lapsus wisma karanggayam Archives | Emosi Jiwaku https://emosijiwaku.com/tag/lapsus-wisma-karanggayam/ Portal informasi terpercaya dan terkini tentang Persebaya dan Bonek Fri, 04 Sep 2020 09:35:47 +0000 en-US hourly 1 145948436 Sudahi Konflik, Karanggayam Adalah Rumah Persebaya https://emosijiwaku.com/2020/02/03/sudahi-konflik-karanggayam-adalah-rumah-persebaya/ Mon, 03 Feb 2020 05:41:44 +0000 https://emosijiwaku.com/?p=30642 Persebaya adalah Surabaya. Ikon sepakbola yang sudah sangat dikenal di Indonesia. Salah satu klub pendiri PSSI. Prestasi juga banyak diperoleh. Begitupun dengan suporternya yang sangat fanatik bernama bonek. Persebaya dan Bonek identik dengan Surabaya.

The post Sudahi Konflik, Karanggayam Adalah Rumah Persebaya appeared first on Emosi Jiwaku.

]]>
Persebaya adalah Surabaya. Ikon sepakbola yang sudah sangat dikenal di Indonesia. Salah satu klub pendiri PSSI. Prestasi juga banyak diperoleh. Begitupun dengan suporternya yang sangat fanatik bernama bonek. Persebaya dan Bonek identik dengan Surabaya.

Saat ini Persebaya yang dikelola badan hukum bernama PT Persebaya Indonesia sedang bersengketa di pengadilan dengan Pemerintah Kota Surabaya (Pemkot). Yang dipersengketakan adalah lahan dan bangunan di Jalan Karanggayam no 1 Surabaya. Lahan yang berisi lapangan dan bangunan Wisma Persebaya.

Persebaya yang saat itu sebagai kumpulan klub amatir perserikatan sudah menempati dan menggunakan lapangan tersebut sejak akhir tahun 1960an. Sementara Pemkot mengeluarkan surat atas tanah dan Ijin Mendirikan Bangunan tahun 1995 dan 1998. Surat ini yang digugat secara hukum oleh Persebaya.

Kasus ini sudah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya. Terakhir sudah sampai mendatangkan saksi ahli dari penggugat. Sebelumnya saat menghadirkan saksi fakta, pihak Pemkot tidak bisa membawa saksi fakta. Dalih yang digunakan adalah sudah cukup bukti yang diajukan ke pihak hakim. Padahal pada sidang sebelumnya pihak Pemkot meminta waktu ke majelis hakim untuk mencari orang yang bisa jadi saksi fakta.

Sidang akan berlanjut pada Selasa 4 Februari 2019 dengan agenda mendengarkan saksi ahli dari tergugat. Jika proses ini lancar maka proses berikutnya adalah majelis hakim akan mengeluarkan kesimpulan. Sebelum nanti akan diambil keputusan hasil sidang tersebut.

Perkara dengan nomor 947/Pdt.G/2019/PN Sby Perbuatan Melawan Hukum ini sudah mendekati selesai peradilan. Apapun keputusan nanti kedua belah pihak harus menerima. Pihak penggugat dalam beberapa wawancara dengan media sudah mengatakan, menang ataupun kalah biar ada keputusan sah dari pengadilan.

Selama ini sebelum ada keputusan pengadilan, perihal lapangan dan wisma Persebaya beberapa kali menjadi sengketa antara Persebaya dan Pemkot Surabaya. Sengketa ini membawa implikasi besar dengan terusirnya kompetisi amatir Persebaya dan kantor divisi amatir dari Karanggayam.

Bahkan tribun legendaris sudah diratakan dengan tanah dan lapangan dibiarkan tidak terawat. Ini tentunya merugikan semuanya. Pembibitan pemain muda terhambat dan Karanggayam sebagai ikon Persebaya terancam.

Penulis berharap konflik ini segera selesai secara hukum. Siapapun nanti yang berhak memiliki dan mengelola lapangan dan wisma tersebut tetaplah bisa digunakan untuk Persebaya selamanya. Sah secara hukum pengadilan, sehingga tidak perlu adalagi gugatan atau pengusiran Persebaya pada rumahnya sendiri. Karena sejatinya Karanggayam adalah milik dan rumah Persebaya. (*)

The post Sudahi Konflik, Karanggayam Adalah Rumah Persebaya appeared first on Emosi Jiwaku.

]]>
30642
Secara Sosiologis, Lapangan Karanggayam Harus Diperuntukkan Untuk Persebaya https://emosijiwaku.com/2020/02/03/secara-sosiologis-lapangan-karanggayam-harus-diperuntukkan-untuk-persebaya/ Mon, 03 Feb 2020 05:36:57 +0000 https://emosijiwaku.com/?p=30612 Terlepas apapun hasil persidangan, Wisma Persebaya harus digunakan kembali untuk pembinaan sepak bola klub Persebaya Surabaya.

The post Secara Sosiologis, Lapangan Karanggayam Harus Diperuntukkan Untuk Persebaya appeared first on Emosi Jiwaku.

]]>
EJ – Terlepas apapun hasil persidangan, Wisma Persebaya harus digunakan kembali untuk pembinaan sepak bola klub Persebaya Surabaya.

Ade Herlingga, 18, pertama kali mencicipi bertanding di kompetisi internal Persebaya pada tahun 2017. Ketika itu usianya baru menginjak 15 tahun. Meski cukup belia, ia sudah dipercaya untuk menjadi striker inti di klub Maesa.

Sejak saat itu pula, Ade mulai merajut mimpinya untuk menjadi pemain Persebaya. Ia berharap bisa mengikuti jejak pemain lebih senior seperti Rachmat Irianto atau Misbakus Solikin. Dua sosok yang juga mengawali karir profesional di Lapangan Karanggayam.

Ade lantas tumbuh dan berkembang di Lapangan Karanggayam. Selama 3 musim terakhir, ia sudah mencetak 29 gol di lapangan yang berdiri tahun 1967 itu. Catatan apik yang membuat Ade akhirnya masuk ke dalam skuad Persebaya untuk Piala Soeratin U-17 2017 dan 2018.

