Tak bisa disuratkan hanya dengan rangkaian kata-kata. Tak mampu harus berkata apa atas yang telah kau suguhkan. Cak Renzha, panggilan akrabnya. Seorang Bonek berdarah Ambon yang tergabung dengan komunitas Bonek Jabodetabek dengan mantapnya berikrar diri tentang sebuah janji dengan sang illahi.
Tentu bukan main-main berjanji dengan Sang Maha Segalanya tentang apa yang akan engkau tepati ketika harga diri, cinta, dan kebanggaanmu bangun dari tidur panjangnya. Tentu ini semua bukan guyonan ala warkop. Tuhan mengabulkan permohonanmu, Cak. Persebaya kini telah berdiri tegak dan siap menjadi raja. Berjalan kaki dari Jakarta ke Surabaya yang kau janjikan kepada-Nya yang tak mungkin kau ingkari.
Jakarta-Surabaya bukanlah sejengkal tanah atau syair lagu dangdut kereta malam juk gijak gijuk gijak gijuk yang menggembirakan pendengarnya. Jakarta-Surabaya bukanlah jarak jengkalan tangan yang mudah dicapai dengan hisapan sebatang kretek ayunan sepeda tua. Jakarta-Surabaya bukanlah hitungan puluh-ratusan langkah kaki yang tak kadang sepasang betis sombong untuk melangkahkan. Jakarta-Surabaya adalah bentangan ratusan kilometer dari barat ke timur Pulau Jawa yang memisahkan dua sudut hiruk pikuk dengan segala ke metropolitannya.
Engkau meyakininya seteguh hati, langkah demi langkah, tanah demi tanah yang kau pijak, panas dingin yang tak kau rasakan, bentangan kilometer yang tak kau pedulikan demi sebuah janji suci di detak jantung dada. Lebih beratus kilometer, lebih berpuluh hari kau bertarung dengan ramai sunyinya hamparan-hamparan yang menggoda keyakinan langkah-langkah sucimu. Rela tinggalkan semua kenyamanan, pengorbankan waktu, tenaga ekstra dan juga tinggalkan pekerjaan untuk membayar lunas kesucian.
Kau berhasil lewati semua, menjalani keikhlasan tanpa rasa eluh yang memang tertutup cinta besarmu. Halangan rintangan di setiap siang malam dengan mulus kau lalui. Kau sukses, kau sukses membuat kami bangga dan terharu, juga membuat kami malu, Cak . Sungguh malu jika harus membandingkan apa yang sudah kau perbuat, merasa bahwa hanyalah debu-debu di langkah kakimu. Bukan apa-apa jika harus disejajarkan denganmu tentang kecintaan tanpa batas.
Kau telah mencontohkan, bagaimana mencintai sesuatu yang sangat pantas dicintai. Kau telah menunjukkan sebagaimananya harus bertindak dengan sebaik-benar-indahnya. Kau telah mengajarkan tentang ketulusan-ketulusan yang tak semua dari kami mampu bertahan tuk setia. Tanpa kau ber-aiueo, kau beri tamparan keras, seolah bangunkan lubuk kami bahwa sejatinya cinta sejati adalah kata kerja, kata kerja yang dikerjakan, dikerjakan dengan segenap rasa cinta, rasa cinta yang merasuk ke sekujur jiwa raga dan sekujur jiwa raga yang melekat sampai akhir menutup mata.
Sungguh karenamu, buat sejenak menunduk tuk merefleksi dan mengintropeksi, menjadi sebuah renungan besar bagaimana semestinya yang harus diperbuat untuk cinta yang sejati, Persebaya Surabaya yang kita banggakan.
Terima kasih, Cak Renzha. Beribu terimakasih telah mengajarkan kami tentang arti-arti itu semua. Loyalitas, totalitas, keyakinan, kebanggaan, harga diri, dan cinta besar yang sulit ditaklukkan duniawi. Terima kasih, sampeyan mampu membuat Persebaya tersenyum lebih lebar. Terima kasih, tetap menjadi pribadi yang selalu rendah hati dan humble ya, Cak. Semoga sampeyan selalu diberi kesehatan. Salam hangat dariku untukmu. Semoga diberi kesempatan untuk bertemu dan sekedar menikmati hitam konsistennya kopi di warung yang sederhana.
Selamat datang di kota para pahlawan, di kota para buaya, dan di kota para juara. Selamat menikmati semua keindahan setiap detik sudut ini. Sugeng rawuh, Cak.
Satoe Nyali Wani!