sos Archives | Emosi Jiwaku https://emosijiwaku.com/tag/sos/ Portal informasi terpercaya dan terkini tentang Persebaya dan Bonek Tue, 13 Oct 2020 10:34:05 +0000 en-US hourly 1 145948436 Korban Tewas Terus Berjatuhan, Presiden Harus Hentikan ISC https://emosijiwaku.com/2016/11/08/korban-tewas-terus-berjatuhan-presiden-harus-hentikan-isc/ https://emosijiwaku.com/2016/11/08/korban-tewas-terus-berjatuhan-presiden-harus-hentikan-isc/#respond Tue, 08 Nov 2016 11:11:22 +0000 http://emosijiwaku.com/?p=3965 Ajang Indonesia Soccer Championship (ISC) tak henti-hentinya memakan korban tewas dan luka-luka.

The post Korban Tewas Terus Berjatuhan, Presiden Harus Hentikan ISC appeared first on Emosi Jiwaku.

]]>
EJ – Ajang Indonesia Soccer Championship (ISC) tak henti-hentinya memakan korban tewas dan luka-luka. Bentrokan suporter versus suporter dan suporter versus warga juga semakin banyak. PSSI sebagai induk organisasi sepak bola sepertinya tidak peduli akan bertambahnya korban. Mungkin, ISC bukan kompetisi resmi alias ilegal sehingga dianggap bukan wewenang PSSI.

Seusai laga Persija melawan Persib di Stadion Manahan Solo yang digelar Sabtu (5/11), anggota Jakmania Korwil Kali Malang, Harun Al Rasyid Lestaluhu alias Ambon tewas. Ia terlibat bentrokan dengan warga Lungbenda, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Tewasnya warga Kelurahan Malaka Jaya, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta ini terjadi di Tol Palimanan, Minggu (6/11). Nyawa Ambon tak tertolong saat dilarikan ke rumah sakit.

Hasil otopsi menyebutkan selain mengalami luka pendarahan di kepala, juga luka memar akibat lemparan batu dan pukulan benda tumpul. Akibat bentrokan tersebut juga diketahui tiga warga atas nama Sanudin (56) mengalami luka robek pada hidung, Bahrun (37) luka robek pada kepala dan Muzaki (18) luka robek pada bagian kepala.

Minggu, 6 November 2016, memang layak disebut hari duka sepak bola Indonesia. Khususnya, The Jakmania, suporter Persija. Maklum, selain Ambon, anggota The Jakmania Korwil Pekalongan bernama Gilang, 24 tahun, juga tewas akibat kecelakaan lalu lintas. Sementara Didi, The Jakmania Korwil Nganjuk meninggal dunia karena serangan jantung. Didi meninggal murni karena sakit. Bukan akibat anarkisme dan vandalisme. Tapi, tetap meninggalkan duka mendalam.

Sebelumnya, saat pertandingan Persija vs Persib yang berakhir imbang 0-0 juga terjadi kekisruhan antar suporter. Tercatat lima suporter di larikan ke rumah sakit karena mengalami luka-luka. Pertama, Willy Yulianto, 17, warga Dukuh Rt 03/05 Popongan, Karanganyar, tidak sadarkan diri dan dirawat di Rumah Sakit Panti Waluyo. Kedua, Ridwan Maulana, warga Karangbanaran Delangu, Klaten diopname di Rumah Sakit Brayat Minulyo, Surakarta. Ketiga, Albaed Muhammad Naufa asal Komplek Telaga Bersari Balaraja, Tangerang juga dirawat di RS Brayat Mulyo.Keempat, Dedi Jubaedi, 39, asal Dusen Wage RT 12/04 Kelurahan Cileluy, Kuningan, mendapatkan enam jahitan. Kelima, Rian Maulana, 15, warga Kradengan, Ngrambe, Ngawi, mengalami robek kelopak mata kanan, luka memar di pipi kanan dan kiri di Rawat di RS Bhayangkara.