“Sangat bangga bisa main di Lapangan Karanggayam, banyak pemain internal yang akhirnya bisa main di klub profesional Liga 1. Sudah banyak juga kenangan yang saya lalui di lapangan itu,” ucap mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga Unesa itu. 

Namun, pada bulan Juli 2019, Ade dan ratusan pemain kompetisi internal Persebaya lainnya harus “terusir”. 

Lapangan Karanggayam tak lagi bisa digunakan karena tribun, gawang dan bahkan tembok pembatasnya harus dirobohkan. Untuk pertama kalinya setelah 2 setengah tahun, Ade harus “mengungsi” ke luar Surabaya. Ade pun sebenarnya tak tahu menahu alasan dia dan kawan-kawannya harus pindah ke lapangan Brigif, Sidoarjo.

“Katanya lapangan mau direnovasi. Mungkin coach Rohadi (pelatih Maesa) beserta pelatih lainnya tidak mau membeberkan alasan ke pemain. Biar fokus ke kompetisi saja,” kata Ade.

Namun, bagaimanapun juga Ade merasa eman karena tidak lagi bermain di Lapangan Karanggayam. Bahkan, kini lapangan tersebut harus mangkrak karena konflik. 

Selama setengah tahun terakhir kompetisi internal pun harus berpindah ke Lapangan Brigif dan Lapangan Arhanud. Dua lapangan yang bahkan tidak menjadi bagian dari kota Surabaya.

“Sayang juga sih mas. Namanya kompetisi internal Persebaya, nyawanya ya harus bermain di lapangan bersejarah itu (Lapangan Karanggayam).” tutur Ade.

Tanpa Lapangan Karanggayam, Persebaya Kehilangan Simbol

Kisah Ade mungkin mewakili apa yang dirasakan pemain-pemain internal Persebaya lainnya. Bahwa, mereka berniat datang ke Lapangan Karanggayam untuk mengikuti jejak langkah pemain-pemain top Persebaya yang pernah bermain disana.

Tercatat, selama 50 tahun terakhir Lapangan Karanggayam telah memproduksi ribuan pemain. Tak hanya untuk Persebaya, lapangan yang terletak tepat di sebelah Stadion Gelora 10 November itu juga menjadi saksi lahirnya pemain-pemain nasional.

Jacob Sihasale, Andjiek Ali Nurdin, Rudy William Keltjes, Hadi Ismanto, Johny Fahamsyah, Djoko Malis merupakan pemain-pemain nasional era-60 dan 70an yang pernah berlatih di lapangan Karanggayam.

Setelah itu disusul pula era Putu Yasa, Mustaqim, Syamsul Arifin, Budi Yohanes, Yongki Kastanja dan Yusuf Ekodono di tahun 80-an. 

Di awal 90-an, ketika Wisma Persebaya sebelah barat dibangun, muncul bakat-bakat baru seperti Bejo Sugiantoro, Uston Nawawi atau Anang Maruf. Sampai kini era Andik Vermansah dan Rachmat Irianto, tak terhitung sudah pesepakbola nasional yang pernah atau lama berlatih dan bermain di Lapangan Karanggayam.

“Jadi ketika sekarang ada pemain yang tampil di sana, ada aura yang berbeda. Suasana magis, ada semangat yang memang diciptakan disana,” tutur Rojil Bayu Aji, dosen sejarah Unesa sekaligus pengamat Persebaya Surabaya.

“Semua anak yang berada di Karanggayam bermain dengan penuh kebanggaan. Saya kedepan bisa jadi Bejo, saya kedepan bisa jadi seperti Mursyid (Efendi), saya kedepan bisa jadi Andik Vvermansah.”

Nah, kini, ketika akhirnya harus menjalani kompetisi internal di Sidoarjo, semangat itupun terancam luntur. Tidak ada kebanggaan yang begitu besar seperti ketika mereka bermain di Lapangan Karanggayam. 

Sama seperti Jurgen Klopp yang tidak memperbolehkan pemainnya menyentuh lambang “This Is Anfield” di lorong stadion, ada hal-hal diluar nalar yang juga diciptakan Lapangan Karanggayam untuk pemain-pemain internal Persebaya.

“Pemain muda kalau latihan di Karanggayam pasti senang. Lihat foto pemain, piala, anak-anak kecil pasti bangga. Mereka jadi punya keinginan, seperti Liverpool, harus dibangun seperti itu,” ucap Rojil.

“Bagi saya lapangan Persebaya disitu magisnya, lebih terasa semangatnya, Berhasil atau tidak timnya itu proses, tapi kalau simbol itu (lapangan Karanggayam) dihilangkan, pemain tidak ada kebanggan, tidak ada cita-cita, ngene ae wes,” ucapnya. 

Lupakan Masalah Hukum, Secara Sosiologis Karanggayam Harus Kembali Untuk Persebaya

Dosen Pendidikan Sejarah Unesa, sekaligus pengamat sejarah Persebaya, Rojil Bayu Aji menilai bahwa Lapangan Karanggayam, terlepas dari siapapun pemenang di pengadilan, peruntukannya harus dikembalikan untuk Persebaya.

Sebab, Lapangan Karanggayam dan Persebaya sudah menjadi satu kesatuan sejak puluhan tahun lamanya. Seseorang yang mengetahui Lapangan Karanggayam pasti juga akan mengenal lokasi tersebut sebagai tempat pembinaan pemain sepakbola di Surabaya. Persebaya dan Lapangan Karanggayam tidak bisa dipisahkan. 

“Secara sosiologis, lapangan Karanggayam ini menjadi saksi rentetan sejarah panjang dari Persebaya. Wisma Persebaya seharusnya digunakan sebagai salah satu petanda sejarah bahwa itu digunakan untuk kepentingan Persebaya lagi,” kata Rojil.

Karena itu, menurut Rojil, mess atau wisma Karanggayam seharusnya dijadikan sebagai sarana untuk memperkuat Persebaya, bukan sebaliknya. Tak hanya sekadar omong kosong belaka, tetapi juga berupa aksi nyata.

