Mencintai Persebaya memang membutuhkan kesabaran dan kesetiaan tinggi. Sebagai customer memang tidak memiliki kecintaan dan kesetiaan pada Persebaya. Yang memiliki rasa itu hanya Bonek. Sebagai customer, kita diingatkan tentang sebuah ekspektasi papan atas seperti yang dicanangkan manajemen, sebagai Bonek tentu kita berhak berharap lebih. Karena, harapan manajemen itu semakin mendekati: bertahan di Liga 1 lebih realistis.
Bersahabat dengan tim peserta liga memang harus dijaga. Namun seremoni yang menjadikan lawan seperti bukan menjadi musuh itu secara psikis mendongkrak mental tanding mereka. Ini liga, ini kompetisi, bukan pertandingan persahabatan atau charity game. Entah sudah berapa banyak tim yang mendapatkan sambutan “berlebihan” semacam itu.
Apa yang terjadi di dalam lapangan adalah gambaran apa yang terjadi di luar lapangan. Pemain lokal seakan memberi ruang pemain asal Papua mencetak gol, walau peluang itu ada pada pemain lokal. Pertandingan kontra Persipura seakan menjadi “drama” tersendiri.
Hasil seri ini akan menjadi sangu minim melawat ke Bantul dan Makassar. Bisakah target papan atas tercapai? Badai cedera tak kunjung reda, pemain yang cedera menepi menjadi “model” dadakan di tribun VVIP sasaran bonek yang ingin berfoto bersama.
Lantas, bagaimana menguatkan harapan bersama untuk mengakhiri liga di papan atas? Jika kondisi seperti ini, saya adalah manusia berdosa pertama yang mengatakan kita bakal akan numpang lewat di kompetisi level tertinggi ini.
Eksklusivitas pemain Persebaya membuat jarak dengan Bonek, sehingga bukan tidak mungkin justru bermain di hadapan mereka, pemain Persebaya yang malah tertekan, karena mereka tidak di dekatkan bonek. Tim psikolog Persebaya pasti paham hal itu.
Jadi, bertahan di Liga 1 adalah yang terbaik. Ada 24 laga yang harus dilakoni persebaya, laga home tinggal menyisakan 13 laga, segeralah berbenah dan bangkit, paling tidak laga home harus disapu bersih agar kita bisa bertahan.