Persebaya tengah menghadapi situasi tidak ideal jelang bergulirnya Liga 2 yang rencananya akan dimulai pada tanggal 18 April 2017 mendatang. Usai menyelesaikan serangkaian pertandingan uji coba secara marathon yang dimulai dari Sleman dan berakhir di Surabaya beberapa waktu yang lalu, Iwan Setiawan selaku arsitek Persebaya langsung melakukan evaluasi tim.
Fokus evaluasi coach Iwan adalah pada koordinasi antar lini saat tim melakukan transisi dari menyerang ke bertahan, atau sebaliknya. Iwan juga menitikberatkan porsi latihan pada kreatifitas pemain dalam membongkar pertahanan lawan. Selain itu, coach Iwan juga masih memiliki satu pekerjaan rumah lagi yang harus diselesaikan, yaitu lini depan Persebaya yang dalam tiga pertandingan uji coba terakhir tengah dalam tren menurun.
Dalam tiga pertandingan uji coba terakhir, yakni melawan Cilegon United (final Dirgantara Cup), vs PSIS (away), dan melawan PSIS (home), para striker Persebaya gagal mencetak gol. Saat final Dirgantara Cup melawan Cilegon United, gol kemenangan dicetak oleh M. Syaifudin (bek) dan Oktavianus Fernando (gelandang sayap kiri). Sementara saat away ke Semarang, Persebaya malah gagal mencetak gol dan kalah dengan skor tipis 0-1 dari PSIS. Kemudian saat laga home di Surabaya, Persebaya berhasil membalas kekalahan dari PSIS. Gol kemenangan dicetak oleh Rachmat Irianto (bek) lewat eksekusi penalti.
Terakhir kali striker Persebaya menjebol gawag lawan adalah pada laga semifinal Dirgantara Cup (vs Persibo Bojonegoro), dimana waktu itu Rachmat Afandi memborong dua gol. Setelah itu, praktis striker-striker Green Force mandul pada tiga laga uji coba berikutnya.
Statistik Penyerang Persebaya | ||
Pemain | Main | Jumlah Gol |
Rachmat Afandi | 5 (4 starter, 1 pengganti) | 4 |
Irfan Jaya | 7 (2 starter, 5 pengganti) | 1 |
Bijahil Chalwa (seleksi) | 1 (1 starter) | |
Oktavianus Wou Pone (seleksi) | – (belum pernah dimainkan) | – |
Minim Pilihan di Lini Depan
Iwan Setiawan sendiri tidak punya banyak pilihan di sektor depan, karena Persebaya hanya memiliki Rachmat Afandi dan Irfan Jaya di pos penyerang. Pilihan semakin minim karena Irfan bukan tipe penyerang murni. Untuk menambah daya gedor di lini depan, coach Iwan menyeleksi dua striker lagi, yakni Bijahil Chalwa (eks Persibo) dan Oktavianus Wou Pone (eks PSN Ngada).
Namun sayangnya, Bijahil yang diharapkan bisa menambah ketajaman lini depan Persebaya gagal menunjukkan permainan terbaiknya selama seleksi. Bijahil hanya dimainkan satu kali, saat melawan PSIS di Gelora Bung Tomo. Nama Bijahil Chalwa pun kini sudah tidak tercantum dalam pemain seleksi Persebaya karena yang bersangkutan lebih memilih Persiba Balikpapan sebagai klub barunya.
Praktis kini yang menghuni lini depan Persebaya hanya tiga nama; Rachmat Afandi, Irfan Jaya, dan Oktavianus Wou Pone (seleksi). Situasi yang dihadapi coach Iwan semakin pelik karena PSSI berwacana untuk membatasi usia pemain tidak lebih dari 30 tahun untuk Liga 2. Jika regulasi pembatasan usia ini benar-benar dilaksanakan oleh PSSI, maka Persebaya terancam kehilangan Rachmat Afandi karena usianya yang sudah menginjak 32 tahun.
Jika Persebaya benar-benar kehilangan Fandi, tentunya akan menjadi kerugian yang cukup besar. Hal ini karena Fandi masih menjadi andalan lini depan Green Force. Meski umurnya sudah lebih dari kepala tiga, namun ketajaman mantan pemain Arema, Persib dan Persija itu tetap terjaga. Buktinya, Fandi sudah menciptakan 4 gol di pertandingan pramusim Persebaya.
Kehadiran Wou Pone dalam seleksi Persebaya sempat menghadirkan harapan di lini depan Persebaya. Mantan pemain PSN Ngada itu merupakan penyerang yang ngotot dalam mengejar bola dan memiliki kecepatan yang cukup baik. Wou Pone juga adalah pemain PSN yang menjebol gawang Persebaya pada laga pembuka Dirgantara Cup lalu. Namun hingga kini coach Iwan belum memberikan tanda-tanda puas dengan kinerja Wou Pone selama seleksi. Coach Iwan mengaku belum melihat kemampuan terbaik pemain yang berjasa mengantar PSN Ngada ke babak final Liga Nusantara 2016 tersebut.
