Secara Sosiologis, Lapangan Karanggayam Harus Diperuntukkan Untuk Persebaya

Para pemain Indonesia Muda tak bisa bermain karena pintu menuju lapangan Karanggayam digembok. Foto: Persebaya.id
Iklan

EJ – Terlepas apapun hasil persidangan, Wisma Persebaya harus digunakan kembali untuk pembinaan sepak bola klub Persebaya Surabaya.

Ade Herlingga, 18, pertama kali mencicipi bertanding di kompetisi internal Persebaya pada tahun 2017. Ketika itu usianya baru menginjak 15 tahun. Meski cukup belia, ia sudah dipercaya untuk menjadi striker inti di klub Maesa.

Sejak saat itu pula, Ade mulai merajut mimpinya untuk menjadi pemain Persebaya. Ia berharap bisa mengikuti jejak pemain lebih senior seperti Rachmat Irianto atau Misbakus Solikin. Dua sosok yang juga mengawali karir profesional di Lapangan Karanggayam.

Ade lantas tumbuh dan berkembang di Lapangan Karanggayam. Selama 3 musim terakhir, ia sudah mencetak 29 gol di lapangan yang berdiri tahun 1967 itu. Catatan apik yang membuat Ade akhirnya masuk ke dalam skuad Persebaya untuk Piala Soeratin U-17 2017 dan 2018.

Iklan

“Sangat bangga bisa main di Lapangan Karanggayam, banyak pemain internal yang akhirnya bisa main di klub profesional Liga 1. Sudah banyak juga kenangan yang saya lalui di lapangan itu,” ucap mahasiswa Jurusan Pendidikan Olahraga Unesa itu. 

Namun, pada bulan Juli 2019, Ade dan ratusan pemain kompetisi internal Persebaya lainnya harus “terusir”. 

Lapangan Karanggayam tak lagi bisa digunakan karena tribun, gawang dan bahkan tembok pembatasnya harus dirobohkan. Untuk pertama kalinya setelah 2 setengah tahun, Ade harus “mengungsi” ke luar Surabaya. Ade pun sebenarnya tak tahu menahu alasan dia dan kawan-kawannya harus pindah ke lapangan Brigif, Sidoarjo.

“Katanya lapangan mau direnovasi. Mungkin coach Rohadi (pelatih Maesa) beserta pelatih lainnya tidak mau membeberkan alasan ke pemain. Biar fokus ke kompetisi saja,” kata Ade.

Namun, bagaimanapun juga Ade merasa eman karena tidak lagi bermain di Lapangan Karanggayam. Bahkan, kini lapangan tersebut harus mangkrak karena konflik. 

Selama setengah tahun terakhir kompetisi internal pun harus berpindah ke Lapangan Brigif dan Lapangan Arhanud. Dua lapangan yang bahkan tidak menjadi bagian dari kota Surabaya.

“Sayang juga sih mas. Namanya kompetisi internal Persebaya, nyawanya ya harus bermain di lapangan bersejarah itu (Lapangan Karanggayam).” tutur Ade.

BACA:  Sudahi Konflik, Karanggayam Adalah Rumah Persebaya

Tanpa Lapangan Karanggayam, Persebaya Kehilangan Simbol

Kisah Ade mungkin mewakili apa yang dirasakan pemain-pemain internal Persebaya lainnya. Bahwa, mereka berniat datang ke Lapangan Karanggayam untuk mengikuti jejak langkah pemain-pemain top Persebaya yang pernah bermain disana.

Tercatat, selama 50 tahun terakhir Lapangan Karanggayam telah memproduksi ribuan pemain. Tak hanya untuk Persebaya, lapangan yang terletak tepat di sebelah Stadion Gelora 10 November itu juga menjadi saksi lahirnya pemain-pemain nasional.

Jacob Sihasale, Andjiek Ali Nurdin, Rudy William Keltjes, Hadi Ismanto, Johny Fahamsyah, Djoko Malis merupakan pemain-pemain nasional era-60 dan 70an yang pernah berlatih di lapangan Karanggayam.

Setelah itu disusul pula era Putu Yasa, Mustaqim, Syamsul Arifin, Budi Yohanes, Yongki Kastanja dan Yusuf Ekodono di tahun 80-an. 

Di awal 90-an, ketika Wisma Persebaya sebelah barat dibangun, muncul bakat-bakat baru seperti Bejo Sugiantoro, Uston Nawawi atau Anang Maruf. Sampai kini era Andik Vermansah dan Rachmat Irianto, tak terhitung sudah pesepakbola nasional yang pernah atau lama berlatih dan bermain di Lapangan Karanggayam.

