Begitu mendengar rencana Persebaya mengundang PSS Sleman pada laga Celebration Game, Sabtu, 9 Desember 2017, saya begitu antusias untuk bisa hadir di stadion. Dalam hati saya berpikir, ini akan jadi laga seru penutup 2017. Saya ingin menjadi saksi keseruan laga itu. Dan tentu tak sabar pula, untuk menyandingkan “Sampai Kau Bisa” dengan “Song For Pride” di GBT diiringi dengan flare. Dalam hati saya, atmosfer pertandingannya pasti akan berbeda, dan selalu berisik di setiap detik laga tersebut.
Begitu tiket didistribusikan, hari Selasa saya membeli tiket di ticket box Gresik. Saat itu masih cukup sepi. Saya sudah mengantisipasi, bahwa laga ini pasti akan menjadi bidikan para calo, belajar dari pengalaman laga Homecoming dulu. Dan ternyata benar, hari Rabu tiket sold out. Saya mencoba membelikan tiket untuk teman saya via online, hasilnya sama. Tiket sold out. Yang tersisa hanya Superfans seharga seperempat juta. Para calo berjaya.
Saat hari Kamis saya lihat media sosial bahwa pertandingan ini disiarkan secara langsung oleh MNC TV, saya kemudian sedikit galau. Apakah datang ke stadion, atau menjadi Bonek layar kaca saja. Dugaan saya, pasti akan terjadi kemacetan dan keruwetan layaknya laga Homecoming dulu. Masih segar dalam ingatan saya saat laga melawan PSIS semarang, ribuan Bonek tertahan di pintu keluar GBT hingga berjam-jam. Saya sendiri tertahan stuck di Jalan Jawar menuju Romokalisari hingga 2 jam. Banyak anak kecil menangis, bahkan ada beberapa Bonita yang pingsan karena macet parah. Namun akhirnya, saya memutuskan untuk berangkat ke stadion pada Sabtu dengan segala macam antisipasi agar pengalaman buruk saat laga homecoming tidak menimpa saya. Saya ingin menikmati atmosfer pertandingan yang berbeda dari laga home Persebaya seperti biasanya.
Hari Sabtu, saya berangkat dari Gresik menuju GBT pukul 15.00 WIB. Di sepanjang jalan menuju GBT, firasat saya sudah tidak enak. Saya berpikir, pasti “tragedi” homecoming terjadi, yaitu kemacetan dan keruwetan di jalan. Dan dugaan saya benar. Saat saya hendak parkir di dekat TPA benowo, kemacetan sudah terjadi. Saya pun memutuskan untuk parkir agak jauh. Tak masalah berjalan kaki lumayan jauh, asalkan bisa menembus kemacetan. Setelah menunggu rekan rekan saya yang lain, pukul 16.30 WIB kami memutuskan untuk segera masuk stadion. Hujan mulai turun. Saya kebingungan mengamankan HP saya. Beruntung ada penjual minuman, dan saya meminta plastik untuk membungkus HP. Saat hendak memasuki stadion, suasana belum terlalu crowded. Saat di dalam, saya lihat diluar stadion mulai terjadi kepadatan. Di dalam ternyata ribuan Bonek sudah banyak yang hadir. Tribun utara bagian bawah sudah penuh, demikian juga tribun selatan sudah mulai sesak. Dengan kondisi basah kuyup dan kedinginan, akhirnya saya bisa duduk manis di tribun.
Sebelum pertandingan dimulai, dua lagu “kebangsaan” masing-masing tim dinyanyikan. Diawali “Sampai Kau Bisa”, kemudian disusul “Song For Pride”. Seisi stadion menyanyikan dua lagu tersebut dengan semangat, suasana bertambah magis ketika beberapa flare menyala saat kedua lagu tersebut dinyanyikan. Saya sendiri merinding melihat suasana tersebut. Selama pertandingan, saya tidak fokus menonton jalannya pertandingan. Saya menikmati chant-chant kreatif dari Bonek dan Brigata Curva Sud. Sesekali terdengar teriakan bianco verde alle yang diteriakkan BCS. Beberapa kali terlihat flare menyala di stadion. Benar benar atmosfer pertandingan yang berbeda.
Sekitar pukul 22.00 WIB, pertandingan selesai dan ditutup dengan atraksi kembang api. Duo virgin kemudian tampil dan menghibur penonton dengan tembang Sayang, Jaran Goyang, dan Bojo Galak. Sontak, GBT berubah layaknya konser musik dangdut. Penonton bergoyang menikmati alunan musik koplo. Benar-benar layaknya berpesta. Saat hendak keluar stadion, ribuan Bonek memadati jalanan, dan tentunya terjadi kemacetan luar biasa. Mirip seperti laga homecoming dulu. Beruntung, parkiran motor saya lumayan jauh dan saya berjalan kaki menyusuri kemacetan tanpa ada kendala yang berarti. Pukul 12 malam, saya menginjakkan kaki di rumah.
***
Catatan saya untuk rekan-rekan Bonek yang kemarin terjebak kemacetan dan tidak bisa masuk stadion meskipun memegang tiket, datanglah lebih awal ke stadion. Cari parkir yang agak jauh agar tidak terjebak kemacetan. Di Liga 1 nanti, situasi seperti ini pasti akan sering terjadi. Apalagi kalau laga bigmatch misalkan laga Persebaya vs Arema atau Persebaya vs Persib Bandung digelar pada akhir pekan. Kemacetan dan keruwetan pasti terjadi. Antisipasinya ya datang lebih cepat ke stadion, dan pilih lokasi parkir yang agak jauh dari stadion.
Siapkan segala macam amunisi (rokok, minuman, makanan) agar tak bosan menunggu di dalam stadion. Dan tentu saja, belilah tiket jauh-jauh hari agar kebagian. Kalau malas mengantri, cobalah membeli secara online. Saat laga homecoming dan ulang tahun Persebaya, saya mencoba membeli secara online. Praktis sih, tapi memang agak ribet dan mahal karena ada biaya adminustrasinya. Memang, jadi Bonek itu gak gampang. Untuk menonton Persebaya 2×45 menit saja, butuh waktu banyak , tenaga ekstra, dan biaya.
Kritik saya untuk panpel, sistem ticketing dan pengaturan lalu lintas di sekitar stadion dibenahi lagi. Harusnya, akses menuju GBT diperbanyak mengingat lahan di sekitar GBT masih kosong. PT jawapos Sportainment sudah berpengalaman menggelar berbagai macam event berskala nasional dan internasional. Masak menyelesaikan permasalahan seperti ini saja tidak bisa? Beruntung sekali kemarin saat keluar stadion penonton masih tertib meskipun berdesak-desakan. Bayangkan saya kalau penonton mulai resah dan saling dorong mendorong, terjadi chaos dan ada korban jiwa. Siapa yang dirugikan dan siapa yang mau bertanggung jawab? Panpel harus belajar dari pengalaman laga homecoming dan laga celebration ini agar kejadian seperti ini tak terulang lagi di tahun depan. Pengalaman adalah guru yang paling berharga.
Salam satu nyali!