“Persebaya Surabaya dibanggakan, dielu-elukan, kalau berprestasi diberikan ucapan selamat, terima kasih telah membanggakan Surabaya. Tapi latihannya di luar Surabaya, ini kan miris secara sosial,” kata Rojil.

“Kalau memang mendukung ya ayo. Dalam prakteknya, lapangan Karanggayam harus difungsikan lagi untuk sepakbola Surabaya terutama Persebaya. Meski sekarang pengelolaan sudah terlepas (dari pemerintah), tetapi bukan berarti memutus,” harapnya tegas.

Karena itu, Rojil pun berharap pihak-pihak yang berkonflik bisa mencari jalan keluar. Terlepas hasil persidangan, Lapangan Karanggayam harus diperuntukkan kembali untuk pembinaan Persebaya Surabaya.

“Secara sosiologis dan historis harus difungsikan seperti itu. Kedepannya secara realistis harus duduk bersama, pihak-pihak yang memiliki kewenangan harus membahas solusi untuk memperkuat sepakbola Surabaya, sekarang klub di Surabaya ya cuma Persebaya, klub mana lagi yang bisa dibanggakan?” pungkasnya. (riz)

The post Secara Sosiologis, Lapangan Karanggayam Harus Diperuntukkan Untuk Persebaya appeared first on Emosi Jiwaku.

]]>
30612
Sejarah Lapangan Karanggayam, Lebih Dari 50 Tahun Hanya Untuk Persebaya https://emosijiwaku.com/2020/02/03/sejarah-lapangan-karanggayam-lebih-dari-50-tahun-hanya-untuk-persebaya/ Mon, 03 Feb 2020 05:36:17 +0000 https://emosijiwaku.com/?p=30599 Lebih dari 50 tahun sejarah Persebaya Surabaya dibentuk dari Lapangan Karanggayam. Mulai hanya sepetak lapangan sepak bola, kemudian dibangun Gedung Persebaya sampai akhirnya Wisma Persebaya berdiri dan kini jadi objek konflik.

The post Sejarah Lapangan Karanggayam, Lebih Dari 50 Tahun Hanya Untuk Persebaya appeared first on Emosi Jiwaku.

]]>
EJ – Lebih dari 50 tahun sejarah Persebaya Surabaya dibentuk dari Lapangan Karanggayam. Mulai hanya sepetak lapangan sepak bola, kemudian dibangun Gedung Persebaya sampai akhirnya Wisma Persebaya berdiri dan kini jadi objek konflik.

Terletak di sebelah timur Stadion Gelora 10 Nopember, lapangan “tersembunyi” itu menjadi saksi lahirnya bakat-bakat pesepakbola nasional dari Surabaya. Mulai dari era Jacob Sihasale hingga Rachmat Irianto. 

Tapi, lapangan Karanggayam sebenarnya bukan merupakan lapangan pertama yang digunakan Persebaya untuk berlatih dan menjalankan kompetisi internal. Sejak tahun 1940-an sampai 1960-an Persebaya, yang ketika itu masih bernama SVB, berlatih di lapangan Canaalan.

“Dulu ketika masih bernama SVB, Persebaya berlatih di lapangan Canalaan, lokasinya di sekitar THR (Taman Hiburan Rakyat) dan TMP (Taman Makan Pahlawan) Kusuma Bangsa,” kata Dhion Prasetya dari Pemerhati Sejarah Persebaya.

Persebaya baru resmi menggunakan lapangan Karanggayam ketika THR mulai dibangun akhir 1950-an atau awal 1960-an. Ketika boyongan ke lapangan Karanggayam, tribun penonton di lapangan Canalaan itu pun ikut dipindah.

“THR berdiri tahun 1961. Jadi secara logika, kira-kira tahun 60 (Persebaya pindah,red), sebelum THR diresmikan,” kata Dhion. “Sekalian pilar-pilar tribunnya dipindah di situ. Tribun yang dipakai Karanggayam adalah tribun bekas lapangan Canalaan,” tuturnya.

Lapangan Karanggayam sendiri, sejarahnya, merupakan bagian dari kompleks olahraga yang dibuat oleh Pemerintah Hindia Belanda. Saat zaman sebelum kemerdekaan, pemerintah Hindia Belanda membuat tiga lapangan yaitu A, B dan C. 

Lapangan A adalah lapangan utama yang kini menjadi Gelora 10 Nopember, lapangan B adalah lapangan Karanggayam, sedangkan lapangan C adalah lapangan yang berada di sebelah timur lapangan utama yang sekarang menjadi gelanggang remaja.

“Niatnya, ketika zaman Belanda ada satu komplek besar yang terdiri dari tiga stadion. Tapi kenyataannya tidak bisa, akhirnya baru Tambaksari yang jadi stadion beneran,” ucap Dhion.

Persebaya lantas menggunakan lapangan Karanggayam untuk menjalankan kompetisi internal serta untuk tempat berlatih tim junior maupun senior. Tim senior Persebaya baru menggunakan lapangan Tambaksari ketika jadwal mereka bentrok dengan agenda kompetisi internal.

Sampai tahun 1973, lapangan Karanggayam itu hanya berbentuk tanah lapang biasa. Baru pada era kepemimpinan Kolonel Djoko Soetopo (1967-1975 dan 1977-1982), Persebaya membangun Gedung Persebaya (mes sisi timur).

Gedung itu dibangun untuk tempat berkumpul serta tempat singgah sebagian pemain dan pengurus Persebaya. Sebelum Gedung Persebaya dibangun, para pemain dan pengurus Persebaya menggunakan sebuah rumah di Jl. Dharma Rakyat, tak jauh dari Jl. Karanggayam.

“Persebaya (mulanya,red) latihan di lapangan Karanggayam sama Tambaksari tapi mess-nya tidak disitu, di Dharma Rakyat. Sampai tahun 80an pindah Karanggayam tapi sisi dekat kuburan, ada kan bangunan tidak dipakai,” ungkap Dhion.

