SIVB Untold Stories (1): Mereka Di Balik Layar SIVB

Iklan

Jauh sebelum SIVB berdiri, orang-orang Belanda di Surabaya sudah mengawali inisiatif mendirikan bond sepak bola (SVB) sekitar tahun 1910-an. Anggotanya Tiong Hoa, Annasher, THOR, AJAX, HBS, dan lain-lain. Setiap tahun, selain melaksanakan kompetisi internalnya, SVB bersama dengan bond-bond Belanda dari kota-kota lain yang tergabung dalam NIVB (semacam PSSI) melakukan pertandingan satu sama lain dalam sebuah turnamen (stedenwedstrijden) untuk menentukan tim terbaik.

Beberapa tahun berikutnya, muncul ide untuk membentuk bond sepak bola yang menaungi bond-bond pribumi di Surabaya. Sejak itulah istilah SIVB (Soerabajasche Inlandsche Voetbal Bond) pertama kali mengemuka yaitu pada tahun 1925. Inisiatornya adalah seorang juru tulis perusahaan telepon Hindia Belanda dr. Soeroto. Namun perbedaan mendasar dari SIVB “lama” dan SIVB “baru” adalah penggunaan istilah Inlandsche. Inlandsche (inlander) adalah istilah yang lazim digunakan Pemerintah Hindia Belanda terhadap warga pribumi.

Sayang wacana tersebut tak sempat terealisasikan hingga 2 tahun kemudian. Sampai beberapa anggota Indonesische Studieclub benar-benar mewujudkan impian dr. Soeroto. Tahun 1927 SIVB (Soerabaiasche Indonesische Voetbal Bond) berdiri. Anggotanya tentu saja bond-bond pribumi seperti Tjahaja Laoet, Olivio, Sello, Hizbul Wathan dan lain-lain. Sebagai ketua, peserta sepakat menunjuk M Pamoedji (setidaknya untuk 5 tahun kedepan) yang saat itu kebetulan juga berprofesi sebagai juru tulis di kantor Kehakiman Pemerintah Hindia Belanda.

Indonesische Studieclub yang diketuai oleh dr Soetomo duduk kedua dari kiri, petinggi-petinggi SIVB antara lain : M Pamoedji, jongkok/lesehan paling kiri; JK Lengkong, Berdiri paling kanan; Dr Soebroto, duduk ke empat dari kiri. (Dikutip dari Nieuw Soerabaia oleh Von Fabel)
Indonesische Studieclub yang diketuai oleh dr Soetomo duduk kedua dari kiri, petinggi-petinggi SIVB antara lain : M Pamoedji, jongkok/lesehan paling kiri; JK Lengkong, Berdiri paling kanan; Dr Soebroto, duduk ke empat dari kiri. (Dikutip dari Nieuw Soerabaia oleh Von Fabel)

Indonesische Studieclub

Iklan

Indonesische Studieclub sendiri berawal dari kekecewaan Dr Soetomo terhadap Boedi Oetomo yang dirasa semakin Jawa sentris dari hari ke hari. Setelah memutuskan keluar [1] dari Boedi Oetomo, tak lama kemudian bapak pergerakan Indonesia ini mendirikan Indonesische Studieclub [2]. Tujuannya sederhana, yaitu untuk mendorong kaum terpelajar pribumi dalam memupuk kesadaran hidup bermasyarakat, berpengetahuan politik, mendiskusikan masalah-masalah nasional, dan sosial serta bekerjasama untuk membangun Indonesia (bukan Indonesia merdeka). Studieclub semacam ini menjamur di kota-kota lain. Di Bandung, Soekarno dkk mendirikan Algemene Studieclub.

Politik penghematan pemerintah Hindia Belanda selama krisis ekonomi tahun 1920-an membuat kehidupan rakyat Indonesia semakin susah. Ini mendorong Indonesische Studieclub (IS) lebih aktif melakukan kegiatan sosial ekonomi untuk meringankan penderitaan rakyat. Dari mendirikan asrama pelajar, wisma wanita (pelatihan untuk PSK agar punya kemampuan mencari pekerjaan lebih baik), Bank Pribumi, Kepanduan Soeryowirawan (M Pamoedji sempat menjadi ketua) [3], koperasi hingga olahraga.

