EJ – Nama Azrul Ananda tidak asing lagi di mata penggemar basket tanah air. Ia sosok di balik megahnya liga basket profesional bernama National Basketball League (NBL) dan Woman National Basketball League (WNBL). Bersama PT DBL, ia mengelola liga basket Indonesia dengan standar tinggi selama lima tahun. Sebelumnya, ia sukses membuat liga basket untuk pelajar bernama Deteksi Basketball League yang kini berubah menjadi Development Basketball League (DBL). Sekarang, ia ditunjuk sebagai Direktur Utama PT Persebaya Indonesia (PI). Bagaimana sosok Azrul dan kiprahnya dalam membangun even olah raga terbesar di tanah air itu?
***
Selasa, 7 Februari 2017, menjadi babak baru Persebaya. Klub kebanggaan Bonek itu kini memiliki investor baru. Jawa Pos dengan PT Jawa Pos Sportainment (JPS) mengakuisisi saham PT Persebaya Indonesia sebesar 70 persen. Bersama Koperasi Surya Abadi Persebaya (KSAP) dengan saham 30 persen, JPS menjadi pemilik Persebaya.
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) juga menetapkan pria yang akrab dipanggil Ulik sebagai Direktur Utama PT PI. “Kami bersyukur proses pengalihan saham ini berjalan lancar. Kami mohon maaf kalau selama ini kami minim berkomunikasi karena kami ingin segala proses berjalan sebaik-baiknya,” ujar Azrul seperti dikutip dari Jawa Pos.
Azrul mengemban tugas berat membawa Persebaya berprestasi di tengah tingginya ekspektasi. Ia juga dituntut mampu menjadikan klub berjuluk Green Force itu menjadi klub yang murni profesional. Di tengah iklim sepak bola yang belum sepenuhnya sehat, Azrul bertugas menakhodai Persebaya menuju era profesional. Memang berat, namun pengalamannya di DBL dan NBL menjadi bukti jika ia mampu menjadikan dua liga basket tersebut menjadi liga profesional.
Lahir saat perayaan hari kemerdekaan Amerika Serikat (AS), tepatnya 4 Juli 1977 di Samarinda, Azrul merupakan anak pertama Dahlan Iskan, mantan menteri BUMN dan juga pemilik Jawa Pos. Ia bergabung di Jawa Pos awal 2000-an setelah menyelesaikan pendidikannya di AS. Kala itu, ia menangani halaman khusus anak muda bernama Deteksi. Sebuah halaman yang concern dengan pembaca muda Jawa Pos. Di desk Deteksi inilah, Azrul beberapa kali membuat kegiatan untuk anak muda, mulai kompetisi majalah dinding hingga konvensi anak muda.
Azrul dan DBL Indonesia
Semangat muda dibawa Azrul saat membuat kompetisi basket untuk anak sekolah, DBL, pada tahun 2004. Meski dikuti anak-anak sekolah, liga basket ini dikemas dengan baik dan menarik. Tim peserta tidak boleh memainkan pemain profesional atau semi profesional. Liga juga tidak mau menerima sponsor rokok, alkohol, dan minuman berenergi. Para pemain harus menunjukkan prestasi yang baik di masing-masing sekolahnya. Tak boleh ada anak yang pernah tidak naik kelas yang menjadi pemain.
Di musim pertama, total ada 96 tim peserta. Pertandingan pertama disaksikan sekita 1.000 penonton. Sementara saat final, GOR venue pertandingan dipadati 5.000 penonton.
Kesuksesan itu membuat penyelenggara meningkatkan standar pertandingan. Aturan ketat harus diikuti pemain, pelatih, bahkan penonton. Semua detil mulai jersey, dress code pelatih, hingga tata cara mendukung tim diatur penyelenggara. Tujuannya memastikan semua pertandingan enak ditonton.
Tak heran, jumlah penonton yang hadir di pertandingan-pertandingan DBL semakin meningkat. Pada musim 2007, tak kurang 55.000 penonton menyaksikan DBL. Jumlahnya empat kali lebih banyak dibanding penyelenggaraan pertama tahun 2004.
Agar kualitas pertandingan semakin meningkat, Liga juga menggelar pertandingan level internasional. Turnamen yang melibatkan tim basket sekolah luar negeri digelar. DBL juga menjalin kerjasama dengan liga basket paling bergengsi di dunia, NBA. Setiap tahun, NBA akan mengirimkan pemain dan pelatihnya untuk membantu pemain dan pelatih top DBL.