Meski sempat berpindah tempat tinggal, para pemain Persebaya tidak pernah berpindah tempat latihan. Lapangan Karanggayam tetap menjadi lapangan utama untuk menyelenggarakan kompetisi internal dan latihan rutin Persebaya senior.

“Baru pada tahun 90an awal, setelah Persebaya juara Perserikatan 87/88 dibangunlah mess pemain Persebaya, dan itulah yang kita kenal sebagai mess Eri Irianto.”

Wisma Persebaya Sebagai Bonus Gelar Juara 1987/88?

Saat itu, 27 Maret 1988, Persebaya menasbihkan diri sebagai juara Perserikatan setelah mengalahkan Persija 3-2 di Stadion Utama, Senayan, Jakarta. Gelar itu sekaligus sebagai pelipur lara setelah Persebaya kalah 0-1 atas PSIS Semarang di partai final satu musim sebelumnya.

Selayaknya tim yang meraih gelar juara, Nuryono Haryadi cs pun diarak keliling kota, dari Bandara Juanda ke Grahadi dan menuju titik akhir di restoran Mahkota. 

Di restoran yang terletak di sekitar Monumen Bambu Runcing itu, ketua umum Persebaya yang juga Walikota Surabaya, Poernomo Kasidi mengumpulkan seluruh pemain dan pengurus bersama pengusaha-pengusaha asal Surabaya. Salah satu agendanya adalah penggalangan dana.

“Saat kembali ke Surabaya (dari Jakarta) kami diarak dari Juanda ke Grahadi lanjut ke Kotamadya dan langsung ke Mahkota. Disana pengusaha juga dikumpulin, diminta partisipasinya,” kata bek kanan Persebaya ketika juara 1987/88, Muharom Rusdiana.

“Pengusaha langsung secara spontanitas, saya segini, saya segini. Waktu itu ada Pak Mangindaan (Ketua Harian Persebaya yang juga Danrem 084/Baskara Jaya Kodam V Brawijaya), (yang bertanya) kamu berapa, angkat tangan siapa yang mau berpartisipasi.” 

“Saya masih ingat waktu itu kurang lebih terkumpul 63 juta,” beber Muharom. *

Tidak hanya uang, pengusaha-pengusaha itu juga memberi bonus mobil untuk keperluan kantor dan bahkan ada yang menjanjikan rumah. Hal itu diungkapkan oleh Maura Hally.

“Ada pengusaha namanya Rahardjo yang punya dealer Mitsubishi jalan Kedungdoro, memberi 2 unit mobil L300.”

“Ada juga pengusaha mau kasih tanah di Rungkut, mau ditukar dengan tanah yang jadi perumahan Laguna (Kenjeran). Tanah tersebut sekarang jadi perumahan Rungkut Tengah,” beber Hally. **

Nah, rencananya, sejumlah dana yang terkumpul akan dibagikan kepada seluruh pemain Persebaya. Tapi, menurut Muharom, Poernomo Kasidi mengusulkan agar dana itu digunakan untuk membangun mess untuk tempat pemusatan latihan (TC) para pemain Persebaya. *

“Singkatnya wisma itu bonusnya teman-teman. Bonus dari pengusaha-pengusaha waktu itu. Begitu duit dikumpulkan di bendahara, besoknya pak Pur punya ide, bagaimana kalau uang bonus ini untuk pembangunan wisma, nanti kurangnya bisa minta bantuan rekan-rekan. Soalnya kalian sudah dapat kenang-kenangan rumah di Jalan Gunungsari,” kata Muharom. **

“Jadi pak Pur berpesan, yang penting kalian sudah punya wisma, bukan mikir sekarang, tapi juga untuk adik-adik kalian, dikenang untuk seterusnya selamanya. Makanya teman-teman sepakat tidak apa-apa.”

Grafis: Iwan Iwe/EJ

Saat juara 1987/88, Persebaya memang belum mempunyai tempat pemusatan latihan (TC) yang terintegrasi. Meski sehari-hari berlatih di lapangan Karanggayam atau Tambaksari, para pemain Persebaya harus berpindah-pindah tempat menginap.

Paling sering, di era kepemimpinan Poernomo Kasidi, para pemain Persebaya diinapkan di Stadion Gelora 10 Nopember atau mess atlet KONI di dekat Asrama Haji. Para pemain baru merasakan nyamannya tinggal di hotel beberapa hari jelang pertandingan.“Pak Pur nggak tega lihat mess Persebaya sebelah timur. Persebaya kemudian pindah ke Sukolilo sebelah Asrama Haji, nyewa di situ, kadang-kadang di Gelora 10 Nopember. Kalau mendekati (pertandingan) baru pindah ke hotel Cendana, sudah seperti rumah sendiri, tiap tahun sudah di booking,” kata Muharom.

Agar latihan serta TC berjalan lebih efektif dan efisien maka dibangunlah mess Persebaya. Manajemen Persebaya selanjutnya tidak perlu lagi mengeluarkan biaya sewa untuk hotel atau penginapan.

Para pemain tidak harus jauh-jauh naik bus untuk datang TC atau latihan di lapangan Karanggayam. Selain untuk TC, mess Persebaya juga bisa jadi lokasi sejarah yang diwariskan secara turun temurun.

“Walikota Purnomo Kasidi sudah memikirkan adanya mess, tidak perlu sewa, karena biaya tinggi kan kalau harus menginap di hotel, TC harus naik bus. Ke lapangan Persebaya masak naik bus. Karena ada penginapan jadi tinggal lari ke lapangan,” kata Abdul Muis, mantan wartawan Jawa Pos yang saat itu bertugas meliput Persebaya.

“Setelah mess dibangun aktivitas berdekatan, tersusun secara rapi, jadi kehidupan lebih terarah dan terkontrol,” kata pengamat sejarah Persebaya sekaligus Dosen Sejarah UNESA, Rojil Bayu Aji.