BACA:  Photo Contest SIVB X SUROBOYOGRAPH: Melihat Keindahan Soerabajasche Indische Voetbal Bond di Jalan Tunjungan

Dalam prinsip organisasinya, IS bersifat moderat/cooperatie. Sehingga dalam prakteknya juga mendapat dukungan dari pemerintah Hindia Belanda. Berbeda dengan Algemene Studieclub Bandung yang didirikan oleh Soekarno cs yang menolak bekerjasama dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda (non cooperatie).

Namun jangan sekalipun beranggapan bahwa IS merupakan “antek” dari pemerintah kolonial Hindia Belanda. Karena tujuan utama IS adalah membantu memudahkan akses terhadap kehidupan yang lebih baik bagi warga pribumi.

Perjuangan IS ala dr Soetomo bukanlah melakukan konfrontasi langsung dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Melainkan melalui aksi-aksi nyata untuk membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik. Meskipun pada gilirannya justru memudahkan pekerjaan pemerintah kolonial Hindia Belanda.

Tahun 1930 IS berubah menjadi PBI (Persatuan Bangsa Indonesia). Tujuan dan sikap organisasi ini masih sama yaitu cooperatie. Lima tahun berselang, PBI bergabung dengan Boedi Oetomo dan berubah menjadi Parindra (Partai Indonesia Raya). Meski pada prakteknya “direstui” Belanda, karena sering “memudahkan” tugas mereka dalam mengatur daerah koloninya (Indonesia). Sesaat sebelum invasi Jepang, Parindra justru dimusuhi Belanda karena dianggap sebagai mata-mata Jepang yang akan menginvasi Hindia Belanda.

Lahir dari Golongan Cooperatie

Lalu apa kaitan SIVB dan IS? Benar, petinggi-petinggi SIVB [4] adalah tokoh-tokoh yang tergabung dalam IS yang diketuai Dr Soetomo. Sebut saja dr. Ng Soebroto dan M Pamoedji yang menjadi perwakilan SIVB pada kongres pendirian PSSI. Ada juga J.K Lengkong yang kemudian menggantikan M Pamoedji.

BACA:  SIVB Untold Stories (4): Persebaya Bukan (Hanya) SIVB

Jika mengacu pada runtutan kiprah tokoh-tokoh IS yang aktif dalam SIVB, jelas sekali bahwa tujuan berdirinya SIVB bukanlah untuk melawan hegemoni SVB. Bukanlah bentuk perlawanan melalui sepak bola, atau apapun istilahnya. Melainkan lebih pada penyediaan akses bagi bond-bond anggotanya terhadap sepak bola. Hanya untuk urusan sepak bola. Titik.

Lalu bagaimana dengan peristiwa boikot sepak bola tahun 1932 di Lapangan Pasar Toeri, bukankah itu juga bentuk perlawanan terhadap pemerintah kolonial? Meskipun tujuan awal SIVB bukanlah untuk melawan hegemoni SVB maupun bond-bond Belanda lainnya. Bukan berarti SIVB diam saja dan menjadi penonton saat pemerintah kolonial Hindia Belanda (NIVB) melarang wartawan kulit berwarna meliput pertandingan. Sikap yang justru sangat bertentangan dengan hakikat sepak bola itu sendiri.

SIVB bahkan terlibat sangat jauh dalam momen boikot tersebut. Bukankah ketua SIVB saat itu (M Pamoedji) beserta tokoh-tokoh pergerakan lainnya ikut bertanding dalam laga tandingan tersebut? Bukankah SIVB yang membiayai aksi tersebut?

Peristiwa tersebut juga menunjukkan keberanian SIVB mengimplementasikan perlawanan melalui sepak bola dalam melawan sikap diskriminasi pemerintah kolonial Hindia Belanda dengan efektif, terstruktur, dan terencana dengan matang. Sesuatu yang bahkan tidak terjadi di kota-kota lain yang sepakbolanya mendapat perlakuan tidak adil dari bond Belanda yang lahir lebih dulu.

Anggapan bahwa SIVB didirikan dengan tujuan perjuangan melawan sepak bola mungkin terlintas karena SIVB bersama bond-bond pribumi kota lain sepakat mendirikan PSSI yang memiliki pandangan non cooperatie. Jika memang SIVB didirikan bukan untuk melawan SVB, lalu bagaimana hubungan kedua bond tersebut? (Bersambung)

@bajulijonet

[1] http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/974/Indonesische-Studieclub-lSC
[2] Semacam kelompok diskusi
[3] Semacam pramuka, saat itu hamper semua organisasi memiliki underbouw (cabang) kepanduan
[4] M Pamoedji, Soebroto, JK. Lengkong dll

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display