EJ – Lagi dan lagi. Kekerasan demi kekerasan terjadi di persepakbolaan tanah air. Belum sebulan SK pembekuan PSSI dicabut, kondisi sepak bola Indonesia tak juga membaik. Kekerasan seperti tak pernah habis.
Setelah Muhammad Fahreza, suporter Persija yang meninggal akibat penganiayaan yang dilakukan petugas keamanan, kemarin (22/5/16) terjadi bentrok antar suporter. Laga antara Persegres Gresik United vs PS TNI di Stadion Petrokimia Gresik diwarnai perkelahian antar dua kelompok suporter.
Menurut Tribunnews.com, bentrok diawali pencopotan spanduk dukungan PS TNI oleh kelompok Ultras Persegres. Hal itu memicu kemarahan pendukung PS TNI. Mereka mengejar pelaku pencopotan dan mengeroyoknya. Tak terima perlakuan tersebut, kelompok Ultras ramai-ramai membela. Bentrok kedua kelompok suporter pun makin meluas. Kejadian itu menyebabkan puluhan suporter Persegres Gresik luka-luka.
Masyarakat banyak mengecam perilaku pendukung PS TNI yang menggunakan kekerasan. Netizen pun tak ketinggalan mengkritik anggota TNI yang terlibat dalam kekerasan itu. Banyak yang kemudian menyerukan agar tentara dan polisi kembali ke barak dan tidak mengikuti kompetisi sepak bola. Kritikan tersebut seolah menyindir keberadaan dua klub yang berasal dari TNI dan kepolisian, yaitu PS TNI dan Bhayangkara Surabaya United.
Kapuspen TNI Mayjen Tatang Sulaiman menolak jika kekerasan yang dilakukan pendukung PS TNI berasal dari anggotanya.
“Kami belum bisa memastikan yang terlibat bentrokan adalah anggota TNI atau suporter kami dari masyarakat biasa,” ujarnya seperti dikutip dari Jawa Pos.
Pernyataan Kapuspen TNI sayangnya bertolak belakang dengan bukti foto-foto kejadian dan keterangan saksi-saksi di lapangan.
Masih banyak persoalan lebih penting yang harus diselesaikan aparat keamanan, contohnya terorisme. Sangat disayangkan jika mereka lebih sibuk mengurusi sepak bola ketimbang persoalan-persoalan yang lebih mendasar. Biarkan sepak bola dimiliki suporter yang notabene menginginkan tontonan yang menghibur. Suporter yang selama ini dihantui kekerasan suporter lain harus ditambahi ancaman kekerasan yang dilakukan aparat. Kembalikan kedaulatan sepak bola ke tangan suporter seperti dulu lagi. (iwe)