Save Our Soccer (#SOS) sangat prihatin dengan anarkisme dan vandalisme yang sampai menghilangkan nyawa suporter. Sepak bola sejatinya adalah panggung hiburan, bukan tempat pemakaman. Data Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) #SOS mencatat sudah 54 tumbal nyawa di sepak bola Indonesia sejak Liga Indonesia digelar pada 1993/1994. The Jakmania, suporter Persija, tercatat sudah mengorbankan lima nyawa.

“Ini tidak bisa dianggap remeh atau disebut sebagai kecelakaan sepak bola. Ini harus ditangani secara serius pihak-pihak terkait. Terlalu mahal sepak bola harus dibayar dengan nyawa,” kata Akmal Marhali, Koordinator #SOS.

Khusus 2016, litbang #SOS mencatat sudah enam nyawa melayang. Mulai dari M. Fahreza (The Jakmania), Stanislaus Gandhang Deswara (BCS, Sleman), Naga Reno Cenopati (Singamania), M. Rovi Arrahman (bobotoh), sampai Gilang dan Harun Al Rasyid Lestaluhu (The Jakmania). Mirisnya, semua terjadi dalam kegiatan kompetisi tak resmi: Indonesia Soccer Championship (ISC) yang digagas pemerintah dan dikelola PT Gelora Trisula Semesta (GTS) sebagai proyek percontohan reformasi tata kelola sepak bola Indonesia. “Buat apa ada sepak bola bila masih ada darah, nyawa, dan air mata terbuang sia-sia. Pemerintah dan pihak-pihak terkait harus tanggung jawab terhadap kejadian ini,” kata Akmal.

Atas dasar fakta-fakta di atas #SOS menuntut Presiden Republik Indonesia, Ir Joko Widodo untuk menghentikan ISC! Setidaknya ada empat alasan yang bisa dijadikan rujukan.

Pertama, ISC tak memiliki legal standing yang jelas. Siapa yang bertanggung jawab terhadap permasalahan yang terjadi sejauh ini terkesan tertutup. Pemerintah, PSSI, GTS? Bila Pemerintah, BOPI sebagai lembaga yang menangani olahraga professional sejauh ini tak mengeluarkan rekomendasi. PSSI sedari awal tidak dilibatkan karena saat ISC digelar posisinya dibekukan Menteri Pemuda dan Olahraga. GTS? Dari mana mendapatkan hak sebagai operator? “Ini sangat riskan dan berisiko di tengah persaingan sengit para kontestan dari Sabang sampai Merauke,” kata Akmal.

Kedua, ISC yang dikelola GTS dan diharapkan sebagai proyek percontohan reformasi tata kelola sepak bola Indonesia tak memberikan contoh yang benar. Mulai dari kasus Kartu Izin Tinggal Sementara (KITAS) pemain asing, kontrak pemain, sampai kepada pengelolaan dan pembinaan suporter yang berujung hilangnya enam nyawa.

Ketiga, keinginan Presiden Jokowi agar sepak bola harus tetap jalan sebagai hiburan masyarakat faktanya malah menjadi tempat bersimbahnya darah, nyawa, dan air mata. Bisa dibayangkan bagaimana perasaan orangtua, sanak saudara, dan tetangga ketika anak kesayangan mereka pulang nonton sepak bola sudah tertutup kain kafan dan keranda mayat.

Keempat, tak adanya langkah-langkah konkret dari pemerintah, kepolisian, PSSI, dan GTS untuk mencegah terjadinya aksi-aksi anarkis di lapangan yang berujung kematian. Tak ada regulasi untuk suporter seperti Football Spectator Act (FSA) di Inggris. Selain itu, dari enam korban tewas belum ada satupun yang diusut tuntas dan pelakunya diberikan hukuman sesuai undang-undang.  GTS dan klub juga tak ada upaya-upaya pembinaan terhadap suporter untuk mencegah potensi kerusuhan dan bentrokan. “SOS berharap Presiden melihat fakta-fakta di lapangan dan menuntut untuk dihentikannya ISC sementara karena sudah tak bisa memberikan hiburan bagi masyarakat. Bahkan, sudah mengalami distorsi menjadi ladang pembantaian dan kuburan massal,” kata Akmal. “ISC silakan bergulir kembali bila operator dan pihak-pihak terkait bisa memberikan jaminan berjalan lebih baik dan tak akan ada nyawa lagi yang jadi tumbal,” Akmal menegaskan. (*)

The post Korban Tewas Terus Berjatuhan, Presiden Harus Hentikan ISC appeared first on Emosi Jiwaku.