“Jadi ketika sekarang ada pemain yang tampil di sana, ada aura yang berbeda. Suasana magis, ada semangat yang memang diciptakan disana,” tutur Rojil Bayu Aji, dosen sejarah Unesa sekaligus pengamat Persebaya Surabaya.

“Semua anak yang berada di Karanggayam bermain dengan penuh kebanggaan. Saya kedepan bisa jadi Bejo, saya kedepan bisa jadi seperti Mursyid (Efendi), saya kedepan bisa jadi Andik Vvermansah.”

Nah, kini, ketika akhirnya harus menjalani kompetisi internal di Sidoarjo, semangat itupun terancam luntur. Tidak ada kebanggaan yang begitu besar seperti ketika mereka bermain di Lapangan Karanggayam. 

Sama seperti Jurgen Klopp yang tidak memperbolehkan pemainnya menyentuh lambang “This Is Anfield” di lorong stadion, ada hal-hal diluar nalar yang juga diciptakan Lapangan Karanggayam untuk pemain-pemain internal Persebaya.

“Pemain muda kalau latihan di Karanggayam pasti senang. Lihat foto pemain, piala, anak-anak kecil pasti bangga. Mereka jadi punya keinginan, seperti Liverpool, harus dibangun seperti itu,” ucap Rojil.

BACA:  Sejarah Lapangan Karanggayam, Lebih Dari 50 Tahun Hanya Untuk Persebaya

“Bagi saya lapangan Persebaya disitu magisnya, lebih terasa semangatnya, Berhasil atau tidak timnya itu proses, tapi kalau simbol itu (lapangan Karanggayam) dihilangkan, pemain tidak ada kebanggan, tidak ada cita-cita, ngene ae wes,” ucapnya. 

Lupakan Masalah Hukum, Secara Sosiologis Karanggayam Harus Kembali Untuk Persebaya

Dosen Pendidikan Sejarah Unesa, sekaligus pengamat sejarah Persebaya, Rojil Bayu Aji menilai bahwa Lapangan Karanggayam, terlepas dari siapapun pemenang di pengadilan, peruntukannya harus dikembalikan untuk Persebaya.

Sebab, Lapangan Karanggayam dan Persebaya sudah menjadi satu kesatuan sejak puluhan tahun lamanya. Seseorang yang mengetahui Lapangan Karanggayam pasti juga akan mengenal lokasi tersebut sebagai tempat pembinaan pemain sepakbola di Surabaya. Persebaya dan Lapangan Karanggayam tidak bisa dipisahkan. 

“Secara sosiologis, lapangan Karanggayam ini menjadi saksi rentetan sejarah panjang dari Persebaya. Wisma Persebaya seharusnya digunakan sebagai salah satu petanda sejarah bahwa itu digunakan untuk kepentingan Persebaya lagi,” kata Rojil.

Karena itu, menurut Rojil, mess atau wisma Karanggayam seharusnya dijadikan sebagai sarana untuk memperkuat Persebaya, bukan sebaliknya. Tak hanya sekadar omong kosong belaka, tetapi juga berupa aksi nyata.

“Persebaya Surabaya dibanggakan, dielu-elukan, kalau berprestasi diberikan ucapan selamat, terima kasih telah membanggakan Surabaya. Tapi latihannya di luar Surabaya, ini kan miris secara sosial,” kata Rojil.

“Kalau memang mendukung ya ayo. Dalam prakteknya, lapangan Karanggayam harus difungsikan lagi untuk sepakbola Surabaya terutama Persebaya. Meski sekarang pengelolaan sudah terlepas (dari pemerintah), tetapi bukan berarti memutus,” harapnya tegas.

Karena itu, Rojil pun berharap pihak-pihak yang berkonflik bisa mencari jalan keluar. Terlepas hasil persidangan, Lapangan Karanggayam harus diperuntukkan kembali untuk pembinaan Persebaya Surabaya.

“Secara sosiologis dan historis harus difungsikan seperti itu. Kedepannya secara realistis harus duduk bersama, pihak-pihak yang memiliki kewenangan harus membahas solusi untuk memperkuat sepakbola Surabaya, sekarang klub di Surabaya ya cuma Persebaya, klub mana lagi yang bisa dibanggakan?” pungkasnya. (riz)

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display