Apabila nanti Wou Pone gagal meyakinkan coach Iwan, maka Persebaya harus siap-siap menghadapi skenario terburuk di lini depan. Jika regulasi pembatasan usia benar-benar dijalankan oleh PSSI, maka kemungkinan besar Persebaya harus rela kehilangan Fandi. Dan kalaupun PSSI memberikan kelonggaran soal pembatasan usia pemain dengan mengijinkan klub-klub Liga 2 mengontrak pemain di atas usia 30 tahun, maka situasi yang dihadapi Persebaya juga belum sepenuhnya ideal.
Terlalu mengandalkan Rachmat Afandi seorang diri tentunya sangat riskan. Sedangkan Irfan Jaya meski punya potensi, namun Irfan belum punya kemampuan finishing seperti Fandi. Lalu apa solusinya?
Butuh Amunisi Penyerang Baru, atau Ubah Formasi
Apabila menilik pada formasi 4-2-3-1 yang menjadi andalan Persebaya, coach Iwan memang membutuhkan sosok penyerang tengah dengan karakter “nomor 9” seperti Rachmat Afandi. Jadi, mau tidak mau, tim pelatih harus mencari striker alternatif pelapis Rachmat Afandi dengan syarat: usia di bawah 30 tahun, punya kemampuan finishing bagus, dan sesuai dengan skema permainan tim.
Dengan belum pastinya status Wou Pone di Persebaya, maka tim pelatih harus bergerak cepat mencari tambahan satu penyerang lagi. Mencari tambahan pemain sementara kompetisi sudah dekat tentu bukan sesuatu yang gampang. Stok penyerang bagus yang ada di “bursa transfer” pun juga semakin minim.
Jika Persebaya gagal mendapatkan amunisi baru di sektor depan, maka solusi terakhir adalah coach Iwan terpaksa harus mengubah formasi inti. Selain sudah enjoy dengan pakem 4-2-3-1, coach Iwan sebenarnya punya opsi untuk memodifikasi formasi inti Persebaya.
Memiliki pemain-pemain sayap yang cepat dan punya skill mumpuni, coach Iwan bisa mencoba formasi 4-3-3 dengan menempatkan tiga penyerang.
Bila memilih menempatkan tiga gelandang di sektor tengah dalam formasi 4-3-3, maka coach Iwan bisa lebih mengoptimalkan penguasaan bola, meski ini akan sedikit bertentangan dengan filosofi seorang Iwan Setiawan yang tak terlalu mendewakan penguasaan bola. Keberadaan tiga gelandang akan membantu proses transisi dari bertahan ke menyerang. Selain itu, tiga gelandang yang bisa ditempati oleh Ridwan Awaludin, Misbakhus Solikin dan Sidik Saimima juga bisa berperan sebagai filter saat Persebaya menerima serangan balik lawan.
Meski belum pernah digunakan oleh coach Iwan selama pramusim, namun formasi 4-3-3 bisa menjadi pilihan alternatif untuk memberikan solusi mandulnya lini depan Persebaya. Tiga pos lini serang bisa diisi oleh Oktavianus Fernando, Irfan Jaya dan Thaufan Hidayat atau Rendi Irwan yang bisa digeser ke posisi penyerang sayap. Dengan diapit oleh dua penyerang sayap, Irfan yang menempati pos penyerang tengah tidak akan sendirian dalam membongkar pertahanan lawan. Irfan pun juga bisa melakukan swap posisi dengan dua rekannya di lini depan. Jadi, tugas sebagai sumber gol pun tidak diemban oleh penyerang tengah saja, dalam hal ini Irfan Jaya. Dua penyerang sayap Persebaya dalam formasi 4-3-3 juga bisa digunakan untuk memecah kebuntuan.
Ketika menyeleksi Bijahil Chalwa, coach Iwan sempat menyampaikan bahwa skenario awal hadirnya Bijahil adalah memberikan opsi di lini depan lewat bola-bola atas yang menjadi kelebihan Bijahil. Jadi, coach Iwan ingin memiliki dua ujung tombak yang berbeda tipe, yaitu Rachmat Afandi yang unggul dalam bola-bola daerah dan Bijahil Chalwa yang jago bola-bola atas. Tapi sayangnya skenario itu berantakan karena ternyata Bijahil memilih meninggalkan Persebaya.
Dengan rencana Liga 2 yang akan dimulai pada tanggal 18 April mendatang, coach Iwan dan tim pelatih Persebaya harus secepat mungkin menemukan solusi untuk lini depan yang kini sedang krisis. Mencari penyerang baru berkualitas yang statusnya “free transfer” mungkin akan sangat sulit karena kebanyakan pemain-pemain bagus saat ini sudah dikontrak oleh klub. Tapi siapa tahu manajemen mau mengeluarkan dana segar untuk men-transfer penyerang dari klub lain guna menambal krisis lini depan yang kini melanda Persebaya. (rvn)