Mengawali kiprahnya di kasta tertinggi sepak bola Indonesia setelah vakum selama 7 tahun, Persebaya sempat memunculkan asa kalau tim ini akan berbicara banyak di kompetisi Liga 1. Di laga pembuka Green Force berhasil membungkam tamunya Perseru Serui dengan skor tipis 1-0 lewat sontekan manis legiun asing nya asal Argentina, Robertino Pugliara. Sempat dikritik di awal kedatangannya karena sudah memasuki usia uzur untuk ukuran pesepakbola profesional yaitu 34 tahun. Tapi penampilannya kala itu membungkam semua kritik yang tertuju padanya. Hingga saat ini, pemain bernomor punggung 10 tersebut menjadi pemain yang paling konsisten dan stabil diantara pemain lainnya dengan kontribusi 1 gol dan 2 assist (dikutip situs resmi liga-indonesia.id).
Itu adalah sedikit cerita manis di awal kompetisi sebelum memasuki masa-masa kritis seperti saat ini, klub kebanggaan warga Surabaya ini tak ubahnya seperti Buaya “Ompong” yang terkulai lemas. Memiliki catatan 5 kali menang, 7 kali draw, dan 6 kali kalah termasuk 2 kekalahan di kandang ketika melawan Barito Putera dan Persib Bandung serta memiliki agregat gol 26-26 tidaklah mencerminkan sebagai klub besar yang sarat prestasi.
Kebijakan Transfer “Aneh” dan Gemar Koleksi Pemain “Tua”
Hal ini dimulai ketika Alfredo Vera mulai memboyong beberapa mantan anak buahnya di Persipura Jayapura untuk menghiasi skuadnya dengan alasan akan lebih mudah beradaptasi karena sebelumnya sudah bekerja sama ketika di TSC 2016 dan menjuarainya. Ferinando Pahabol, Ruben Sanadi, Osvaldo Haay, Izaac Wanggai dan Ricky Kayame menjadi gerbong eksodus Persipura menuju kota Pahlawan. Memang beberapa dari mereka memiliki kontribusi yang signifikan di skuad Bajol Ijo antara lain Ruben Sanadi yang hampir tidak tergantikan di posisi bek kiri serta Riky Kayame dan Ferinando Pahabol yang saling bergantian mengisi posisi winger Persebaya. Di luar pemain tersebut, hampir tidak ada yang memberikan kontribusi maksimal justru performanya tidak sesuai ekspektasi
Kebijakan transfer “aneh” berikutnya adalah gemar merekrut pemain tua, sebut saja OK John (35 tahun), Otavio Dutra (35 tahun), Izaac Wanggai (36 tahun), Raphael Maitimo (34 tahun), R. Pugliara (34 tahun). Usia mereka sudah melewati usia emas di sepak bola, patut dipertanyakan jika presiden klub menekankan pembinaan usia muda namun di sisi lain pelatih merekrut pemain uzur. Ingat ini bukan TSC, turnamen yang telah dimenangkan Vera namun ini merupakan kompetisi yang dituntut kekonsistenan tim dan jauh lebih kompetitif.
Don’t Change The Winning Team, Coach!
Mengutip ungkapan terkenal di sepakbola “Don’t Change The Winning Team”, jajaran pelatih Persebaya mungkin harus mempertimbangkan ungkapan tersebut. Gemar melakukan rotasi bukanlah sesuatu yang salah, hal itu diperlukan dalam kompetisi yang panjang namun itu akan berpengaruh pada mental pemain. Tapi jika setiap pertandingan starting line-up selalu berubah itu yang patut dipertanyakan. Jika selalu membela diri Persebaya dilanda badai cedera dan hampir tidak pernah full team di putaran kedua maka lebih baik anda menjadi seorang lawyer yang lebih banyak berargumen daripada kaya strategi.
Tim Promosi Bukan Berarti Target Tak Boleh Tinggi
Masih ingat dengan kisah Persebaya medio 2002-2004? Di mana Persebaya pada 2001 terdegradasi ke Divisi 1 hingga promosi kembali ke Divisi Utama pada tahun 2004 kemudian bablas jadi kampiun Liga Bank Mandiri X tahun 2004 dengan status tim promosi musim sebelumnya dan lebih hebatnya menasbihkan Persebaya menjadi tim yang pertama menjadi juara dua kali di era Ligina pada tahun 1997 dan 2004. Memang waktu tersebut skuad Green Force terbilang mewah dibandingkan saat ini. Kala itu Persebaya dihuni pemain-pemain asing terbaik seperti Danilo Fernando, Carrasco, Leonardo Gutierez, dan kumpulan pemain timnas macam Bejo Sugiantoro, kurniawan DY, Gendut Doni kemudian dibesut oleh Jacksen F.Tiago yang notabene waktu itu masih minim pengalaman melatih karena sebelumnya hanya melatih klub internal Assyabab. Walaupun tak memiliki skuad yang selevel dengan era 2004, setidaknya tiru semangatnya dan permainan ngeyel khas Suroboyoan.
***
Pilihannya hanya dua, Evaluasi atau Degradasi. Tak perlu khawatir engkau akan ditinggalkan pendukung setiamu, engkau tak berlaga selama 5 tahun lebih pun kami masih setia menunggu. Apalagi hanya bermain buruk seperti saat ini. Hujatan adalah bentuk cinta kami.
Jika melihat ketulusan hati Bonek untuk Persebaya, seakan Teringat kata-kata dari Mas Pur seorang Ojek Pangkalan, “Tapi satu hal yang harus kamu ingat, di sini ada hati yang selalu tulus menyayangi kamu.”.
BANGKIT PERSEBAYA!