Persebaya telah kembali. Liga 1 Indonesia musim depan akan berwarna lagi. “The return of the king!” Sang raja telah kembali, seperti judul salah satu serial The Lord of The Rings. Raja yang kaya nilai. Sebuah klub berkarakter yang berakar dari tradisi: kebersamaan dan perjuangan tanpa henti. Itu dua poin utama, sependek yang saya tangkap dari perjalanan klub ini. Terutama kiprah para suporternya, Bonek-Bonita.
Persebaya lahir, tumbuh, dan menjadi kebanggaan publik Surabaya. Dia mula-mula hadir di tahun 1927, ketika Kolonialisme masih meng-hegemoni nusantara. Bersama beberapa klub lokal dari kota-kota lain di Indonesia, tim ini turut mendirikan PSSI. Bola, di masa itu, juga merupakan salah satu alat melawan Kolonial.
Di masa modern, maksudnya selepas penjajahan fisik dari kolonial, beberapa kali keputusan PSSI merugikan Persebaya. Sebuah ironi! Para pengangkut batu dan peletak fondasi memang seringkali disingkirkan oleh pembuat tembok dan atap. Namun, di situlah salah satu titik menariknya. Persebaya seperti selalu berjodoh dengan Bandung. Beberapa kali, penentuan nasib Persebaya, selalu berakhir baik di Bandung. Di tahun 2009, saat melakoni laga Play-Off ISL menghadapi PSMS Medan, Persebaya berhasil meraih kemenangan.
Awal tahun ini, status keanggotaan Persebaya yang dieliminasi dari PSSI selama bertahun-tahun, akhirnya diterima masuk kembali. Keputusan itu diumumkan di Kongres Luar Biasa yang diadakan di Bandung. Dan, malam kemarin, lagi-lagi Bandung menunjukkan kesetiaan cintanya pada Persebaya. Setelah memastikan tiket promosi ke Liga 1 sejak memenangi laga semifinal melawan Martapura FC, Stadion Gelora Bandung Lautan Api kembali menjadi saksi Persebaya mengangkat Piala juara.
Bobotoh-Viking, kelompok suporter klub Persib Bandung, tak kuasa larut dalam suka cita para Bonek-Bonita. Selain bahwa kedua kelompok suporter itu memiliki hubungan yang sangat baik, lebih dari itu, para penikmat bola akan kembali disuguhkan oleh pertarungan klub-klub klasik di kasta tertinggi sepak bola nasional. Selain Persebaya, turut promosi adalah PSMS Medan dan PSIS Semarang.
Malam 28 November 2017 dan kota Bandung, pasti akan selalu dikenang oleh Bonek-Bonita, yang bertahun-tahun setia berjuang di jalanan bahkan hingga ke Pengadilan. Bandung, ibu kota Priangan, memang benar-benar kota kenang-kenangan. Dia selalu ramah, kepada para pejuang yang selalu memekikkan “mari bung, rebut kembali!”.
Kini, sebagian besar Bonek-Bonita telah melaju dengan kereta api Bandung-Surabaya, seperti lagu para bocah jaman-old. Salam Satu Nyali, Wani, Emosi Jiwaku dan Song For Pride tak lepas dari mulut para pejuang itu. Mereka, seperti inti dari kisah dalam film From Bandung With Love, telah menunjukkan kesetiaannya. Loyalitas dari pinggir lapangan tanpa henti mereka tampilkan dalam kebersamaan perjuangan. “No leader, just together”.
Persebaya dan Bonek telah membuktikan, bahwa kecurangan pun tak bisa menghentikan mereka untuk kembali. Tak sabar menanti Liga 1 kembali bergulir, untuk menyaksikan “The Return of The King!”. Di Gelora 10 November ataupun di Gelora Bung Tomo, dua-duanya mengingatkan pada akar tradisi heroisme Surabaya. Selamat buat Persebaya (serta PSMS dan PSIS). Bravo sepakbola!
*Penulis adalah orang Ngada, NTT, penggemar sepakbola, tinggal di Surabaya. (FB: Hancel Goru Dolu)