Wisma Persebaya Diresmikan Oleh Almarhum Gus Dur

Wisma Persebaya akhirnya diresmikan pada tanggal 25 April 1993. Menurut penuturan sejumlah pemain, selain Walikota Poernomo Kasidi, wisma tersebut juga diresmikan oleh Gus Dur (Abdurrahman Wahid).

“Saya ingat yang meresmikan almarhum Gus Dur, bukan manggil tapi Gus Dur punya inisiatif untuk meresmikan,” kata Muharom.

“Tahun 92-an selesai terus TC disitu, kami bisa menikmati. Sebetulnya waktu itu ada nama-nama prasasti ditempel di tembok, nama pemain juara, yang andil sebenarnya untuk wisma itu.”

Hampir senada dengan Muharom, gelandang nomor 10 Persebaya saat juara 1987/88, Maura Hally juga menyebut jika mess diresmikan sekitar tahun 1993. Saat itu, Persebaya sedang mempersiapkan tim untuk kompetisi perserikatan 1993/1994.

“Gedung itu diresmikan oleh mantan presiden kelima Gus Dur.” “Saya satu musim merasakan TC di situ, pertama saya masuk ada saya, Yongky (Kastanja), Subangkit, Agus Winarno jelang musim 1993/94,” kata Hally.

“Tahun-tahun itu kami juga bintal (pembinaan mental) di 516 (Batalyon Infanteri 516, Kodam V/Brawijaya). Waktu itu ada 2 tim untuk seleksi, Persebaya Suro dan Boyo. Disitu tim Suro dan Boyo sudah masuk mess, jadi sudah diresmikan 93, kami yang menempati awal pertama,” ingat Hally.

Tribun lapangan Persebaya kini telah rata dengan tanah. Foto: Joko Kristiono/EJ

Era Wisma Eri Irianto, Dualisme dan Jadi Objek Sengketa

Sejak tahun 1993, mess Persebaya itu terus digunakan oleh para pemain senior Persebaya untuk TC. Kompetisi internal pun berjalan rutin tiap tahun di lapangan Karanggayam dan Stadion Gelora 10 Nopember.

Pada tahun 2000, Wisma Persebaya kemudian dinamai mess Eri Irianto. Itu untuk menghormati jasa Eri yang meninggal dunia seusai laga Persebaya melawan PSIM Yogyakarta di Stadion Gelora 10 Nopember tanggal 3 April 2000. 

Wisma Persebaya, atau mess Eri Irianto itu kemudian terus digunakan para pemain senior Persebaya sampai era Persebaya 1927 di tahun 2013. Saat itu para pemain Persebaya harus keluar dari mess karena Persebaya tak diakui PSSI.

Meski begitu, lapangan Karanggayam tetap digunakan oleh klub internal Persebaya untuk mengadakan kompetisi internal Persebaya. Selain itu Wisma Eri Irianto juga digunakan sebagai markas perjuangan Bonek untuk memperjuangkan Persebaya asli.

“Katakanlah kalau senior sampai dualisme (menempati wisma,red), terakhir sampai 2013. Kalau tidak sampai dualisme, alasannya klasik, karena wismanya perlu direnovasi, sudah mulai rapuh di sana sini, tapi lapangan tetap dipakai,” kata Dhion.

“Setelah 2013, kompetisi internal masih pakai (lapangan Karanggayam,red), Askot juga masih pakai, Karanggayam masih terus diputar tapi frekuensinya tidak sesering sebelumnya.”

Kehidupan di lapangan Karanggayam atau Wisma Persebaya itu baru kembali pulih setelah Persebaya diakui PSSI pada tahun 2017. Meski tak lagi digunakan untuk mess pemain, tapi denyut lapangan Karanggayam tetap berdetak karena adanya kompetisi internal Persebaya.

Ratusan bahkan ribuan pemain pun bisa kembali bermimpi mengikuti jejak pemain senior macam Bejo Sugiantoro, Uston Nawawi, Anang Maruf, Mat Halil atau Andik Vermansah. Rachmat Irianto dan Koko Ari Araya merupakan 2 pemain senior Persebaya yang sempat mencicipi kompetisi internal Persebaya di tahun 2017.

Namun, sejak pertengahan 2019 tahun lalu, lapangan Karanggayam mati suri. Persebaya terpaksa berpindah lapangan karena adanya sengketa kepemilikan antara Pemkot Surabaya dengan PT Persebaya Indonesia. 

Lapangan sepak bola bersejarah itu pun kini sudah tak berbentuk. Wisma digembok, gawang-gawang dicabut, lapangan diuruk, tribun bersejarah yang berusia puluhan tahun itu pun harus ambruk. Persebaya sedang kehilangan rumahnya, tempat ribuan pemain muda ditempa selama lebih dari 50 tahun terakhir. (riz)

Catatan:

*) Belum ada data pasti apakah uang bonus dari pengusaha itu dialihkan seluruhnya menjadi mess atau tidak. 

**) Hadiah rumah dari pengusaha kepada pemain juara 1987/88 itu akhirnya tidak terealisasi. Baik perumahan di daerah Rungkut, maupun di daerah Gunungsari. Maura Hally bercerita jika Walikota Poernomo Kasidi, sebelum wafat, sempat meminta maaf karena belum bisa menepati janjinya.

The post Sejarah Lapangan Karanggayam, Lebih Dari 50 Tahun Hanya Untuk Persebaya appeared first on Emosi Jiwaku.

]]>
30599
Wisma Karanggayam Milik Siapa? https://emosijiwaku.com/2020/02/03/wisma-karanggayam-milik-siapa/ Mon, 03 Feb 2020 05:35:51 +0000 https://emosijiwaku.com/?p=30592 Menempati lebih dari 20 tahun, PT Persebaya Indonesia (PT PI) merasa berhak untuk menguasai Wisma Karanggayam. Namun, Pemkot Surabaya juga memiliki bukti kepemilikan berupa Sertifikat Hak Pakai dan surat Izin Mendirikan Bangunan. Dua dokumen yang akhirnya digugat kepemilikannya oleh PT PI.