]]>
https://emosijiwaku.com/2016/11/08/korban-tewas-terus-berjatuhan-presiden-harus-hentikan-isc/feed/ 0 3965
#SOS Pertanyakan Kucuran Rp 4 Miliar dari Menpora untuk Kongres PSSI https://emosijiwaku.com/2016/11/02/sos-pertanyakan-kucuran-rp-4-miliar-dari-menpora-untuk-kongres-pssi/ https://emosijiwaku.com/2016/11/02/sos-pertanyakan-kucuran-rp-4-miliar-dari-menpora-untuk-kongres-pssi/#respond Tue, 01 Nov 2016 17:53:52 +0000 http://emosijiwaku.com/?p=3912 PSSI memastikan Kongres akan digelar di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, pada 10 November 2016. Namun, pelaksanaan kongres tersebut tak luput dari sasaran kritik #SOS (Save Our Soccer).

The post #SOS Pertanyakan Kucuran Rp 4 Miliar dari Menpora untuk Kongres PSSI appeared first on Emosi Jiwaku.

]]>
EJ – PSSI memastikan Kongres akan digelar di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta, pada 10 November 2016. Namun, pelaksanaan kongres tersebut tak luput dari sasaran kritik #SOS (Save Our Soccer).

Koordinator #SOS, Akmal Marhali, menyayangkan kucuran dana yang berasal dari Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi. Tak tanggung-tanggung, dana yang dikucurkan untuk kebutuhan sarana dan prasarana Kongres mencapai Rp 4 Miliar.

Suntikan dana Rp 4 miliar adalah rekor bantuan terbesar untuk kegiatan Kongres sepanjang sejarah sepak bola Indonesia.

“Ini blunder dari sebuah kebijakan dan akan menjadi preseden buruk kedepannya. Setiap mau menggelar Kongres, PSSI akan meminta bantuan pemerintah. Induk olahraga lain pun akan meminta perlakuan yang sama. Ini tidak produktif untuk olahraga Indonesia,” kata Akmal .

Menurut #SOS, dana sebesar itu sejatinya bisa digunakan untuk hal-hal produktif seperti pembinaan usia muda atau membantu fasilitas serta kebutuhan tim nasional.

“Menpora sedang berjudi untuk Kongres yang hanya bertujuan memilih Ketua Umum, Wakil Ketua Umum, dan Exco PSSI. Dan, kita tahu bersama selama ini Kongres adalah kegiatan yang paling tidak produktif. Bahkan, terkesan sebagai panggung ‘pesta’ pejabat-pejabat sepak bola. Hanya duduk manis dan bagi-bagi uang saku,” Akmal menegaskan.

Ditambah lagi, bantuan yang diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu terkesan tidak transparan. Setidaknya, begitulah kesimpulan hasil riset Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) #SOS. Ada kesimpang siuran mengenai jumlah bantuan yang diberikan.

Awal September 2016, Sekjen PSSI, Azwan Karim, dengan santainya menyebut untuk kebutuhan Kongres pihaknya mendapatkan bantuan Rp 2,8 miliar dari Kemenpora. Sempat menjadi polemik karena dianggap bentuk intervensi pernyataan itu langsung dibantah pihak Kemenpora yang menyatakan tak ada dana untuk kepentingan Kongres PSSI yang batal digelar di Makassar pada 17 Oktober lalu.

Nah, teranyar, setelah sempat tersiar kabar PSSI kesulitan mencari hotel pelaksanaan Kongres, Menpora Imam Nahrawi menyebutkan telah menyiapkan dana Rp 4 miliar untuk kebutuhan sarana dan prasarana Kongres. Artinya, ada selisih Rp 1,2 miliar alias 30 persen yang hilang dari pernyataan Sekjen PSSI dan Menpora Imam Nahrawi.

