Karir kepelatihan Jacksen F. Tiago dimulai dari bawah. Tapi, dari situlah kesuksesannya dimulai.
***
Pensiun sebagai pemai pada musim 2001 tak membuat Jacksen Fereira Tiago pulang kampung ke Brasil. Tenaga dan pikirannya masih laku.
Dia dapat kepercayaan menjadi pelatih di Assyabaab, sebuah klub anggota internal Persebaya. Tentu, fasilitas yang didapat tak mewah seperti saat masih menjadi pemain di Liga Indonesia.
Namun, hal tersebut tak menjadi masalah baginya. Jacksen ingin menerapkan ilmu kepelatihan yang dia dapat dari Brasil.
Dengan ilmu ditambah pendekatan kepada pemain, Assyabaab dua kali beruntun menjadi juara, 2001 dan 2002. Hasilnya, kemampuan kepelatihan yang dimiliki lelaki yang kini berusia 48 tahun tersebut mulai dilirik klub-klub.
”Oleh Pengda PSSI Jatim, pada 2003, saya diberi kepercayaan masuk dalam tim pelatih PON Jatim yang mempersiapkan diri ke PON 2004,” ungkap Jacksen saat ditemui di kawasan Keputih.
Tapi, di tengah jalan terjadi perubahan. Jebloknya prestasi Persebaya ditangan M. Zein Alhadad membuat dia dipercaya menangani Green Force, julukan Persebaya. Pelatih yang sebenarnya dipercaya menukangi tim tersebut ditolak oleh para pemain.
”Saat pemain dikumpulkan oleh manajemen Persebaya, mereka nggak masalah saya latih. Bahkan, mereka siap berjuang dengan saya mengangkat kembali prestasi Persebaya,” ujar Jacksen.
Para pemain yang ada di Persebaya di musim 2003 itu mayoritas masih rekan-rekannya di lapangan dulu. Salah satunya Mursyid Effendi.
”Bagi saya, materi pemain Persebaya yang saat itu di Divisi I pada 2003 bagus-bagus. Banyak dari mereka dari Timnas U-19,” kenang Jacksen.
Di tangannya, Persebaya kembali ke habitatnya di Divisi Utama. Tak butuh waktu lama juga bagi Jacksen untuk mengantarkan kembali Persebaya menjadi juara Liga Indonesia di musim 2004.
”Saya rombak pemain. Pemain-pemain papan atas bergabung seperti Kurniawan Dwi Yulianto,” jelas Jacksen.
Pemain lama yang sempat absen di Divisi I seperti Uston Nawawi dan Bejo Sugiantoro ditarik kembali dari PSPS Pekanbaru. Kolaborasi skuad bintang ini membuat Persebaya bertengger di posisi puncak di akhir klasemen. Uston dkk hanya unggul selisih gol dari rival terdekatnya, PSM Makassar.
Tapi, semangat Jacksen sebagai pelatih di Persebaya kembali luntur. Itu pula yang membuatnya harus mencari klub lain.
”Pada 2005, Persebaya mundur di tengah-tengah jalan. Ini yang membuat saya harus mencari tantangan lain,” lanjut dia.
Persita Tangerang menjadi klub yang paling serius mendapatkannya. Tim berjuluk Pendekar Cisadane tersebut dibuatnya bertahan di Divisi Utama.
Hanya semusim di Tangerang, Jacksen harus terbang ke Indonesia Timur guna memoles Persiter Ternate, Maluku Utara. Di sini, dia bereuni dengan rekannya saat datang kali pertama, Julio Cesar Da Costa. (Bersambung)