Ketika menyaksikan Persib Bandung juara di Gelora Bung Karno (GBK), minggu (18/10) kemarin, saya merasa iri dan sedih. Bagi sebagian bonek yang saat ini masih duduk di bangku SMP atau SMA, mereka mungkin belum sempat menonton Persebaya berlaga di sana.
Stadion Utama Senayan, nama stadion sebelum GBK, adalah sebuah panggung yang agung buat Persebaya.
Persebaya sejak masih di era perserikatan sering memiliki kenangan manis di stadion itu. Bahkan jauh sebelum Arema, klub rival, itu ada atau lahir.Pesta juara terakhir di Senayan adalah saat Persebaya menang 3-1 atas Bandung Raya. Tepatnya 28 Juli 1997 atau 18 tahun lalu!
Generasi yang sekarang masih SMA belum lahir, kan? Saya beruntung menjadi salah satu generasi yang merasakan Persebaya juara di Senayan secara langsung. Kisah yang sama hampir terulang di tahun 1999 saat laga final melawan PSIS Semarang. Sayang, karena berbagai kejadian, final di pindah ke Stadion Klabat Manado. Hasilnya Tugiyo “Maradona”, pemain asal Purwodadi mengagalkan ambisi Persebaya buat juara.
Ada perbedaan rasa antara juara 1997 dengan juara 2004. Pada 2004, kompetisi memakai sistem kompetisi penuh. Artinya, tidak ada laga final.Hanya pertandingan terakhir melawan Persija Jakarta di Gelora 10 Nopember sangat menentukan. Tapi rasanya tetap beda. Senayan atau GBK adalah laksana kuil sakral buat sepakbola Indonesia.
Ada aroma atau perasaan magis di sana. Andai nanti ada Road to GBK di Piala Liga atau apapun itu, yah, seperti Piala FA di Inggris, di mana hanya ada pertandingan semifinal dan final main di stadion itu. Tidak semua pemain bisa menginjakkan kaki dan bermain di GBK. Ada kebanggaan saat bermain di sana.
Di saat Persib menjuarai Piala Presiden, Persebaya menjalani laga uji coba melawan Persatu Tuban. Ribuan bonek berangkat tur untuk pertama kalinya sejak kasus dualisme klub dialami Persebaya.
Walau sebagian bonek masih memboikot manajemen, bonek tetap membanjiri stadion Loka Jaya Tuban, tempat laga digelar.
saat tim ini main di Senayan yang sekarang SMA blm lahirrrrrr :)) pic.twitter.com/8OisP1PDaQ
— #StandYourHome (@bonekcasuals) October 21, 2015
Bisa dibayangkan kerinduan ribuan bonek menikmati aroma berlaga di luar Surabaya. Apalagi jika suatu saat nanti Persebaya main di GBK di partai puncak suatu kejuaraan.
Bonek bakal melakukan tret tett tett menggunakan semua moda angkutan. Mulai kereta api, mobil pribadi, kapal laut, sepeda motor, maupun nggandol truk. Inilah salah satu ciri khas bonek.
Mengaca kejadian sepulang dari Tuban kemarin, semua pihak wajib intropeksi diri. Bonek harus diakui masih ada yang mokong. Terlepas mana yang salah dan mana yang benar dari pemberitaan media.
Jika nanti ada kesempatan bermain di GBK, mulailah dari sekarang kita menyiapkan diri. Mental dan nyali bonek sudah tidak diragukan. Yang harus diperbaiki adalah sopan santun di jalan yang dilalui baik berangkat maupun pulang. Mulailah dari diri kita, niscaya semua akan membaik.
Jika GBK bisa ngomong, saya yakin stadion itu kangen tingkat dewa dengan Bonek. Begitu juga sebaliknya.
Saat ini, kita hanya bisa iri dengan Bobotoh atau bahkan dengan Aremania dan Jakmania yang masih bisa melepas rindu dengan stadion era orde lama tersebut. Bersiaplah dari sekarang, yakinlah kesempatan kita menginjakkan kaki dan bernyanyi di sana akan datang dalam waktu yang tidak lama lagi.
Akan ada air mata suka cita ataupun duka cita disana suatu saat nanti. Karena sepakbola adalah romantisme yang tak tergantikan oleh apapun. Rasakan daya magisnya yang akan kita rindukan selamanya. Persebaya kapan Juara di GBK?