The post Wisma Karanggayam Milik Siapa? appeared first on Emosi Jiwaku.

]]>
EJ – Menempati lebih dari 20 tahun, PT Persebaya Indonesia (PT PI) merasa berhak untuk menguasai Wisma Karanggayam. Namun, Pemkot Surabaya juga memiliki bukti kepemilikan berupa Sertifikat Hak Pakai dan surat Izin Mendirikan Bangunan. Dua dokumen yang akhirnya digugat kepemilikannya oleh PT PI.

***

Pada tanggal 17 September 2019, PT PI resmi mengajukan gugatan kepada Pemkot Surabaya. PT PI menganggap Sertifikat Hak Pakai dan surat Izin Mendirikan Bangunan yang dimiliki Pemkot Surabaya tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum.

Persebaya, yang sudah menghuni Wisma Karanggayam secara berpuluh-puluh tahun, dianggap lebih berhak untuk mengajukan dan memperoleh sertifikat tanah dan juga IMB. 

Tak hanya itu, PT PI juga menuntut ganti rugi kepada Pemkot Surabaya sebesar 1 milyar rupiah. Itu sebagai akibat dari aksi Pemkot Surabaya yang membongkar tribun, gawang, dan juga tembok pembatas di Lapangan Karanggayam.

Kronologis Konflik, Bermula Sejak Tahun 2017

Tak sampai 6 bulan setelah PT PI diakuisisi oleh Azrul Ananda pada bulan Februari 2017, pemkot Surabaya langsung mengagendakan pertemuan dengan manajemen Persebaya.

Pemkot ingin menegaskan bahwa, Wisma Karanggayam (termasuk di dalamnya adalah gedung/wisma lama, gedung/wisma baru Eri Irianto dan lapangan Karanggayam) merupakan aset milik mereka.

“Sekitar tahun 2017 ada panggilan kepada manajemen PT PI. Ada jaksa, ada orang Pemkot, dari kami ada pak Saleh (Hanifah), mas Candra (Wahyudi), pak Cholid (Goromah), di situ diumumkan bahwa Karanggayam milik pemkot,” beber Ketua Koperasi Surya Abadi yang menaungi 20 klub internal Persebaya, Maurits “Champ” Pangkey.

Dalam pertemuan itu pihak Pemkot Surabaya tak langsung menunjukkan sertifikat kepemilikan Wisma Karanggayam. Manajemen Persebaya pun tak begitu saja menerima klaim tersebut. Pihak PT PI bahkan ingin langsung menguji secara hukum klaim dari Pemkot Surabaya.

“Tapi pihak kejaksaan segan dan sempat bilang tidak usah, pokoknya pakai saja dulu,” ungkap Champ.

Namun, meski dipersilakan, pada bulan Juli 2017, Pemkot Surabaya mulai melakukan aksi dengan memasang palang tepat di pinggir lapangan Karanggayam. Siapapun yang duduk di tribun “VIP”, pandangannya pasti akan terganggu dengan papan bertulis “Tanah Aset Pemerintah Kota Surabaya” itu.

Pihak PT PI masih bersabar. Sebab, meski dipasang palang, kompetisi internal tahun 2017 masih bisa terselenggara sesuai jadwal. Indonesia Muda ketika itu berhasil meraih gelar juara kompetisi internal pada bulan Oktober 2017.

Pada perkembangannya, di tahun 2018, pihak pemkot lalu menawarkan hubungan hukum dengan Persebaya untuk penggunaan Wisma Karanggayam. Tapi, Persebaya tak begitu saja mengiyakan tawaran tersebut.

“Tunggu dulu, sertifikatnya mana dulu, kami ingin lihat, jangan-jangan tidak punya dasar apa-apa,” kata Champ.

Merespon permintaan PT PI, Pemkot Surabaya akhirnya mengirimkan salinan Sertifikat Hak Pakai tahun 1995 beserta surat Izin Mendirikan Bangunan tahun 1998. Dokumen yang kemudian dipertanyakan dasarnya oleh pihak PT PI.

“Akhirnya mereka kasih, tapi sek-sek, Persebaya kan sudah menempati itu tahun 60-an. Lha terus atas dasar apa mereka nyaplok,” ungkap Champ.

Sejak saat itu, menurut Champ, PT PI mulai menimbang peluang untuk membawa kasus Wisma Karanggayam ke jalur hukum.

“Kami masih tidak percaya (sertifikat) itu. Dalam 1 tahun setelah fotokopi sertifikat, kami meninjau ke praktisi-praktisi hukum, tanya peluang kami seperti apa. (Niatnya) setelah mantap baru kami ajukan,” tutur Champ.

Namun, belum melangkah kesana, Pemkot Surabaya sudah lebih dulu melakukan aksi penggembokan Wisma Karanggayam pada bulan Mei 2019. Sempat berjanji untuk membuka segel, pihak Pemkot ternyata malah melakukan pembongkaran tribun pada bulan Juli 2019.  

Merasa dipermainkan, pihak PT PI akhirnya mantap untuk mengajukan gugatan kepada Pemkot Surabaya pada bulan September 2019. PT. PI menganggap pemkot telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan memiliki Sertifikat Hak Pakai dan surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Wisma Karanggayam.

Sebagai pengelola Wisma Karanggayam selama lebih dari 50 tahun, Persebaya merasa berhak untuk mengajukan dan memperoleh IMB terhadap bangunan lapangan Karanggayam, gedung/wisma Persebaya lama dan juga gedung/wisma Persebaya baru (wisma Eri Irianto).

mess
Para pemain Persebaya ketika santai di kamar Wisma Persebaya pada 1995. Dari Kiri: Hartono, Hari Saptono, Basuni Alwi, Bejo Sugiantoro, Bagong Iswahyudi, Akhmad Junaidi. (Foto: Kholili Indro)

Menguasai Sejak 1967, PT PI Merasa Lebih Berhak Miliki Wisma Karanggayam

Dalam dokumen gugatan yang diajukan, PT PI mendalilkan bahwa mereka sudah menguasai lapangan Karanggayam sejak tahun 1967. Pada tahun-tahun tersebut, kompleks Karanggayam belum berbentuk bangunan, tapi baru sekadar sepetak tanah lapang.