DBL juga rajin mengirimkan para pemain bintangnya yang ke luar negeri untuk berlatih. Setiap tahun, pemain terbaik dari masing-masing wilayah penyelenggara dipilih untuk kemudian dikirim ke negara-negara seperti Australia dan AS untuk menjalani pelatihan sekaligus liburan.
Pada tahun 2008, Azrul membuat stadion khusus basket pertama di Indonesia. Dengan dukungan penuh Jawa Pos, gedung bernama DBL Arena dibangun. Gedung tersebut berkapasitas 5.000 penonton dan dibangun dengan standar stadion basket internasional. Sejak selesai dibangun, DBL Arena menjadi venue resmi DBL.
Pada 2015, DBL diselenggarakan di 25 kota dan 22 provinsi di Indonesia. Dan lebih dari 41.000 pelajar dan pelatih ikut berpartisipasi. DBL telah memiliki 1. 141.028 penonton di lapangan dan 1juta lebih penoton secara online streaming.
“DBL itu bukan sebuah Event Organizer, tapi sebuah perusahaan yang 100% mengelola basket. Awal DBL itu kami buka hanya untuk antar sekolah saja, khususnya untuk SMA dan SMP hanya sebagai sarana pendukung saja,” ucap Azrul saat konferensi pers di kawasan SCBD, Jakarta, akhir 2014.
Soal pengelolaan, Azrul mengungkapkan bagaimana PT DBL sukses mengemas liga basket pelajar. “Yang pertama adalah fokus. Kalo sistem EO, dia bakal cari yang bawa kesuksesan, misalnya dia lihat olahraga lain lebih menguntungkan maka dia pindah kesana. Kalau kita beda. Kita tetap fokus untuk basket, hidup dan mati untuk basket. Lalu kita harus mau bekerja keras untuk mendapatkan sesuatu yang menjadi cita-cita kita, kalau gak ada kerja keras maka percuma aja dan terakhir kita harus punya mental yang profesional.”
Azrul dan NBL Indonesia
Sukses di DBL, Azrul diminta untuk mengelola liga basket terbesar tanah air yang sempat mati suri. Dengan PT DBL, Azrul mengubah nama kompetisi dari Indonesia Basketball League (IBL) menjadi National Basketball League (NBL). NBL mulai begulir tahun 2010. Sejumlah perubahan dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas pertandingan sekaligus mendekatkan klub-klub ke para penggemarnya.
Seperti DBL, NBL juga dikemas dengan profesional beserta aturan-aturan yang harus diikuti para pemain, pelatih, klub, dan penonton. Hasilnya, pengemasan pertandingan dibuat lebih rapi sehingga menarik minat para penonton untuk hadir. Pertandingan juga bisa dinikmati via streaming yang bisa dilihat di website.
Penyelenggara juga membuat sistem anti calo di setiap pertandingan. Sistem ini membuat para calo menghilang dari NBL. Sistem tiket online dan terusan juga diberlakukan. Ini memudahkan para penonton untuk menikmati pertandingan tanpa direpotkan hal-hal kecil. Semua informasi, mulai jadwal hingga detil-detil pertandingan, disampaikan kepada penggemar menggunakan jaringan media yang dimiliki. Tak hanya di media cetak, namun mereka juga membuat website khusus dan media sosial seperti facebook, twitter, dan instagram.
Sayangnya, NBL harus berakhir karena PT DBL tidak meneruskan kerjasama dengan PB Perbasi sebagai induk organisasi basket tanah air. Mulai 2015, NBL berganti nama menjadi IBL kembali dengan pengelola yang berbeda.
“Kami diminta untuk menyelamatkan liga lima tahun lalu, dan saat itu kami berniat untuk tidak mengulangi kesalahan yang terjadi di IBL sebelumnya. Pada akhirnya kami bersyukur setelah lima tahun dan waktu berlalu begitu cepat kami bisa berhasil mengelola liga ini,” ujar Azrul mengenai berpisahnya kerjasama tersebut.
Azrul dan Sepeda
Selain berkiprah di olah raga basket bersama DBL, Azrul juga mulai menekuni olah raga sepeda. Ia membentuk Jawa Pos Cycling, sebuah divisi yang dibentuk Jawa Pos untuk menggelar even olah raga balap sepeda. Beberapa even digelar antara lain Tour de East Java, Audax East Java, Jawa Pos Grand Fondo, hingga terakhir Bromo 100 Km yang akan diadakan 25 Maret 2017.
