga dirasakan oleh industri olahraga seperti sepakbola misalnya. Mereka (klub) menggunakan media sosialnya untuk mengembangkan jangkauan fans. Yang ujungnya juga menggaet sponsor dan lebih mendekatkan tim secara keseluruhan pada fans. Bukan hanya ratusan ribu tapi jutaan penggemar atau follower bisa mereka dapatkan.

Tidak hanya untuk klub, pemain dan suporter sepakbola juga bisa menggunakannya. Mereka bisa saling berinteraksi melalui media tersebut.Pemain juga bisa “menjual diri” untuk eksistensi dan promosi atau membranding diri dan juga bisa mendapatkan sponsor pribadi.

Iklan
BACA:  Mencoba Move On dari Romantisme Andik Vermansyah, Evan Dimas, dan M. Taufiq

Pemain sekelas Ronaldo, Messi atau bahkan Bambang Pamungkas yang followernya sangat banyak mempunyai harga yang fantastis untuk sekali posting. Itu salah satu nilai positif dari media sosial saat ini.

Media sosial selain berpengaruh positif ke pemain bola juga bisa menghancurkan atau menurunkan reputasi pemain itu sendiri.Pemain harus bisa menjaga sikap tindak tanduk di dalam maupun di luar lapangan. Termasuk dalam posting di akun media mereka.

Sekalipun akun pribadi, seorang pemain adalah representatif sebuah klub. Juga artinya membawa brand sebuah klub itu sendiri. Termasuk harus juga bisa membaca situasi kondisi sosial dan psikologi suporter dalam hal ini.

Masih ingat dengan video permintaan maaf skuad Persija saat salah satu pemainnya kedapatan mengucapkan kata yang tidak patut kepada suporter lain. Atau contoh-contoh lainnya tentu bisa diambil sebagai hikmah bagi semua pemain. Khususnya pemain Persebaya.

Penting saat ini adalah fokus ke tim. Tim sudah mencanangkan target lebih baik dari musim lalu. Tidak ada larangan dalam bermedia sosial.

Hamka Hamzah salah satu mantan pemain Persebaya kepada tim nasional U22 saat itu pernah  mengingatkan para pemain tentang kekejaman media sosial. Menurutnya, media sosial bisa saja menyanjung, tapi bisa juga menjatuhkan.

BACA:  Yang Tersisa dari Celebration Game

“Karena medsos itu sangat kejam ya. Kalian bisa diangkat, bisa dijatuhkan. Itu hanya pesan,” kata Hamka.

Media Sosial Sarana Wujudkan Mimpi Juara

Menurut penulis, para pemain sepak bola, memiliki media sosial kini bisa dibilang menjadi hal yang wajib. Media sosial menjadi tempat bagi untuk mempromosikan diri kepada para penggemarnya atau untuk sekadar memberi tahu keseharian mereka kepada penggemar, seolah para pemain ini lebih mendekatkan diri. Tentu juga harus bisa membagi waktu istirahat setelah latihan atau bertanding. Tak jarang ada pemain yang masih online saat dini hari.

Tidak ada gading yang tak, mau jadi gajah, singa, macan ataupun buaya adalah pilihan. Dimana bumi dipijak di situ langit dijunjung. Ada budaya dan kultur yang berbeda. Maka bergaul dan berinteraksilah dengan lingkungan agar bisa membaca dan membawa diri dalam bermedia sosial.

Mari menggunakan media sosial untuk mencapai tujuan positif secara bersama-sama. Mendukung visi klub dan suporter mencapai target juara dengan cara yang benar dan elegan. Salam satu nyali.

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display