Persebaya kemudian terus mengembangkan lapangan Karanggayam. Mereka membangun Gedung Persebaya (mess Persebaya lama) pada tahun 1973 serta membangun mess baru (Wisma Persebaya/mess Eri Irianto) di sisi barat pada tahun 1992. 

“Semua atas atas dana swadaya masyarakat dan pengurus,” kata kuasa hukum PT PI, Yusron Marzuki.

Berdasar dalil kepemilikan itu, Persebaya merasa heran Pemkot Surabaya bisa mengajukan Sertifikat Hak Pakai pada tahun 1995. Selain itu Pemkot Surabaya juga mendapat IMB di tahun 1998. 

“(Persebaya) menguasai tanah secara terus menerus, dirawat dan tidak ditelantarkan. Sementara Pemkot dalilnya tahun 1995 terbit Sertifikat Hak Pakai. Kenapa itu tidak ditunjukkan pada tahun 1995 dan baru ditunjukkan sekarang?” ucap Yusron bertanya-tanya.

“Ada yang tidak beres, ada apa? Kalau memang tahun 1995 terbit Sertifikat Hak Pakai ya tunjukkan waktu itu. Selama ini kami latihan tidak ada masalah, baru tahun 2019 diusir dibongkar.”

Yusron pun menganggap Persebaya, dalam hal ini PT. PI, lebih berhak untuk mendapatkan sertifikat tersebut. Sebab, Persebaya sudah menguasai lapangan Karanggayam lebih dari 20 tahun.  Itu sesuai dengan pasal 1955 dan 1963 KUH Perdata.

Dua pasal itu berbunyi:

1955. Untuk memperoleh hak milik atas sesuatu dengan upaya lewat waktu, seseorang harus bertindak sebagai pemilik sesuai itu dengan menguasainya secara terus-menerus dan tidak terputus- putus, secara terbuka di hadapan umum dan secara tegas.

1963. Seseorang yang dengan itikad baik memperoleh suatu barang tak bergerak, suatu bunga, atau suatu piutang lain yang tidak harus dibayar atas tunjuk dengan suatu besit selama dua puluh tahun, memperoleh hak milik atasnya dengan jalan lewat waktu.

“Kalau dalam pasal 1955 dan 1963 KUH Perdata kami ini sudah menguasai, bahkan merawat tidak menelantarkan. Jadi Persebaya bisa mengajukan permohonan hak, karena menguasai cukup lama. Lama itu berapa? 20 tahun lebih dan tidak ada gugatan dari pihak manapun,” kata Yusron.

Dalil Persebaya itu diperkuat dengan pasal 24 ayat (2) Peraturan Pemerintah (PP) No.24 tahun 1997 yang berbunyi; 

Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat-alat pembuktian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembukuan hak dapat dilakukan berdasarkan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutan selama 20 (dua puluh) tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran dan pendahuluan-pendahulunya, dengan syarat: 

    1. penguasaan tersebut dilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagai yang berhak atas tanah, serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya; 
    2. penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 tidak dipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yang bersangkutan ataupun pihak lainnya.

Menurut Yusron, jika salah satu syarat yang tertera dalam pasal 24 ayat (2) itu tidak terpenuhi, maka Sertifikat Hak Pakai yang diajukan Pemkot Surabaya tidak punya cukup kekuatan untuk dijadikan alat bukti.

“Sertifikat harus diterbitkan secara sah, artinya tidak terdapat cacat kewenangan, substansi, dan prosedur. Kemudian diperoleh dengan iktikad baik dan yang terpenting menguasai secara fisik, selama berpuluh-puluh tahun, dalam hal ini 20 tahun tidak ada gugatan, tidak ada keberatan dari pihak manapun,” tegas Yusron.

“Anehnya di sini yang terbit kok tidak pernah menguasai, ujug-ujug terbit gitu saja. Kalau sudah terlanjur terbit maka bagaimana? Maka tidak memiliki kekuatan sebagai alat bukti,” tandasnya.

Grafis: Iwan Iwe/EJ

Pemkot Tawarkan Hubungan Hukum, Kembalikan Wisma Ke Persebaya

Setelah PT PI mengajukan gugatan, Pemkot Surabaya melalui salah satu kuasa hukumnya, Muhammad Fajar mencoba memberikan klarifikasi. 

Menurutnya, Pemkot Surabaya sebenarnya tidak melarang Persebaya untuk menggunakan lapangan atau Wisma Karanggayam. Namun, karena gedung tersebut berstatus sebagai milik pemkot, maka harus ada hubungan hukum antara Pemkot sebagai pemilik dan Persebaya sebagai pihak yang menyewa.

“Kami tidak melarang, sangat mempersilakan agar digunakan. Hanya saja ini terkait aset pemkot. Kita harus mematuhi peraturan terkait barang milik daerah Permendagri 19 tahun 2016,” kata Fajar.

Hubungan hukum itu diperlukan untuk mewujudkan tertib administrasi. Sejak era kepemimpinan Tri Rismaharini, Pemkot Surabaya memang gencar untuk mengamankan aset yang diklaim milik pemkot.

Tidak hanya Wisma Karanggayam, Pemkot Surabaya juga berupaya mengamankan beberapa aset lain yang terancam dikuasai oleh pihak ketiga. Diantaranya yang sudah berhasil diamankan adalah Gedung Gelora Pancasila, aset Yayasan Kas Pembangunan (YKP) atau juga Jalan Kenari.

“Beberapa tahun ini kami menertibkan dan menyelamatkan aset. Gelora Pancasila kan kembali ke pemkot. Kemudian jalan di tengah (mall) Marvel, dulu itu diakui mereka, tapi sekarang dia bangun, tapi nyewa ke kami,” kata Fajar memberi contoh.

“Ini supaya kita tertib administrasi. Kalau tidak tertib administrasi semua kena, karena ada potensi pemasukan uang ke negara. Kalau potensi itu hilang berarti ada kerugian negara.”