“Kemana selisih itu? Kenapa ada perbedaan signifikan sampai 30 persen? Ini harus dijelaskan,” kata Akmal.

“Ada baiknya Kemenpora dan PSSI duduk bersama menjelaskan secara terbuka nilai yang sesungguhnya bila benar ada kucuran dana yang diberikan untuk Kongres. Laporannya pun harus transparan karena ini menyangkut uang rakyat,” Akmal menegaskan.

#SOS sendiri menyarankan agar bantuan dana bantuan itu dibatalkan dan dialihkan untuk hal-hal yang lebih produktif, bermanfaat dan bernilai guna bagi kepentingan pembinaan serta pengembangan sepak bola Indonesia.

Setidaknya, ada empat alasan yang bisa dijadikan pijakan.

Pertama, Menpora berjudi dengan bantuan tersebut. Pasalnya, bisa jadi Kongres PSSI tidak menghasilkan pemimpin yang benar-benar menjalankan visi dan misi reformasi sepak bola nasional seperti yang diinginkan Presiden Joko Widodo. Melihat perkembangan yang ada, PSSI bisa jadi kembali dikelola oleh personel-personel yang sebelumnya dianggap gagal mengelola sepak bola Indonesia.

Kedua, apakah bentuk bantuan ini bisa dikategorikan intervensi? Maklum, selama ini PSSI selalu menyatakan hanya akan tunduk dan patuh kepada FIFA. Keterlibatan Pemerintah selalu disebut sebagai intervensi. “Bila reformasi gagal ini akan menjatuhkan reputasi pemerintah. Apalagi, sebelumnya kita sudah mengorbankan diri disanksi FIFA selama setahun dengan alasan intervensi Pemerintah. Kucuran dana Rp 4 miliar akan sangat sia-sia,” kata Akmal.

Ketiga, Mahkamah Agung melalui putusannya bernomor 606 K/ pdt.Sus-KIP/2015 menyatakan bahwa membatalkan putusan Pengadilan Jakarta Pusat bernomor 290/Pdt.sus.KIP/2014/PN.JKT.PST dan putusan Komisi Informasi Pusat bernomor 199/VI/KIP-PS-A/2014 tertanggal 8 Desember 2014 yang semula memenangkan gugatan Forum Diskusi Suporter Indonesia (FDSI) terhadap PSSI sebagai lembaga publik. Ini artinya, PSSI kembali berstatus bukan lembaga publik.

Keempat, dalam dua tahun terakhir posisi laporan keuangan Kemenpora berstatus Disclaimer. Karena ada beberapa laporan keuangan yang belum bisa dipertanggungjawabkan. Salah satunya, berdasarkan Laporan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dari tahun 2010-2013 terkait bantuan dana ke PSSI yang belum bisa dipertanggungjawabkan. Yang totalnya, lebih dari Rp 20 miliar.

Di antaranya bantuan Dalam APBN 2013 bagian anggaran untuk Kementerian Pemuda dan Olahraga, tercantum dana sebesar Rp 439.740.000 melalui Asisten Deputi Pembibitan Olahragawan yang disalurkan kepada PSSI untuk pemberdayaan sosial dalam bentuk uang untuk Pemusatan Latihan Asian Youth Games Timnas U-14.

Perjanjian kerjasama antara Kemenpora dengan PSSI itu disepakati pada 24 Juni 2013. Pencairan dilakukan pada 29 Juli 2013 sebesar anggaran yang sudah disetujui, yakni Rp 439.740.000 dengan ditransfer ke rekening Bank Mandiri. Anehnya, meski dana baru dicairkan tanggal 29 Juli, kegiatan Pemusatan Latihan Asian Youth Games Timnas U-14 sudah lebih dulu dilakukan di Lapangan Sepakbola Lenteng Agung, Jakarta Selatan, pada tanggal 3 Juni, 3 Juni, dan 7-9 Juli, serta di Kuningan, Jawa Barat, pada 4-6 Juli 2013.

