Surat Terbuka, Manajemen Persebaya, dan Strategi Konfrontasi

Azrul Ananda Presiden Persebaya / Foto: Joko Kristiono/EJ
Iklan

Ada banyak cara menyelesaikan masalah. Salah satu cara kuno tapi efektif adalah dengan melakukan konfrontasi. Manajemen modern juga tetap menggunakan strategi ini. Belakangan ada jurus yang dinamai constructive confrontation. Bahkan pendekatan ini disebut salah satu kunci sukses dalam berbisnis.

Strategi ini biasanya dipilih setelah berbagai macam pendekatan dan negosiasi mentok. Konfrontasi menjadi pilihan karena efektif untuk mengungkap persoalan tersembunyi yang diduga menjadi penyebab sumbatan. Konflik sengaja dibuat agar segala sesuatunya terlihat lebih jelas, lalu diambil penyelesaian yang matang dan rasional.

Strategi ini belakangan cukup sukses diterapkan oleh manajemen Persebaya. Ketika berhadapan dengan Pemkot yang dirasa kurang mendukung Persebaya – dengan puncak kekacauan yang terjadi saat Celebration Game – manajemen Persebaya melakukan konfrontasi terbuka melalui media massa. Yakin, pilihan ini diambil setelah berbagai upaya gagal menyelesaikan masalah. Konfrontasi tertutup di balik layar nggak ngefek, lanjut konfrontasi terbuka.

Manajemen Persebaya, terutama melalui manajernya, Chairul Basalamah secara sistematis mengeluarkan statement-statement konfrontasi. Mulai dari gembok lapangan parkir oleh Dispora yang melanggar kesepakatan, Persebaya gagal ikut Piala Presiden, Persebaya terancam pindah ke luar kota, Piala Presiden akan di pindah ke Sidoarjo, Jokowi meminta pembukaan Piala Presiden di GBT, Persebaya gagal latihan di GBT dan lain-lain.

Iklan

Konfrontasi yang ramai di media ini (dibarengi dengan lobi-lobi tingkat tinggi tentu saja) berhasil memaksa pihak-pihak yang berwenang untuk duduk bareng. DPRD Kota Surabaya bahkan menggelar dengar pendapat khusus mengenai masalah ini.

Melalui dengar pendapat di DPRD kota itulah, strategi konfrontasi ini berhasil mencapai tujuannya. Mengungkapkan berbagai masalah yang selama ini menghambat. Bahkan lebih. Bukan hanya masalah GBT yang terungkap, tapi juga masalah Lapangan Karanggayam yang mau dijadikan lapangan panahan dan masalah G10N yang selama ini jadi tempat terlarang untuk latihan Persebaya.

Keberhasilan itu jadi lengkap saat Persebaya berhasil latihan kembali di Karanggayam, lahan parkir di GBT mulai dibuat, dan Wakil Walikota Surabaya, berhasil ‘direkrut’ menjadi Ketua Panpel Piala Presiden. Terlepas dari motif politik apapun dibaliknya.

Case closed.

Tapi kemudian kita semua kaget dengan “Surat Terbuka Presiden Persebaya Azrul Ananda” untuk Andik. Sang bintang, ikon, idola yang lahir dari rahim internal, lambang perjuangan dan loyalitas.

Sekedar memenuhi janji untuk terbuka atau jangan-jangan konfrontasi lagi?

Beberapa hari yang lalu Pak Pres memang berjanji akan mengungkapkan secara terbuka bareng Andik, apapun keputusan yang diambil 2-3 hari lagi. Ketika deadline terlewati dan bareng-barengnya gagal, keluarlah surat terbuka itu.

Sebagai Bonek tentu saja saya berharap opsi kedua. Karena kalau bener jurus konfrontasi yang sedang dipraktekkan, berarti masih ada peluang Andik bergabung dengan Persebaya musim ini.

Karena seperti yang ada di awal tulisan ini, tujuan konfrontasi adalah mengeluarkan masalah tersembunyi. Surat terbuka Pak Pres yang panjang lebar itu sebenarnya intinya cuma satu. Manajemen gagal bertemu dengan Andik lalu memutuskan untuk menghentikan saga transfer ini demi fokus tim.

Sebagai strategi konfrontasi langkah ini sukses, masalah tersembunyi-nya langsung keluar melalui balasan dari Andik. Ternyata benar Andik menolak atau enggan bertemu. Penyebabnya karena Andik merasa kecewa dengan statement-statement dari Manajer Persebaya terutama komentar bahwa Andik tidak ada dalam skema pelatih.

Nah, kalau sudah terang benderang begini harusnya masalah ini jadi mudah diselesaikan bukan?

Itu kalau kedua belah pihak memahami bahwa konfrontasi ini bukan masalah menang atau kalah, siapa salah siapa benar. Benar-benar jadi upaya untuk menyingkirkan hambatan dan mencari solusi agar tujuannya bersama tercapai. Andik dan Persebaya menjadi satu.

Selanjutnya, strategi konfrontasi ini biasanya memerlukan pihak ketiga. Seseorang yang memahami masalah kedua belah pihak dalam sudut netral. Dalam kasus dengan Pemkot, orang ketiga ini adalah DPRD Kota Surabaya. Nah, PR-nya jadi mencari siapa yang mau dan mampu menjadi mediator antara Persebaya dan Andik.

Sebagai Bonek, tentu saja kita berharap Andik dan Persebaya baikan. Persebaya bakal sangat mengerikan dengan komposisi plus Andik. Apalagi di posisi sayap, kita harus siap-siap sering ditinggal Osvaldo dan Irfan membela timnas.

Tak ada yang lebih membahagiakan dari kabar seorang pemain idola bergabung dengan klub kebanggaan. Selalu menyenangkan kalau melihat dua orang yang saling mencintai bisa bersatu.

Kalaupun tidak, kita harusnya sudah terbisa menjadi saksi (dan mengalami) bahwa saling mencintai pun bukan jaminan akan jodoh.

Tsah!

*) Zen, Bonek Lamongan yang tinggal di Jakarta.

Note: Beberapa detik sebelum mengirim naskah ini, saya melihat video konpres Pak Pres sebelum pertandingan melawan Perseru Serui. Pak Pres menegaskan kembali langkah ini diambil agar tidak berlarut-larut demi menjaga fokus tim. Bikin patah hati.

Tapi saya masih berharap ada yang jadi mediator. Masih ada waktu karena kick off Liga 1 molor lagi ke pertengahan Maret. Percayalah, melihat track record selama ini, kemungkinan mundur lagi masih terbuka lebar.

Lebar banget. Tidak seperti akses ke GBT yang sempit.

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display