Mampukah Persebaya (Kembali) Membalikkan Sejarah?

Foto: Joko Kristiono/EJ
Iklan

“Apa yang menjadi misi kita? Apa?
“Membalikkan sejarah,” Jawab semua pemain serentak.

Satu dari sekian suntikan motivasi Agil Haji Ali, sang manajer Persebaya yang mampu membangkitkan fighting spirit punggawa Persebaya. Green Force akhirnya mampu merebut gelar Juara Divisi Utama Perserikatan PSSI tahun 1987/1988 yang turut menghiasi rapi rak piala di Mess Karanggayam bersama puluhan piala lainnya.

***

Kini Persebaya sedang mengarungi kompetisi Liga 2 2017 yang tengah bergulir. Ketatnya perolehan poin di grup 5 membuat Persebaya harus meracik strategi terbaik untuk mendapatkan poin maksimal disetiap laga yang dijalani.

Iklan

Track record yang mulai mengalami peningkatan level permainan tentu harus dijaga dan perlahan ditingkatkan. Faktor teknis harus benar-benar diperhatikan sejeli mungkin oleh seluruh jajaran tim agar lawan seminimal mungkin menemukan celah untuk mengalahkan Bajol Ijo Persebaya. Pemain juga harus tahu diri, sadar bahwa mereka yang bermain di tim seraksasa Persebaya yang mengharuskan memiliki mental baja dan spirit juang yang tinggi meskipun dibayangi tekanan beban besar membela tim yang sarat sejarah.

Isu-isu non teknis yang menghinggapi Persebaya harus disikapi secara tepat. Seperti rahasia umum yang ramai diperbincangkan di media sosial tentang adanya praktik skenario busuk dari pihak-pihak tertentu. Skenario yang jauh-jauh hari telah menentukan siapa saja klub-klub yang akan dipromosikan ke Liga 1 musim depan. Hal ini tentu akan berpengaruh kepada nasib perjalanan Persebaya mengingat hanya ada 3 slot sebagai syarat lolos ke kompetisi tertinggi musim depan.

Dirasa memang semacam mulai terindikasi upaya-upaya untuk menjegal Persebaya agar tidak bisa lolos ke Liga 1 musim depan. Diakui atau tidak, konon memang masih terdapat pihak-pihak yang masih belum bisa menerima kembali dan tidak suka dengan bangkitnya Persebaya di kompetisi Nasional.

Segala cara coba dilakukan, terlihat dari kepemimpinan pengadil lapangan yang sama sekali tidak adil. Hingga alasan-alasan irasional yang dalam dua pertandingan away terakhir di Bantul dan Ngawi berujung dengan pelarangan suporter oleh aparat untuk masuk ke stadion. Padahal hakikatnya suporter adalah mendukung dan memberi suntikan semangat kepada tim kebanggaannya di dalam tribun stadion. Ironis memang, lagu lama ketidakkonsistenan federasi yang mengakar hingga ke bawah kembali memunculkan masalah-masalah klasik yang tak pernah terselesaikan.

Pantang berpangku tangan

Melawan dengan ketidakmampuan pernah sukses Bonek lakukan kala perjuangan Persebaya. Larangan untuk mendatangi dua venue away terakhir malah melecut semangat Bonek untuk tetap berangkat mengawal Persebaya berlaga. Berhasil menerabas batas rintangan Bonek lakukan demi memastikan punggawa Persebaya berjuang mati-matian untuk mendapatkan hasil maksimal.

Seorang Bonek rekan senior yang kini tinggal di London, Brian De Almas, pernah berkata “Selama apapun itu masih buatan manusia, Bonek pasti bisa menembusnya”. Ungkapan yang masuk akal mengingat terujinya Bonek dalam menembus lapisan-lapisan yang belum tentu bisa dilakukan oleh orang atau kelompok lain.

Hanya sekedar mengusulkan kepada Bonek, kembali belajar, mencari dan menemukan asal-usul ke-Bonek-kan di dalam diri masing-masing, mengasah jiwa-jiwa Bonek yang masih tersimpan dan menjaga semangat Bonek yang sudah ada di dalam diri sangat berguna untuk menjadi pondasi menatap langkah kedepan.

Juga usulan yang berlaku kepada para pemain, tim pelatih dan seluruh perangkat Persebaya bagaimana menemukan dan mengaktivasikan jiwa Bonek yang masih off di dalam diri dikira adalah strategi jitu input-output untuk menembus tembok skenario sesuai job desk masing-masing. Karena dengan semangat Bonek itulah akan bisa membangkitkan dan bersama-sama untuk berusaha menembus lapisan-lapisan tembok tebal yang kokoh menghadang.

Jika memang tak ingin diam dengan ketidakadilan, jika memang tak ingin pasrah dengan keadaan yang diskenariokan, jika memang menginginkan de javu untuk membalikkan sejarah. Kebersamaan untuk menarik optimis anak panah ini dan juga melontarkannya secara bersama-sama adalah modal nekat yang menggerakkan tangan untuk melukiskan “Persebaya Juara” di lembar kertas sepakbola Indonesia.

Biarkan akhir musim nanti yang akan berbicara. Bukan mereka yang menentukan siapa juaranya, bukan mereka yang menentukan nasib Persebaya, juga bukan mereka yang berhak untuk sak enak udele mengatur di mana Persebaya akan berposisi di akhir musim nanti. Dengan restu kepada yang Tunggal Sang Maha Mengabulkan, niscaya Persebayalah yang akan menentukan nasibnya sendiri. Persebayalah yang akan melukiskan sejarah dengan tangannya sendiri. Persebaya, Persebaya, bukan mereka!

Tangan perlawanan yang akan merubahnya.

Hidup Persebaya!
Salam Satu Nyali
Wani!

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display