SEA Games merupakan pesta olahraga dua tahunan bangsa-bangsa Asia Tenggara. Indonesia sudah sering menjadi juara umum. Tapi, untuk cabang sepak bola, baru dua kali terealisasi yakni pada 1987 dan 1991. Kali terakhir meraih emas, sosok Ferril memegang peran penting karena menjadi kapten.
***
”Tunggu dulu sebentar. Saya lagi perjalanan habis main golf.” Pesan singkat dari Ferril Raymond Hattu masuk di telepon penulis.
Saat sampai di rumah, dia pun mengabari. Tak susah untuk mencari rumah lelaki yang kini berusia 54 tahun tersebut.
Dengan status mantan pesepak bola dan kapten Timnas Indonesia, petugas di Perumahan Nginden Intan, Surabaya, dengan gamblang menjelaskan secara detail rumah Ferril. Saat ditemui Sabtu sore (10/9/2016), dia menunggu di depan rumah.
”Stop. Jangan kelewatan,” sapa Ferril.
Dengan memakai celana pendek, Ferril menemui penulis di teras rumahnya. Tak banyak berubah dari sosoknya.
Badannya tak berlemak maupun perut yang membuncit. Postur Ferril hampir saat saat dia masih di lapangan hijau.
”Saya sudah jarang bermain sepak bola. Kini waktunya tercurah untuk pekerjaan dan bermain golf,” ungkap bapak tiga anak ini.
Ferril hanya turun ke lapangan sepak bola jika ada undangan dari rekan-rekannya. Baik di Persebaya Surabaya maupun Petrokimia Putra Gresik.
Padahal, dulu, sepak bola merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hidupnya. Apalagi, Ferril lahir dari keluarga sepak bola. Ayahnya, J.A. Hattu merupakan salah satu pelatih Persebaya.
”Sejak kecil saya sudah bermain sepak bola. Latihannya di Lapangan Karangpilang, Surabaya,” ujarnya.
Dia berlatih di lapangan tersebut karena lokasinya tak jauh dari tempat tinggalnya. Ferril tinggal di Karangpilang karena ayahnya merupakan direktur di perusahaan daerah di sana.
”Klub saya HBS. Hingga saat ini, saya ketua sekaligus pemilik klub tersebut,” ungkap Ferril.
Dengan skill yang dimiliki, pada 1978, dia mendapat panggilan untuk masuk Persebaya Junior. Saat itu, jelasnya, dia satu angkatan dengan Nuriono Hariyadi, yang kelak menjadi kapten Persebaya Senior saat menjadi juara peserikatan 1987/1988.
”Jadi masih banyak yang nggak tahu bahwa saya pernah membela Persebaya. Tahunya kan saya pemain Petrokimia Gresik,” ucap Ferril.
Dia berposisi sebagai gelandang serang. Bahkan, lanjut dia, kadang dia ditempatkan di sisi lapangan karena dinilai mempunyai kecepatan.
”Setelah dari junior, saya dipromosikan ke senior. Saat itu, pemain senior banyak yang pindah ke Galatama yang baru berdiri,” jelas Ferril.
Pemain senior yang tersisa, kenangnya, hanya Subodro. Joko Malis dan Rudi Keltjes ke Niac Mitra.
Dengan ditinggal senior, Persebaya gagal menjadi juara. Posisi terhormat jatuh ke tangan Persiraja Banda Aceh, Aceh.
”Saya setahun di Persebaya Senior. Setelah itu, saya masuk ke Niac Mitra,” ujar Ferril. (Bersambung)