Ada juga dugaan penyimpangan bantuan Kemenpora untuk PSSI berdasarkan hasil audit BPK tahun 2010. Bantuan sebesar Rp 20 miliar untuk Timnas ASEAN Football Federation disebut terdapat banyak penyimpangan pada implementasinya. Misalnya bantuan sebesar Rp 414.952.060 dari Kemenpora digunakan tak sesuai perjanjian yang disepakati, dan Pajak Penghasilan atasnya kurang setor Rp 167.816.654.

Kemudian Biro Hukum Kemenpora menyebut dalam sidang sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat bahwa bantuan Kemenpora untuk Kongres Luar Biasa PSSI tahun 2013 sekitar Rp 3,5 miliar belum dipertanggungjawabkan PSSI. “Sejatinya, bila PSSI belum bisa mempertanggungjawabkan sumbangan dana yang diberikan, ada baiknya segala bentuk bantuan pemerintah dihentikan. Apalagi, ini semua menyangkut uang rakyat. Ini soal trust sekaligus menghindari potensi terjadinya korupsi yang akan merugikan negara,” kata Akmal. (*)

The post #SOS Pertanyakan Kucuran Rp 4 Miliar dari Menpora untuk Kongres PSSI appeared first on Emosi Jiwaku.

]]>
https://emosijiwaku.com/2016/11/02/sos-pertanyakan-kucuran-rp-4-miliar-dari-menpora-untuk-kongres-pssi/feed/ 0 3912
Mengenang Dua Tahun Tragedi Sepak Bola Gajah https://emosijiwaku.com/2016/10/27/mengenang-dua-tahun-tragedi-sepak-bola-gajah/ https://emosijiwaku.com/2016/10/27/mengenang-dua-tahun-tragedi-sepak-bola-gajah/#respond Thu, 27 Oct 2016 14:48:13 +0000 http://emosijiwaku.com/?p=3843 Pertandingan antara PSS dan PSIS berlangsung pada babak Delapan Besar Grup N Divisi Utama 2014 di Sasana Krida Akademi Angkatan Udara, Yogyakarta, 26 Oktober 2014. Rabu kemarin (26/10), kasus ini tepat berusia dua tahun. Sayangnya kasus yang menjadi bahan tertawaan masyarakat itu hingga kini belum jelas terungkap siapa dalang yang terbukti mengatur laga tersebut.

The post Mengenang Dua Tahun Tragedi Sepak Bola Gajah appeared first on Emosi Jiwaku.

]]>
EJ – Setelah kasus sepak bola gajah Persebaya lawan Persipura (1988) dan Timnas lawan Thailand (1998), Indonesia masih dihantui kasus sepak bola gajah antara PSS Sleman lawan PSIS Semarang. Kasus yang populer dengan sebutan TraGajah (Tragedi Sepak Bola Gajah) hingga kini tidak jelas penyelesaiannya.

Pertandingan antara PSS dan PSIS berlangsung pada babak Delapan Besar Grup N Divisi Utama 2014 di Sasana Krida Akademi Angkatan Udara, Yogyakarta, 26 Oktober 2014. Rabu kemarin (26/10), kasus ini tepat berusia dua tahun. Sayangnya kasus yang menjadi bahan tertawaan masyarakat itu hingga kini belum jelas terungkap siapa dalang yang terbukti mengatur laga tersebut.

Sedikit kembali dua tahun lalu di mana saat itu PSS menang 3-2 atas PSIS. Keanehan terjadi saat semua gol dicetak melalui gol bunuh diri dengan disengaja. Usut punya usut, kedua tim berusaha kalah agar tak bertemu Pusamania Borneo FC, runner-up Grup P, di semifinal yang disebut-sebut sudah pasti dapat satu tiket promosi ke Indonesia Super League (ISL).

Sayangnya, setelah dua tahun berselang, kasus sepak bola gajah ini tak ada penuntasannya secara transparan dan gamblang. Terkesan ditutup rapat. Memang, Komisi Disiplin (Komdis PSSI) sudah menjatuhkan hukuman kepada para pelaku yang terlibat dengan vonis yang beragam mulai dari hukuman seumur hidup, 10 tahun, sampai satu tahun masa percobaan. Total ada 50 orang yang divonis (24 dari PSIS, dan 26 dari PSS). Tapi, banyak kejanggalan terhadap vonis yang dikeluarkan.

