Seperti yang sudah diprediksi, dampak industrialisasi di Persebaya sudah mulai bisa dirasakan. Faktor harga tiket laga uji coba Persebaya vs PSIS, sistem payment tiket online yang awam, tiket presale yang rentan percaloan, dan masalah lisensi merchandise resmi, menjadi test case pertama.
Sebenarnya, banyak yang menyuarakan “Against modern football” atau “Football not for fucking industry” di negara-negara yang lebih dahulu mengalami industralisasi sepak bola. Tapi itu semua tidak bisa melawan hukum alam. Sepak bola tetap berkembang menjadi industri yang pesat kemajuannya dan menjadi global. Dan kini mulai merambah Persebaya.
Industrialisasi secara harfiah, yang saat ini sangat lekat dengan kepentingan pemilik modal, produksi, dan kegiatan menjual, menjadi pilar kapitalisme global yang akhirnya akan berbanding lurus dengan urusan keuntungan.
Jika dulu Persebaya masih dikelola secara tradisional, swadaya, dan kepemilikan bersama maka, saat ini kepemilikan saham sudah beralih mayoritas ke Jawa Pos (JP) Group, yang mempunyai lisensi pengelolaan secara profesional. Di mana profesional pasti membutuhkan biaya yang sangat mahal.
Secara langsung dan tidak langsung, pemilik modal akan menjual produknya dengan tujuan profit oriented. Jadi jika JP sudah menginvestasikan sebegitu besar untuk membeli Persebaya, so pasti JP akan mengembalikan modalnya dan bergerak cepat untuk mengumpulkan profitnya. Dengan cara apa? Pasti semua sudah pada tahu. Tidak jauh-jauh dari tiket, merchandise, dan sponsorship.
Saya menilai sebenarnya ini bagus untuk Persebaya. Dengan catatan JP bisa menjiwai pasar (Dalam artian Bonek tidak merasa dijadikan sebagai customer, tetapi tetap menjadi Bonek pemilik Persebaya. Karena memang Bonek telah memperjuangkan apa saja demi Persebaya). Alon-alon asal kelakon, mungkin JP bisa memainkan kuantitas dan ketertarikan bonek yang berjumlah tidak sedikit untuk memangkas harga jual produknya.
Di sisi penjualan merchandise resmi, sebagai salah satu penyumbang pemasukan. Manajemen harus mencari solusi untuk para produsen merchandise selain Official Persebaya yang sudah terlebih dahulu mengarungi bisnis merchandise. Jangan sampai JP membunuh dan menutup jalan mereka. Karena mereka juga turut memperjuangkan Persebaya melalui apa yang mereka jual.
Bayangkan, hampir enam tahun Persebaya vakum dari kompetisi resmi dan keanggotaan federasinya dicabut. Namun orang yang memakai merchandise (pakaian, hiasan, aksesoris dll) masih banyak, dan realitasnya, pesan-pesan yang terbaca dalam merchandise yang mereka jual banyak dijadikan alat perlawanan atau alat perjuangan. Juga sebagai penanda eksistensi Persebaya karena Bonek masih setia.
Semoga pertandingan besok bisa menjadi trial yang bermanfaat untuk kemajuan Persebaya. Semoga harga yang dibayar oleh Bonek sepadan dengan apa yang didapat. Tetap semangat untuk arek Bonek, tetap berkarya untuk JP Group sebagai pemilik de Jure Persebaya.
Perbaikan yang positif harus bisa dinikmati oleh semua pihak. Semoga. (*)