Seperti halnya di even basket, Azrul juga mengemas olah raga ini secara profesional. Pengemasan lomba yang rapi membuat para peserta semakin tahun semakin banyak. Even tak hanya diikuti peserta dalam negeri namun juga luar negeri.
Kembali ke DBL dan Jawa Pos
Meski tidak menangani NBL, Azrul masih mengelola DBL dengan menjadi komisioner. Dengan PT DBL, ia terus mengembangkan liga basket pelajar menjadi yang terbaik.
Azrul juga ditunjuk sebagai Dirut Jawa Pos Group (JPG) yang menangani perusahaan-perusahaan media di daerah di bawah Jawa Pos. Semua pengembangan media baik media cetak, online, maupun elektronik berada dalam tanggung jawabnya.
Dengan DBL, Azrul mempunyai visi membuat olah raga basket menjadi tontonan masyarakat. Untuk itu, pihaknya terus menjaga kelangsungan liga. Saat ini, 70 persen pendapatan DBL berasal dari sponsor. Sementara sisanya dari penjualan tiket 20 persen dan merchandise, non sponsor 10 persen. Ke depan, Azrul ingin memperkecil jumlah persentasi sponsor menjadi 40 persen. Pihaknya akan mendorong peningkatan pendapatan lain dari penjualan tiket.
“Untuk mempertahankan liga nggak baik menggratiskan tiket, seperti tiket gratis aja yang penting banyak yang nonton,” ujarnya seperti dikutip dari Republika.
Menurutnya, masyarakat harus diedukasi dengan kebiasaan membeli tiket. Dengan begitu, mereka bisa ikut berpartisipasi bagi kemajuan basket Indonesia. “Jika ini besar akan bisa membiayai prestasi, buktikan kalau anda ingin berpartisipasi dalam kemajuan basket, terkecil dengan beli tiket,” kata Azrul.
Ia berusaha meningkatkan animo masyarakat menonton pertandingan DBL dengan beberapa fasilitas seperti live streaming dengan channel khusus, memperluas liga basket dengan target seluruh provinsi, dan mendirikan toko merchandise basket.
Azrul dan Persebaya
Setelah ditetapkan menjadi Dirut Persebaya menggantikan Cholid Goromah, ia mengucapkan terima kasihnya kepada para pengurus, suporter Persebaya, dan PSSI atas dukungannya kepada Persebaya.
“Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh pengurus Persebaya yang selama ini terus berjuang dan bekerja walaupun keadaan sangat menantang. Juga kepada fans Persebaya yang setia mendukung dan ikut berjuang menjaga eksistensi tim. Tidak lupa, kami mengucapkan terima kasih kepada PSSI yang mengembalikan status Persebaya sebagai salah satu komponen utama sepak bola nasional,” tambah pria yang pernah menjadi Pemred Jawa Pos ini.
Meski berpengalaman di olah raga basket, kiprah Azrul di sepak bola dibilang sangat minim. Namun, dengan pengalamannya mengembangkan DBL dan NBL, hal itu diharapkan bisa diimplementasikan di Persebaya.
Liga 2 yang akan digelar awal April akan menjadi tes pertama Azrul. Tugas tak kalah berat adalah bagaimana Persebaya di bawah pengelolaan Jawa Pos mampu membuat stigma Bonek, suporter fanatik Persebaya, menjadi baik. Azrul juga diharapkan mengembalikan kepercayaan Bonek terhadap manajemen. Manajemen harus mengedukasi Bonek agar mau memberi kontribusi positif untuk Persebaya, misal dengan selalu membeli tiket pertandingan, berlaku tertib di jalan, menghormati tuan rumah saat pertandingan away, dll. Potensi pendapatan dari tiket dan merchandise bisa dimaksimalkan manajemen jika dikelola dengan baik dan benar.
Di tengah stigma Bonek yang masih negatif, tantangan terberat Persebaya adalah mengembalikan kepercayaan para sponsor kepada Persebaya. Namun, pengalamannya menangani olah raga basket selama lebih dari satu dekade menjadi modal sangat berharga untuk Persebaya di masa depan.
Mampukah ia mewujudkannya? Semoga. (iwe)