EJ – Presiden Klub Persebaya Azrul Ananda menjelaskan harga tiket yang dipatok sebesar Rp 50.000. Dalam video YouTube yang dimuat di akun Official Persebaya ini, Azrul memberi gambaran darimana angka itu berasal. Video ini adalah satu dari empat video yang dibuat manajemen seputar pengelolaan Persebaya, mulai dari pemasukan hingga harga tiket. Berikut penjelasannya:
***
Bagi kebanyakan tim sepak bola di Indonesia, pemasukan tiket merupakan sesuatu yang sangat diharapkan. Untuk memenuhi kebutuhan biaya tim, kalau bisa mengejar keuntungan operasional.
Ingat, dari penjelasan di video sebelumnya, pemasukan sponsor, merchandise, dan subsidi saja bisa kurang jauh dari nilai yang dibutuhkan.
Lalu berapa pemasukan yang bisa didapatkan dari penjualan tiket?
Sekali lagi, tergantung pada status tim, ukuran kota tempat dia berada, kapasitas stadion, dan lain sebagainya.
Persebaya misalnya. Akan bertanding 7 kali di kandang selama babak penyisihan grup Liga 2. Lalu akan bermain 3 kali lagi di kandang seandainya lolos ke babak 16 besar.
Untuk asumsi awal, ada 7 pertandingan yang pasti diselenggarakan di Surabaya. Seandainya satu pertandingan disaksikan rata-rata 20 ribu penonton, dengan harga tiket rata-rata Rp 50 ribu, maka dari satu pertandingan Persebaya bisa mendapatkan Rp 1 miliar. Atau Rp 7 miliar untuk tujuh pertandingan.
20 ribu x Rp 50 ribu x 7 game = Rp 7 miliar.
Syukur-syukur lolos, dapat Rp 10 miliar dari 10 pertandingan.
Wah, itu berarti untung? Belum tentu!
Ingat, ada biaya penyelenggaraan pertandingan.
Jadi Rp 10 miliar itu belum tentu untung.
Biaya terbesar ada pada keamanan. Dan biaya ini akan semakin besar apabila jumlah penonton semakin banyak.
Apalagi kalau penontonnya berulah, sehingga klub harus membayar denda, mengganti kerusakan, dan lain sebagainya.
Sebagai gambaran, kerusakan pagar pembatas pada Homecoming Game 19 Maret lalu, yang nilainya mencapai Rp 400 juta.
Kalau harga tiket Rp 50 ribu, maka Persebaya butuh menjual 8.000 tiket hanya untuk membeli pagar pengganti.
Lalu denda menyalakan flare, yang mencapai Rp 100 juta per pertandingan.
Kalau harga tiket Rp 50 ribu, maka Persebaya butuh menjual 2.000 tiket hanya untuk membayar denda tersebut ke PSSI.
Karena itu, memang butuh hubungan yang benar-benar simbiotik antara klub dengan suporternya. Bagi sebuah klub, di mana pun di dunia, suporternya adalah the biggest customer-nya.
Klub harus mengeluarkan banyak biaya untuk memuaskan penggemar, dan suporter membeli tiket dan merchandise official, plus mendukung sponsor-sponsornya untuk membantu kehidupan dan eksistensi klub.
Karena silakan hitung sendiri, sangat-sangat sulit bagi sebuah klub untuk bisa meraih keuntungan. Biaya mencapai lebih dari Rp 30 miliar, pemasukan belum tentu mencapai Rp 25 miliar.
Tak heran, banyak sekali cerita klub-klub mengalami kesulitan di Indonesia. Banyak sekali cerita gaji pemain tidak dibayar. Dan lain sebagainya.
Tak heran, banyak sekali klub di Indonesia menjadi mangsa permainan politik. Hidup hanya untuk kebutuhan sesaat, tanpa memikirkan kelangsungan jangka panjang.
Karena itu, klub seperti Persebaya targetnya adalah untuk bisa hidup sustainable. Kalau bisa impas sudah luar biasa. Kalau sampai rugi, ya jangan terlalu banyak supaya beban pemilik tidak terlalu berat. Sekaya atau sehebat apa pun pemiliknya, sampai kapan mau menanggung beban klub?(*)
Sumber: Official Persebaya