Serial Uston Nawawi (1): Kali Pertama Latihan Tak Kuat Naik Angkot

Uston saat ditemui awal Oktober 2016.
Iklan

Lini tengah Tim Nasional Indonesia dan Persebaya Surabaya di era 1990-an dan 2000-an pernah dikuasai. Kini, aktivitasnya masih berhubungan dengan sepak bola. Hanya, bisnis makanan sudah dirambah.

***

Sebuah rumah makan bernama Sri Raras berdiri di kawasan Cemengkalang, Sidoarjo. Halamannya cukup luas.

”Pak Uston ada di dalam. Sudah lama dia masuknya,” kata seorang tukang parkir di Sri Raras.

Iklan

Saat masuk, seorang lelaki muncul. Dia adalah Uston Nawawi.

Penampilannya berbeda jauh saat dia di lapangan hijau. Apalagi, cambang yang biasanya dia biarkan tumbuh lebat dicukur rapi.

”Ayo makan dulu. Di Sri Raras ini semua makanannya enak,” kata Uston saat ditemui pada awal Oktober 2016.

Dia menyebut mie goreng dan ayam goreng menjadi andalan di Sri Raras. Dia paham betul karena hampir setiap hari ke rumah makan yang menggunakan konsep hutan kota tersebut.

BACA:  Serial Uston Nawawi (3): Tak Siap, Gagal Bawa Indonesia Raih Emas

”Baru saja diperbaiki. Uangnya juga dari main bola dulu,” ungkap lelaki 40 tahun tersebut.

Tak bisa dipungkiri, dari olahraga bola sepak tersebut, nama Uston menjulang tinggi. Rezeki pun mengalir deras kepada pesepak bola asli Sidoarjo, Jawa Timur, tersebut.

Tapi, untuk bisa meraih ke sana, Uston melaluinya dengan kerja keras. Tak jarang keringat dan air mata mengiringi karirnya di lapangan hijau.

”Sejak kecil saya sudah bermain bola. Klubnya adalah Warna Agung yang berlatih di Stadion Jenggolo,” kenang dia.

Namun, kondisi Stadion Jenggolo, lanjut Uston, belum seperti sekarang. Stadion Jenggolo, tambah Uston, masih buruk.

”Barulah SMP, saya berlatih ke Dolog, Surabaya. Saya tak lagi naik sepeda ke latihan karena jauh jaraknya,” ujar Uston.

BACA:  Serial Uston Nawawi (2): Bawa Indonesia Juara dengan Gol di Detik Ke-15

Hanya, ada masalah yang dialami. Uston harus naik angkutan umum untuk bisa mencapai tempat latihan yang jaraknya lebih dari 10 kilometer tersebut.

”Awal-awal naik angkutan umum, saya muntah. Saya harus minum obat pencegahnya,” ungkapnya.

Tapi, ujarnya, lama kelamaan, dia sudah kebal. Apalagi, dua seniornya, Sutaji dan Nurul Huda, selalu memberinya semangat. Kelak di kemudian hari, keduanya menjadi pesepak bola profesional dan sempat berkostum Persebaya Surabaya.

Dari SSB Dolog, kemampuan Uston terpantau. Dia mendapat kesempatan membela Indonesia dalam ajang Lion Cup di Singapura.

”Kebetulan, pelatihnya dari Dolog juga, Maura Helly. Ini menjadi pengalaman pertama saya di luar negeri,” jelas Uston. (Bersambung)

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display