“Atas dasar itu, #SOS (Save Our Soccer) menuntut PSSI dan Pemerintah (baca: menpora) untuk merekonstruksi ulang kasus tersebut. Mengusut tuntas sampai ke dalang dan otak intelektualnya. Jangan sampai ini hanya menjadi sejarah kelam sepak bola nasional yang tak ada muaranya,” kata Akmal Marhali, Koordinator SOS.

Dari hasil temuan Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) SOS, ada beberapa kejanggalan dari vonis yang dijatuhkan Komdis PSSI. Pertama, terkait gol bunuh diri. Disebutkan bahwa pencetak gol bunuh diri untuk PSIS adalah Komaedi, Fadli Manan, dan Saptono.

Sementara dari kubu PSS Hermawan Putra Jati, dan Riyono. Sejatinya, bukan Fadli Manan yang melakukan gol bunuh diri, tapi Taufik Hidayat. Ketika itu, Inspektur Pertandingan (IP) salah catat dan berjanji akan memperbaikinya. Sayang, Komdis tutup mata. Sementara Fadli sudah terlanjur dijanjikan akan diringankan hukumannya dengan mengakui saja di atas kertas bermaterai. Bahkan, ada oknum yang mengaku dekat dengan PSSI yang berusaha meyakinkan Fadli akan diringankan hukumannya dengan menyetorkan uang Rp 50 juta.

Selain Fadli, banyak pemain juga yang mengaku hukuman yang dijatuhkan sangat tidak memenuhi azas keadilan. Kapten PSIS, Sunar Sulaiman, mengaku tak diberikan kesempatan untuk menjelaskan secara transparan. Pemain asing Julio Alcorse yang tak main juga dipaksa untuk mengakuinya karena dijanjikan akan diringankan. Hal sama juga dialami pelatih PSS Sleman, Herry “Herkis” Kiswanto yang diminta bungkam dan tidak bicara terkait “dagelan” sepak bola gajah karena dijanjikan akan diringankan di Komisi Banding. Begitu juga pemain-pemain lainnya. Bahkan, ada yang dijanjikan akan tetap dapat gaji bulanan agar bungkam. Faktanya, sampai saat ini semuanya tak jelas. Hilang seperti diguyur hujan dan ditelan bumi.

“Rekonstruksi ulang menjadi jalan terbaik demi azas keadilan. Bagaimana pun pemain-pelatih adalah wayang. Mereka tentu menjalankan apa yang diperintahkan dalang. Nah, dalangnya ini harus ditemukan,” kata Akmal. “Yang pasti, bukan Cuma PSSI, pemerintah dalam hal ini juga Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) harus turun tangan menuntaskan. Sepak Bola Gajah di Yogyakarta itu adalah titik tolak pembekuan PSSI sampai jatuhnya sanksi dari FIFA,” Akmal menambahkan.

Menurut #SOS kasus sepak bola gajah ini harus diurai bukan hanya yang terjadi di lapangan. Tapi, harus juga diungkap dari sebelum pertandingan kenapa kasus ini sampai terjadi. Berdasarkan temuan #SOS sebelum pertandingan, kedua tim sudah takut bertemu Pusamania Borneo FC. Jelang pertandingan, di hotel tempat menginap pemain PSIS, Ketua Asprov Jawa Tengah, yang juga ada di Hotel bahkan sudah menjelaskan siapa-siapa saja pemain PSS yang akan mencetak gol.

“Ini semua harus diungkap dengan jelas dan terbuka agar tak terulang di kemudian hari. Mereka yang ternyata tak bersalah harus diputihkan dan dibersihkan namanya. Mereka yang bersalah dan ternyata bebas harus dihukum seberat-beratnya. Utamanya, para dalangnya,” Akmal menjelaskan. “Momentum Kongres PSSI bisa dijadikan sarana untuk pemutihan mereka yang tak bersalah. Ini penting agar tak ada beban buat pengurus PSSI berikutnya. Jangan sampai seperti kasus Mursyid Effendi di Piala Tiger 1998. Dia dihukum dan harus melupakan sepak bola, tapi actor intelektualnya bebas,” Akmal menambahkan.

