“Hanya ada dua pilihan, menjadi apatis atau mengikuti arus. Tetapi aku memilih untuk jadi manusia merdeka.” — Soe Hok Gie
Sejarah panjang Persebaya telah dimulai sejak penggabungan dua klub SIVB dan SVB pada tanggal 18 Juni 1927. Berbagai tulisan sejarah Persebaya sudah banyak ditulis. Sepanjang perjalanannya, Persebaya banyak menghasilkan prestasi, pemain dan pelatih nasional yang melegenda.
UU No 03 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional yaitu bahwa pendanaan olahraga profesional tidak lagi boleh menggunakan APBD. Menyikapi UU tersebut, pada tahun 2009, PSSI melalui Badan Liga Sepakbola memberi syarat kepada klub peserta ISL agar berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) untuk dapat mengikuti kompetisi tersebut.
Pada 16 Juli 2009, Persebaya membentuk badan hukum PT. Persebaya Indonesia (PT PI) melalui Notaris Justiana, SH dengan nomor Akta 24. Diterbitkan pula surat pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan nomor AHU-42710.AH.01.01 tertanggal 11 Agustus 2009. Pembentukan PT PT PI dikuatkan dengan Surat PSSI melalui Badan Liga Indonesia, Nomor 0735/A-08/BLI-3.1/VII/09, tanggal 27 Juli 2009, perihal Pembentukan Badan Hukum Klub Persebaya Surabaya.
Dari akte tersebut, kepemilikan hanya dikuasai tiga orang, masing-masing Saleh Ismail Mukadar (50 persen), Cholid Goromah (30 persen) dan Suprastowo (20 persen). Menurut keterangan beberapa pihak, saham yang dimiliki Suprastowo mewakili Koperasi Surya Abadi Surabaya yang beranggotakan klub-klub internal. Dalam struktur manajemen, Saleh bertindak selaku Komisaris Utama dan Cholid sebagai Direktur Utama.
Komposisi kepemilikan saham sangat janggal apabila dikaitkan dengan sejarah Persebaya. Apa bentuk kejanggalannya? Peralihan dari Perserikatan ke badan hukum berupa PT sangat aneh. Selama menjadi tim Perserikatan, Persebaya didanai sepenuhnya Pemkot Surabaya di awal-awal Liga Indonesia dengan dana APBD dan “sponsor” yang menjadi rekanan Pemkot. Peralihan ini menjadi sangat aneh mengingat Pemkot sebagai salah satu pemberi dana dan penyedia fasilitas tidak ada dalam komposisi kepemilikan saham.
Kejanggalan lain adalah dari mana Saleh dan Cholid mendapatkan persentase saham yang begitu besar? Apakah saat itu mereka ada dalam kepengurusan Pengurus Cabang (Pengcab) PSSI Surabaya dan karena itu menganggap mereka sebagai wakil Pemkot?
Bagi saya, ini sangat aneh. Mereka bukanlah pejabat pemerintahan. Seharusnya, jika mengatasnamakan pemerintah, saham bisa langsung diatasnamakan Pemkot dan bukannya perorangan. Atau, ada semacam pembelian Klub dari Pemkot, semacam tukar guling setelah sebelumnya selalu didanai APBD. Yang menjadi Wali Kota pada tahun 2009 adalah Bambang DH yang notabene orang dekat Saleh di PDIP.
Klub internal juga melakukan langkah janggal. Langkah yang sepertinya atas sepengetahuan Pengcab saat itu. Saya belum mendapatkan data 30 klub internal yang “ikut” mendirikan PT PI. Data yang ada adalah data 30 klub saat sekarang. Apakah 30 klub yang ada sekarang sama dengan yang 30 klub yang turut mendirikan PT PI? Apakah koperasi yang mengatasnamakan pemilik Klub internal yang juga diatasnamakan Suprastowo benar-benar ada? Jika ada, kenapa sampai saat ini tidak ada aktifitasnya? Apakah fiktif? Jika memang ada, tolong buka daftar anggota serta legalitas koperasinya.
Dalam akte pendirian, hanya ada tiga nama sehingga jika diadakan RUPS, sebenarnya cukup tiga nama tersebut. Secara tertulis, klub internal tidak mempunyai atau memiliki saham PT PI. Jadi secara langsung, mereka tidak memiliki Persebaya. Kecuali Cholid dan Suprastowo yang menjadi salah satu pengurus klub internal. Jika memang prosesnya normal, semestinya proses pembagian saham di awal akan dibagi rata atau proposional kepada 30 klub anggota pendiri. Mengapa hal ini tidak dilakukan? Ini juga menjadi tanda tanya besar.
Mengapa saya mengusulkan segera dilakukannya RUPS? Tujuannya, agar kita bisa mendudukan sesuatu pada tempatnya secara proposional sesuai sejarah. Dan ini untuk kebaikan masa depan Persebaya. Saat ini, Saleh dan Cholid tidak lagi menjadi pengurus Pengcab PSSI yang sekarang disebut asosiasi kota atau askot tersebut. Lalu, mengapa mereka masih memegang saham dengan nilai yang sangat besar dengan peralihan yang sangat janggal?
Menggugat kepemilikan saham adalah tentang kepemilikan saham yang tertera pada akte pendirian PT PI. Bukan bermaksud mundur menjadi Perserikatan, akan tetapi membuat kepemilikan saham lebih terbuka dan jelas bagaimana status tanpa kehilangan akar sejarahnya. Pemkot Surabaya mempunyai hak milik atas Persebaya. Begitu juga klub internal yang berjumlah 30 diawal pendirian. Klub internal wajib mempunyai saham secara langsung. Dalam era industri sepakbola, tidak menutup kemungkinan ada korporasi atau konsorsium yang bisa membeli saham dari PT PI ini. Di sinilah pentingnya bagi Pemkot melalui badan usahanya untuk tetap memiliki saham. Begitu juga dengan klub internal atau bahkan bonek sendiri sebagai suporter. Ini dilakukan untuk tetap menjaga sejarah dan perlindungan terhadap kekhawatiran akan berpindahnya homebase Persebaya.
Nasi sudah menjadi bubur, sudah selama tujuh tahun sejak perseroan berdiri, Pemkot seakan acuh terhadap permasalahan ini. Tahun ini, saat terjadi masalah yang melingkupi Persebaya, inilah waktu yang tepat untuk mengambil alih atau membeli sebagian saham Persebaya. Mendesak pemegang saham untuk melakukan RUPS dan memaksa mereka menghitung ulang aset dan komposisi saham perseroan. Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Persebaya adalah Surabaya, Surabaya adalah Persebaya.
Bagaimana pendapat bonek? Akankah Bonek masih terus dimanfaatkan para pengurus? Atau mau menjadi bagian dari Persebaya yang bisa mengontrol klub dengan menjadi pemilik? Pemilik, pengurus, pemain, pelatih bisa berganti, tapi Bonek akan ada selamanya untuk Persebaya. Soe Hok Gie telah memilih, sekarang giliran anda! (*)