Kematian Suporter, PSSI Harus Ikut Tanggung Jawab

pssi
Foto: liputan6.com

EJ – Sepak bola Indonesia kembali berduka. Haringga Sirla, seorang Jakmania tewas di tangan oknum bobotoh saat laga antara Persib melawan Persija berlangsung di Gelora Bandung Lautan Api, Minggu (23/9). Pemuda yang tinggal di Cengkareng tersebut tewas setelah mengalami pengeroyokan dan pemukulan benda-benda tumpul ke seluruh tubuhnya.

Haringga menambah daftar korban jiwa akibat kekerasan selama Liga Indonesia. Sebelumnya, Micko Pratama, seorang Bonek juga tewas akibat penganiayaan usai menonton laga Persebaya melawan PS TIRA di Bantul, pertengahan April 2018.

Menurut data Save Our Soccer (SOS), 7 orang tewas baik dari Jakmania maupun Bobotoh, di laga yang melibatkan Persija dan Persib sejak 2012. Kematian suporter seolah menjadi hal yang biasa. PSSI sebagai pihak federasi tidak mampu mencegah adanya kematian suporter.

Toni Rupilu, seorang penulis Persebaya dan Bonek, meminta PSSI ikut bertanggung jawab atas kematian suporter. “Selama ini PSSI sebagai pemilik Liga Indonesia tidak tegas saat ada kejadian kematian suporter. Mereka hanya mengucapkan duka dan menunggu pihak Kepolisian menyelesaikan kasus,” ucapnya kepada EJ.

PSSI dianggap kurang cepat dalam memberikan keputusan. “Nanti next match Persib bagaimana, Persija bagaimana? Harus ada keputusan tegas misal bobotoh dilarang nonton pertandingan sampai akhir musim. Sayangnya keputusan cepat itu tidak ada. Padahal federasi harusnya mau ngantemi manajemen klub jika suporternya bersalah,” lanjut Toni.

Saat ditanya wacana penghentian Liga Indonesia hingga konflik antar suporter hilang, Toni tidak menyetujuinya. “Janganlah. Kita mau cari tikus di pohon, masak pohonnya ditebang? Penghentian liga juga gak efektif. Berapa ribu orang juga akan kehilangan pekerjaan,” katanya.

Agar peristiwa serupa tidak berulang, Toni mengusulkan adanya pendekatan yang dilakukan manajemen kedua klub yang terlibat rivalitas tingkat tinggi. Ia juga meminta kedua kelompok suporter untuk saling melakukan pendekatan.

Edukasi sejak dini di kalangan supporter juga harus dilakukan. Suporter harus kembali ke akar budaya orang timur yang santun kepada siapapun.

“Nilai-nilai budaya timur kita itu sangat tinggi. Orang jatuh pun ditolong tanpa lihat latar belakangnya. Itu nilai kita. Kok tiba-tiba kita jadi bengis. Semua harus di-nol-kan. Komunitas suporter harus menanamkan nilai-nilai budaya timur ke kelompoknya. Jangan main keroyokan. Kalau tetap ingin berkelahi ya leg-leg-an, satu lawan satu. Keroyokan itu bukan wani. Kalau itu ditanamkan suporter pasti malu kalau main keroyok,” pungkasnya. (iwe)

Komentar Artikel