EJ – Tekadku menonton semua laga Persebaya baik di kandang maupun tandang membuatku nekad terbang ke Jakarta. Persebaya menantang tuan rumah Persija di Stadion PTIK, Jakarta Selatan. Dari Paiton, Probolinggo, aku berangkat. Oya, namaku Munijianto Basuki, panggil saja Yanto.
Aku tahu tidak ada kuota buat Bonek. Namun aku berusaha berpikir positif karena selama ini aku selalu bisa masuk stadion. Cukup beruntung perjalananku ke ibukota bisa berjalan mulus. Berkat gerilya sana-sini mencari informasi, aku bisa menginap di hotel yang digunakan pemain Persebaya selama di Jakarta.
Aku tiba di stadion sekitar pukul 18.00 WIB. Sudah banyak Jakmania yang hadir di stadion milik kepolisian itu. Aku masih belum dapat undangan dari panpel Persija sebagai pengganti tiket masuk stadion. Sebenarnya aku membawa atribut Persebaya seperti kaos dan syal. Namun aku memutuskan untuk menyimpannya di dalam tas karena alasan keamanan. Aku ingin menyaksikan Persebaya tanpa keributan karena hubungan antara Jakmania dan Bonek sedang memanas.
Aku berusaha menemui official Persebaya untuk meminta undangan. Setelah aku ceritakan tekadku untuk menonton semua laga Persebaya, ada official yang memberiku undangan berwarna merah. Ini yang aku pakai untuk bisa masuk tribun VIP.
Suasana di stadion awalnya berjalan kondusif. Tribun VIP yang dikuasai Jakmania dipenuhi yel-yel dan dukungan mereka untuk Persija. Aku mengamati hanya ada 10 Bonek yang hadir dan mayoritas tidak memakai atribut. Hanya Isa Bajaj dan anak Menpora Imam Nahrawi yang tetap nekad memakai jersey Persebaya warna hijau.
Laga kedua tim dimulai tepat waktu meski hujan membuat lapangan stadion menjadi licin dan becek. Yang mengejutkan, para pemain Persebaya terlihat pede bermain di kandang lawan. Aku hanya diam saja meski beberapa kali Irfan Jaya mengancam gawang Persija. Tak ada teriakan yang biasanya aku lontarkan saat Persebaya mendapatkan peluang. Aku tahu diri demi keamananku.
Dan akhirnya gol Persebaya tercipta lewat kaki Rishadi Fauzi. Sebenarnya aku ingin melompat dan berteriak merayakan gol itu. Tapi aku menahan diri untuk tidak bereaksi. Sebelum berangkat, aku sudah mewanti-wanti diriku untuk tidak melakukan selebrasi. Makanya selama di stdion, aku selalu bersedekap agar tidak kelepasan. Begitu gol, aku langsung gulung-gulung dan salto (tapi dalam hati). Hhhh…
Gol Rishadi membuat semua pendukung tuan rumah terdiam. Sebagian dari mereka terlihat kesal dan mulai mencari Bonek atau pun suporter beratribut hijau-hijau. Aku melihat di sana ada bapak-bapak dan anaknya mengangkat syal Bonek. Inilah yang memicu kekisruhan Jakmania di sebelah kanan tribun VIP. Bapak dan anak itu akhirnya diusir keluar stadion.
Menyusul kejadian itu, anak Menpora, diusir dari stadion. Tapi aku tak melihat pemukulan karena posisiku agak jauh.
Menurutku, perlakukan pendukung tuan rumah agak berlebihan sampai gak ada yang boleh memakai atribut Persebaya. Ini berlaku juga bagi tim media Persebaya yang dipaksa untuk ganti atribut.
Suasana kembali kondusif setelah beberapa Bonek diusir dari stadion. Aku masih bisa menikmati pertandingan karena tak ada yang tahu jika aku adalah Bonek.
Meski Persebaya akhirnya hanya meraih hasil imbang, aku memahami dan tetap menghargai perjuangan para pemain dan tim secara keseluruhan. Mereka telah berjuang untuk meraih poin meski hanya 1 poin. Aku tetap berharap Persebaya menyapu bersih semua laga.
Kita harus tetap sadar bahwa Persebaya adalah tim promosi. Walau dengan tidak mengesampingkan Persebaya adalah tim besar yang mempunyai tradisi juara. Karena semua tim selama ini juga berada dalam atmosfir kompetisi yang begitu ketat di level masing-masing.
Meski hubungan antara Bonek dengan Jakmania memanas, aku masih berharap hubungan bisa normal dan rukun kembali. Secara pribadi, aku berharap hal-hal negatif segera disadari bersama-sama. Kita harus intospeksi dan yang gak kalah pentingnya secara bersama-sama legowo menerima masa lalu.
Sesungguhnya semua merasakan bagaimana nikmatnya persaudaraan kala kita away dan mendapat sambutan dari suporter tuan rumah.
Laga di Stadion PTIK ini adalah laga ke-12 Persebaya yang aku tonton secara langsung. Sebelumnya, aku sempat ke Bantul namun laga dibatalkan. Dari awal kompetisi, aku memang berniat untuk mengawal Persebaya di mana pun berada. Dan hingga laga lawan Persija, petualanganku mengawal sang kebanggaan belum terputus. (iwe)
*) Diceritakan kembali oleh Munijianto Basuki kepada EJ