Komunikasi Yang Baik Tanpa Prasangka Kunci Kebangkitan Persebaya

Iklan

Pada awalnya, apapun kerusakan dipicu prasangka buruk. Cukup bermodal sruputan kopi dan sedikit prasangka, kita akan gampang melontarkan tuduhan-tuduhan tanpa bukti. Pada akhirnya kita akan memutus tali silaturahmi yang sebelumnya intens kita bangun.

Sebuah pemikiran menyikapi prasangka-prasangka yang berkembang saat membahas Persebaya. Saat ada perbedaan pendapat, karena prasangka didahulukan, maka bukan solusi yang kita kedepankan melainkan amarah. Setiap yang berbeda kita anggap musuh disertai tudingan miring.

Perbedaan pendapat sangat tajam menjelang Liga 2 rupanya datang mendera Persebaya. Terutama masalah besaran tiket yang menurut sebagian Bonek terlalu tinggi. Kritikan dan hujatan bertubi-tubi dialamatkan kepada manajemen yang dianggap mengambil untung terlampau tinggi. Prasangka buruk pun menyertai.

Manajemen tak tinggal diam. Dengan kanal-kanal media yang dimiliki, dari media cetak hingga media sosial, mereka berusaha mengkomunikasikan keputusan di balik penetapan harga tiket. Presiden Azrul Ananda sampai harus membuat empat video menjelaskan pengelolaan Persebaya dan harga tiket. Sesuatu yang tak pernah dilakukan di masa lalu.

Iklan

Inilah yang perlu kita apresiasi. Ada itikad dan kemauan manajemen untuk berkomunikasi. Seharusnya demikian pola komunikasi dibangun. Saat ada yang mengkritik, ada respon cepat sehingga tak terkesan ada pembiaran. Karena jika dibiarkan maka yang terjadi adalah munculnya banyak prasangka.

BACA:  Menuju 16 Besar di Laga Spesial, “Teror” Musuh Tanpa Rasis

Di jaman internet, dengan kanal-kanal media yang banyak tersedia, komunikasi bisa dengan mudah dilakukan. Orang-orang pintar membuat alat komunikasi yang bisa digunakan menyampaikan pesan secara cepat dan efisian. Media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, YouTube mempermudah kita dalam berkomunikasi. Ini yang harus kita eksploitasi. Tak masalah apa medianya, yang penting pesan yang kita sampaikan bisa tersampaikan dengan baik.

Apakah bertatap muka merupakan satu-satunya bentuk komunikasi yang paling penting dibanding yang lain? Ada yang bilang demikian. Namun jika tatap muka melibatkan massa yang banyak, apakah bentuk komunikasi itu pasti efisien? Jawabannya belum tentu.

Sah-sah saja jika Bonek meminta bertemu manajemen berdiskusi masalah-masalah seputar Persebaya. Ada hak untuk bertemu manajemen karena Bonek juga bagian dari pemilik Persebaya. Semua bisa dikomunikasikan dengan baik. Tinggal ditentukan waktu dan tempat pertemuannya.

Komunikasi dengan tatap muka atau pun menggunakan kanal media sosial sebenarnya baik. Apapun bentuknya yang penting adalah pesan yang ingin disampaikan bisa diterima kedua pihak. Bukankah ini adalah esensi berkomunikasi?

BACA:  Transparansi Keuangan Operator Liga Wajib Hukumnya

Yang terpenting, pesan yang akan disampaikan mengandung solusi permasalahan. Jika tuntutannya ini maka solusinya ini. Tentu solusi yang masuk akal dan diterima kedua belah pihak. Tak perlu ngotot jika pendapatnya paling benar. Dan juga tidak perlu menganggap pihaknya paling berjasa menghidupkan kembali Persebaya. Karena sejatinya semua mempunyai peran masing-masing yang tak perlu dibesar-besarkan.

Kedepan, manajemen harus memanfaatkan semua kanal medianya dengan baik. Sudah sering rumor dibiarkan berlarut-larut tanpa adanya jawaban dan respon cepat dari manajemen. Sehingga prasangka-prasangka buruk semakin cepat berkembang dan menggelinding liar bak bola salju.

Kita lelah berkonflik. Sudah saatnya kita membangun Persebaya karena tantangan ke depan sangat berat. Target Liga 1 tak akan tercapai jika masing-masing dari kita sibuk berpolemik. Kita sudah kenyang bagaimana rasanya berkonflik. Jika semua bisa dikomunikasikan dengan baik, kenapa tidak kita lakukan. Toh semua demi Persebaya bukan demi kepentingan si A atau si B.

Dengan komunikasi yang baik, kita bisa dengan cepat membangkitkan Persebaya.

Salam redaksi

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display