Kekalahan dan terhentinya Persebaya di babak 8 besar Piala Presiden ini memang menyesakkan dada bagi siapapun pecinta Persebaya. Asa terbangun ketika Persebaya mampu memasuki babak 8 besar yang dipastikan berisi mayoritas peserta Liga 1.
Saya memang tidak ke Solo, tidak merasakan atmosfer kawan-kawan yang penuh semangat mengawal Persebaya, tetapi harapan dan dukungan bisa dilakukan dari mana saja.
Persebaya memang memiliki persoalan di lini pertahanan, harus ada penanganan secepatnya sebelum mengarungi Liga 1 yang super ketat itu.
Namun, Piala Presiden ini seakan menjadi show of force Persebaya. Tertinggal dua gol, dengan mental juara Persebaya mampu membalas sehingga 90 menit Persebaya dapat menahan imbang runner up Liga 2 lalu. Artinya, tidak ada satupun kekuatan dapat mengalahkan Persebaya di waktu normal.
Saya tidak dapat membayangkan jika aturan perpanjangan waktu 2×15 menit diadakan, tentu cerita akan berbeda. Siapapun, dalam 3 menit 2 gol terceploskan akan merontokan mental tanding lawan.
Ada hikmah sebuah kekalahan. Kita harus pulang untuk kembali menang; Vini Vidi Vici. Persebaya harus memperbaiki dan menjaga kekompakan tim, manajemen, dan suporter.
Persebaya akan menjadi momok di musim kompetisi mendatang, itu sudah bisa dipastikan. Gelora Bung Tomo akan menjadi slaughter bagi tim tamu. Persebaya kini berusia 90 tahun, dan itu sama persis dengan kekuatan mereka selama 90 menit yang tidak akan pernah terkalahkan. Atas dasar inilah ijinkan saya berbangga atas kekalahan Persebaya dari PSMS. Meski kalah namun tetap superior dalam 90 menit. (*)