Jelang Liga 2 bergulir 19 April, Bonek menolak jadwal pertandingan digelar Senin hingga Kamis. Penolakan itu dipicu kabar jika mayoritas pertandingan akan digelar pada hari kerja. Bonek menganggap kebijakan itu akan merugikan mereka dan klub. Bonek yang kebanyakan berasal dari kelas pekerja tentu tak akan bisa menonton pertandingan. Sementara bagi klub, hari kerja mengurangi minat para penonton sehingga mengurangi pendapatan. Hasilnya klub bakal merugi.
Timeline di media sosial belakangan ini riuh dengan penolakan-penolakan. Banyak juga yang memprotes manajemen Persebaya yang terkesan diam terkait rencana jadwal liga. Panasnya timeline sontak menutupi berita-berita tentang persiapan Persebaya menghadapi Liga 2.
Pro kontra akan semakin meruncing karena operator tak kunjung mengeluarkan jadwal resmi. Di sini mungkin letak permasalahannya. Tak ada pernyataan resmi yang keluar dari operator liga yang menyatakan SEMUA pertandingan akan digelar Senin hingga Kamis. Operator hanya memberi sinyalemen jika pertandingan Liga 2 yang digelar pada hari kerja, hanyalah pertandingan-pertandingan yang disiarkan TV One. Dan hanya enam pertandingan yang akan disiarkan. Padahal lebih dari enam pertandingan yang akan dimainkan klub-klub Liga 2 dalam sepekan.
Dari sini kita bisa berspekulasi jika mungkin saja pertandingan selain yang disiarkan langsung, akan digelar pada akhir pekan. Semua serba mungkin kan?
Okelah taruh kata minggu ini Persebaya disiarkan pada hari Kamis. Apakah mungkin jika minggu depan Persebaya disiarkan lagi? Jika tidak disiarkan, jadwal Persebaya bisa dialihkan ke akhir pekan. Begitu juga dengan jadwal klub-klub lain. Bakal ada puluhan pertandingan klub-klub Liga 2. Tentu selain enam pertandingan yang disiarkan televisi, bisa dijadwalkan saat akhir pekan.
Bisa juga pertandingan Persebaya, meski digelar tengah pekan, dijadwalkan pada malam hari. Apalagi infrastruktur Stadion GBT memadai untuk pertandingan malam. Langkah ini untuk mengakomodasi suporter yang baru bisa menonton pertandingan sehabis kerja.
Semua serba memungkinkan.
Dengan segala kemungkinan itu, kita perlu menuntut operator liga untuk segera merilis jadwal resmi. Dengan adanya jadwal yang pasti, kita bisa menentukan langkah selanjutnya.
Pelatih Persebaya, Iwan Setiawan, dalam sebuah wawancara di media online menolak berkomentar tentang rencana jadwal liga Senin hingga Kamis. Alasannya sederhana. Jadwal resmi Liga 2 belum keluar.
“Gak mau saya menanggapi itu, wong belum ada jadwalnya, ngapain saya nanggapi hal-hal yang belum pasti,” ungkap Iwan seperti dikutip dari Bola.net.
Pernyataan Iwan bisa saya pahami. Bagaimana kita memprotes jadwal yang masih dalam wacana? Apa dasar yang akan kita pakai untuk memprotes operator sementara jadwal yang memastikan Liga 2 digelar hanya pada hari kerja tidak ada?
Itu mungkin yang ada di pikiran manajemen mengapa mereka tidak melakukan protes dan terkesan diam saja menanggapi penolakan-penolakan Bonek. Jika manajemen berangkat ke Jakarta dan memprotes jadwal kemudian operator mengatakan jika mereka belum mengeluarkan jadwal apapun ataupun membuat pernyataan liga hanya digelar di hari kerja, apa yang bisa dilakukan manajemen?
Semua harus dipikirkan masak-masak sebelum melakukan sesuatu. Jika jadwal keluar dan memang operator memaksa klub-klub Liga 2 bermain di hari kerja, dasar itulah yang bisa kita pakai untuk protes. Bukan asumsi ataupun spekulasi.
Di sini saya tidak sedang membela manajemen atau pun melarang Bonek untuk protes. Saya hanya menempatkan permasalahan pada proporsi yang tepat. Bonek itu demokratis. Tak ada monopoli aspirasi. Pro kontra adalah hal biasa. Asal masing-masing pihak saling menghormati pilihan.
Selama bertahun-tahun, kita berjuang mengembalikan Persebaya. Tentu kita lelah berkonflik. Apalagi berkonflik sesama saudara. Terlalu banyak energi yang kita buang untuk berkelahi. Diakuinya kembali Persebaya tentu sangat melegakan. Karena kita bisa kembali ke stadion menonton klub pujaan. Kita pasti punya tujuan yang sama. Ingin Persebaya berprestasi di level tertinggi. Dan semua hanya bisa dicapai jika kita bersatu, manajemen dan Bonek. Dan persatuan tidak harus dimaknai secara negatif, bukan?
Apakah manajemen bisa berjalan sendiri tanpa Bonek? Nope! Sebaliknya, apakah Bonek bisa berjalan sendiri tanpa manajemen? Tentu tidak! Semua bisa berjuang di koridor masing-masing tanpa saling menganggap pihaknya paling benar.
Persebaya membutuhkan kita. Klub pujaan kita ini baru saja kehilangan sang kapten Mat Halil akibat regulasi. Persebaya membutuhkan pasokan striker karena stok stiker sekarang masih kurang. Lini belakang Persebaya sedang mengalami krisis tenaga seusai kepergian sang legenda. Dengan segala permasalahan itu, apakah Persebaya pasti mentas ke Liga 1?
Selain itu, disadari atau tidak, Persebaya mengikuti liga yang dijalankan oleh orang-orang yang kita anggap tidak bersih. Persebaya berkompetisi di lingkungan orang-orang yang sering kita musuhi. Faktanya, musuh Persebaya ada di mana-mana. Keadaan ini harus dihadapi Persebaya saat liga berjalan. Apalagi “musuh” sebenarnya yakni klub-klub Liga 2 yang ingin promosi ke Liga 1. Mau tidak mau, kondisi tidak ideal ini harus kita telan.
Dengan kondisi seperti ini, apakah kita harus curiga manajemen sengaja menyengsarakan Bonek? Apakah kita akan menambah daftar musuh manajemen?
Antara manajemen dan Bonek adalah partner, bukan pihak yang saling berhadap-hadapan. Bonek tidak di bawah manajemen dan manajemen tidak di bawah Bonek. Manajemen dan Bonek itu sejajar. Dan musuh kita tetap sama: mafia kompetisi.
Kita harus menekan operator liga agar segera merilis jadwal. Kita juga perlu menekan operator agar tidak menyengsarakan suporter. Karena jadwal adalah wilayahnya operator liga, bukan klub. Dengan kepastian jadwal maka kita dan manajemen bisa menentukan langkah lanjutan.
Darah kita masih sama: hijau. Tujuan kita masih satu: berprestasi. Salam kita masih sama: salam satu nyali!
Wahai operator, segeralah rilis jadwal resmi liga. Dan jangan buat jadwal liga yang merugikan klub dan suporter. (*)