“Semua kena, tidak cuma Pemkot tapi pihak pengguna juga. Jadi memang ini dalam langkah tertib administrasi. Kami minta semua pihak yang menggunakan aset pemkot harus ada hubungan hukum dengan pemkot, intinya itu,” tandas Fajar.

Dalam kesempatan wawancara terpisah, Jaksa Pengacara Negara Pemkot Surabaya, Yusar mengungkapkan jika polemik Wisma Karanggayam hanya masalah waktu saja. Menurutnya, Persebaya bisa kembali menggunakan lapangan Karanggayam ketika renovasi selesai dilakukan. 

“Kami mengambil alih pertama untuk renovasi, kedua untuk persiapan Piala Dunia U-21 karena untuk stadion pendukung. Setelah itu, karena fungsinya memang untuk tempat latihan Persebaya, maka nantinya memang untuk Persebaya. Kami sudah rapatkan dengan kepala Bappeko, ini hanya masalah waktu.”

Wakil Wali Kota Surabaya, Wisnu Sakti Buana, membuka Kompetisi Klub Internal Persebaya. Foto: Joko Kristiono/EJ

Tak Terbuai Janji Pemkot Surabaya

Namun, pihak PT PI tak ingin termakan dengan janji Pemkot Surabaya, apalagi jika Pemkot akhirnya tetap berstatus sebagai pemilik Wisma Karanggayam. Secara tegas Persebaya akan terus melanjutkan proses hukum hingga akhir.

“Kalau berkembang opini Pemkot mau menyerahkan pada Persebaya, menyerahkan dalam bentuk apa? Karena proses peralihan hak tidak semudah itu, ada macam-macam, ada jual beli, tukar menukar, wasiat, warisan, hibah.”

“Nah kalau menyerahkan begitu saja seperti apa? Hanya pengelolaan? Lalu kepemilikannya punya siapa? Kami tidak mau model-model seperti itu, model penyelesaian tunggu putusan perdata,” kata kuasa hukum PT PI Yusron Marzuki.

“Kami butuh keputusan pengadilan yang pasti, kami ingin merebut kembali tapi tidak mau dengan upaya damai. Jadi biar saja bergulir di pengadilan sampai putusan, sampai ada yang dimenangkan dan dikalahkan,” imbuhnya.

Penolakan itu juga ditegaskan oleh ketua Koperasi SAP, Maurits “Champ” Pangkey. PT PI jelas berkeberatan jika Wisma Karanggayam tetap dinyatakan sebagai aset Pemkot Surabaya. Perjuangan Persebaya untuk merawat Wisma Karanggayam selama puluhan tahun akan menjadi sia-sia.

“Mereka tidak pernah ikut merawat, itu kan tanah rislah dari Taman Remaja. Kami keberatan kalau mereka mengajukan, kapan dan dasarnya apa? Akhirnya kami uji,” kata Champ.

Apalagi, Pemkot selama ini dianggap sering ingkar janji. Setelah aksi penggembokan Wisma Karanggayam di bulan Mei 2019 misalnya, pemkot lewat Kepala Bappeko Surabaya, Ery Cahyadi menjelaskan jika penyegelan itu hanya masalah miskomunikasi. 

Saat itu ia menjanjikan untuk membuka Wisma Karanggayam dalam hitungan hari. Lapangan pun boleh digunakan kembali untuk keperluan kompetisi internal Persebaya. Janji yang kemudian tidak sepenuhnya terealisasi. 

Patok yang dipasang Pemkot Surabaya berdiri di pinggir lapangan Persebaya. Foto: Bimbim/EJ.

Wisma Persebaya (gedung untuk mess) akhirnya memang bisa dibuka, tapi lapangan Karanggayam masih dalam keadaan terkunci saat klub internal Persebaya memulai kompetisi seusai libur puasa pada Sabtu (22/6/2019). Pertandingan antara Indonesia Muda melawan Untag Rosita pada hari itu terpaksa ditunda.

Satu pekan setelahnya, pemkot sempat membuka kunci gembok lapangan Karanggayam. Pengurus internal Persebaya pun akhirnya merilis jadwal baru. 

Namun, nyatanya, kompetisi internal kembali gagal terlaksana. Sebab, kali ini, tribun lapangan Karanggayam justru dibongkar. PT PI pun mempertanyakan niat baik Pemkot Surabaya untuk mengembalikan lapangan ketika renovasi selesai.

“Sempat bilang boleh di situ, tapi akhirnya tidak bisa. Mereka secara resmi mengelak,” keluh Champ. “Terus keluar dari omongannya sarana prasarana Dispora, 10 klub itu balik selesai masalah ini. Saksinya ada, saya tidak mengada-ada, saksinya ada dari karyawan Persebaya,” tuturnya.

Bonek di PN Surabaya (7/1). Foto: Rizka Perdana Putra/EJ

Karena itu PT PI akhirnya resmi mengajukan gugatan. Kini, awal Februari, proses persidangan sudah sampai tahap pembuktian. 

Sejak Desember 2019, pihak PT PI sudah mengajukan 5 saksi fakta. Kelima saksi itu adalah Imam Rifai (mantan pemain), Totok Risantono (mantan pemain dan pelatih), Dadi Riscahyanto (mantan pengurus), Agus Sanjaya (staf internal) dan Achmad (komisi wasit).

Terakhir, pada persidangan Selasa pekan lalu (28/1/2020) pihak PT. PI juga sudah mengajukan 1 orang saksi ahli yaitu Dr. Urip Santoso, SH, MH, dosen Hukum Agraria FH Universitas Airlangga.

Selanjutnya, Selasa pekan (4/2/2020) ini giliran Pemkot Surabaya yang akan menghadirkan saksi ahli. Paling cepat, hasil sidang Wisma Karanggayam baru akan diputuskan pada 18 Februari mendatang. (riz)

The post Wisma Karanggayam Milik Siapa? appeared first on Emosi Jiwaku.

]]>
30592