#SOS berharap semua yang terlibat sepak bola gajah mau membukanya dengan sejujur-jujurnya dan sejelas-jelasnya. Tak perlu ada yang ditutupi untuk sebuah kebenaran fakta meski buruk sekalipun. Ini penting agar tak lagi terulang dan memalukan nama bangsa dan negara. Selain itu, #SOS juga berharap Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI) bisa memberikan advokasi serta bantuan hukum terhadap anggotanya yang menuntut keadilan. Begitu juga Asosiasi Pelatih Sepak Bola Indonesia (APSI). “Dulu, #SOS berharap Tim Transisi yang dibentuk Menpora bisa menuntaskan kasus ini. Tapi, faktanya menguap begitu saja. Semua disibukkan dengan turnamen-turnamen yang digelar sampai ISC saat ini. Kasus sepak bola gajah terlupakan,” kata Akmal. “Rekontruksi ulang demi keadilan dan kebenaran harus dilakukan.” (*)

Pemain, Pelatih, dan Ofisial Yang Dihukum PSSI:

A. Memerintahkan Pemain
Wahyu “Liluk” Winarto (Manajer PSIS)
Eko Riyadi (Pelatih PSIS)
Supardjiono (Manajer PSS)
Herry Kiswanto (Pelatih PSS)
Eri Febrianto (Sekretaris Tim PSS)
Rumadi (Ofisial Tim)
Hukuman: Larangan seumur hidup dan denda Rp 200 juta 

B. Mengetahui, Tapi Tak Mencegah
Dwi Setiawan (Asisten Pelatih PSIS)
Budi Cipto (Asisten Pelatih PSIS)
Edi Broto (Asisten Pelatih PSS)
Herwin Sjahruddin (Pelatih Fisik PSS)
Hukuman: 10 tahun larangan main dan denda Rp 150 juta

C. Mencetak Gol Bunuh Diri dan Menghalangi Terjadinya Gol
Komaedi (PSIS)
Fadli Manan (PSIS)
Saptono (PSIS)
Catur Adi Nugroho (PSIS)
Agus Setiawan (PSS)
Hermawan Putra Jati (PSS)
Riyono (PSS)
Hukuman: larangan seumur hidup dan denda Rp 100 juta

D. Main di Lapangan, Tapi Tak Mencetak Gol
Sunar Sulaiman, Anam Syahrul, Taufik Hidayat, Andi Rahmat, Eli Nasoka, Vidi Hasiholan, Franky Mahendra (PSIS)
Marwan Muhammad, Agus Setiawan, Satrio Aji Saputro, Wahyu Gunawan, Ridwan Awaludin, Anang Hadi Saputro, Eko Setiawan, Mudah Yulianto, Moniega Bagus Suwardi (PSS)
Hukuman: larangan main selama lima tahun dan denda Rp 50 juta

E. Pemain Cadangan, Mengetahui Kasus Tapi Menutupi
Iva Andre, Safrudin Tahar, Ediyanto, Ahmad Nurfiandini, Hari Nur Yulianto (PSIS)
Rasmoyo, Gratheo Hadi Winata, Waluyo, Saktiawan Sinaga, Cristian Adelmud, Gay Junior NikeOndoua (PSS)
Hukuman: larangan bermain setahun masa percobaan lima tahun dan denda Rp 50 juta

F. Pemain Asing, Cadangan, Jadi Panutan Tapi Menunjukkan Perilaku Tak Peduli
Ronald Fagundez, Julio Alcorse (PSIS)
Hukuman: larangan bermain lima tahun dan denda Rp 150 juta

G. Pembantu Umum
Suyatno (Pembantu Umum PSIS)
Ajib (Media PSIS)
Surya Kuda (Kitman PSS)
Yono (Meassure PSS)
Hukuman: setahun masa percobaan.

The post Mengenang Dua Tahun Tragedi Sepak Bola Gajah appeared first on Emosi Jiwaku.

]]>
https://emosijiwaku.com/2016/10/27/mengenang-dua-tahun-tragedi-sepak-bola-gajah/feed/ 0 3843