EJ – “Bonek Hoofdbureau” merupakan tim yang berasal dari Polrestabes Surabaya yang ditugaskan untuk mendampingi Bonek yang berangkat dengan dikoordinasi AB1927. Di tengah-tengah mendampingi Bonek di GOR Pajajaran, mereka mendengar kabar ada Bonek yang meninggal di Subang karena keracunan miras oplosan. Mereka diminta untuk melakukan koordinasi hingga ikut membantu memulangkan jenazah. Bagaimana kisahnya?
Bandung, 7 Januari lalu, cuaca siang hari sangat cerah. Berbeda dengan Surabaya yang selalu panas, kota kembang yang menjadi jujugan Bonek saat aksi Gruduk Bandung tetap sejuk.
Mereka cukup puas karena hingga saat itu, Bonek tetap tertib. Artinya, itu memudahkan tugas mereka melakukan pendampingan.
Namun, mereka tak bisa santai karena sore harinya, ada kabar yang menyebutkan tiga Bonek meninggal di Subang. Infonya, mereka meninggal karena keracunan miras oplosan.
Saat itu, kegundahan belum nampak dari wajah-wajah Bonek yang berada di halaman GOR Pajajaran. Entah belum mendapat kabar atau sudah, Bonek terlihat melakukan aktivitas dan beristirahat seperti biasa.
Namun, sehabis maghrib, Bonek memutuskan menggelar doa bersama dan aksi solidaritas untuk Bonek yang meninggal.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharani menelpon anggota “Bonek Hoofdbureau” terkait Bonek yang tewas.
“Ibu Risma menghubungi kami untuk koordinasi terkait korban OD meninggal serta proses evakuasi kepulangan hingga sampai Jawa Timur,” ujar Edi Hartono, salah satu anggota tim.
Malam sekitar pukul 19.30 WIB, satu Bonek korban keracunan miras tiba di GOR Pajajaran dan saat itu dalam penanganan RS Bandung. Tim mengecek satu orang Bonek yang kritis di RS Hasan Sadikin.
Pukul 22.00 WIB, anggota tim meluncur ke RSUD Subang. Mereka mengajak 6 orang Bonek antara lain Joner dan Dadang. Sesampainya di RSUD, Bonek yang meninggal bertambah satu.
Mereka pun menuju kamar mayat untuk melihat jenazah Bonek. Ada empat mayat yang tergeletak di sana. Semua berasal dari Waru, Sidoarjo.
Tengah malam, satu orang Bonek masuk UGD dalam kondisi kritis. Ada empat Bonek yang kritis saat itu. Dua orang Bonek merupakan kakak beradik. Semuanya warga Sidoarjo.
Setelah melakukan koordinasi dengan pihak-pihak yang terkait, mereka pun beristirahat di parkiran RSUD.
Satu jam tidur, mereka harus terbangun karena mendengar kabar satu Bonek lagi meninggal. Saat itu keluarga korban di Sidoarjo mulai panik dan menyusul ke Subang.
Polresta Sidoarjo dan Pemkot Surabaya terus melakukan koordinasi tentang pemulangan lima Jenasah dan 13 Bonek lainnya.
Keesokan harinya, tiga mobil ambulans yang membawa lima jenazah diberangkatkan bersama 13 Bonek yang kondisinya telah membaik. Mereka dipulangkan ke Sidoarjo setelah transit di Pagaden.
“Alhamdulillah, seluruh biaya kepulangan 5 Jenasah dan 13 Bonek lainnya menuju Sidoarjo ditanggung oleh Bupati dan Kapolres Subang,” ujar Edi.
Siang harinya, mereka melihat tiga Bonek kritis. Satu di antara mereka kondisinya terus memburuk dan tetap dirawat di RSUD.
Menjelang sore, tim berkoordinasi dengan sopir bus yang mengangkut 13 Bonek yang kondisinya membaik. Namun, sesampainya di Rembang, satu Bonek kembali meninggal dan tiga lainnya kritis. Rupanya efek racun dari miras tidak langsung menyebabkan tewas seketika. Namun reaksinya bisa selang beberapa jam. Itulah mengapa beberapa Bonek kemudian meninggal meski sebelumnya tampak mulai membaik.
Tiga ambulans akhirnya mengangkut enam orang jenazah Bonek. Sementara, sembilan Bonek lainnya diangkut dengan bus.
Di sela-sela pendampingan terhadap Bonek yang melakukan aksi di GOR Pajajaran, anggota tim “Bonek Hoofdbureau” ikut serta dalam pengurusan jenazah Bonek yang tewas di Subang berikut pemulangannya. Kiprah mereka dalam aksi Bonek kali ini tidak bisa dianggap remeh. (Ditulis kembali oleh Iwan Iwe)
Foto: Anggota tim “Bonek Hoofdbureau” bersama Bonek melihat kondisi jenazah Bonek yang tewas karena keracunan miras oplosan.