Ketidaksinkronan Visi Presiden Persebaya dengan Visi Alfredo Vera

Azrul Ananda dan Alfredo Vera. Foto: Joko Kristiono/EJ
Iklan

Presiden Persebaya, Azrul Ananda, adalah salah satu orang yang visioner. Ia menyukai pembinaan usia muda dan lebih mementingkan proses ketimbang hasil. Namun visi sang presiden tak bisa diterjemahkan pelatih Alfredo Vera di lapangan. Ia menyukai pemain tua dan merekrut pemain-pemain yang telah dikenalnya. Alfredo salah menerjemahkan “proses” dengan membongkar-bongkar formasi. Anehnya, Azrul membiarkannya.

Ada dua visi besar Azrul yang berkaitan dengan tim yakni pembinaan usia muda dan pentingnya proses dalam membangun tim. Sayangnya, dua-duanya tak terlihat di Persebaya.

Pembinaan Usia Muda

Sebelum kompetisi berjalan, Bonek dikejutkan dengan keputusan Alfredo yang merekrut Otavio Dutra, bek asal Brasil berusia 34 tahun. Meski Bonek sempat melakukan protes namun Alfredo tetap pada keputusannya. Tak berhenti sampai di situ, ia memutuskan mendatangkan gelandang asal Argentina, Robertino Pugliara, yang berusia 35 tahun.

Iklan

Rencana mendatangkan striker asal Argentina berusia muda yang sempat Alfredo janjikan pun menguap begitu saja. Ia pun kemudian merekrut David da Silva, striker asal Brasil yang sebelumnya dibuang Bhayangkara FC. Da Silva telah berusia 29 tahun, usia yang tidak lagi muda di sepak bola.

Tanpa diduga-duga, Alfredo mendatangkan Izaac Wanggai, pemain belakang berusia 36 tahun. Alasan mendatangkan Izaac pun tidak jelas. Alfredo selalu mengatakan jika pemain yang didatangkan sesuai dengan skema yang diinginkan. Di bursa transfer paruh musim, Alfredo kembali mendatangkan pemain tua, OK John (35) dan Raphael Maitimo (34). Ia memilih melepas pemain muda, M. Sidik Saimima (21) dan Arthur Irawan (25).

BACA:  Persebaya Siap Hadapi Madura United

Pentingnya Proses dalam Membangun Tim

Sebuah proses memang dibutuhkan Persebaya untuk mencapai prestasi tertinggi. Namun proses membutuhkan kejelasan arah. Inilah yang gagal diimplementasikan Alfredo di Persebaya. Bongkar pasang formasi dari laga ke laga membuat proses membangun tim tidak jalan. Bagaimana bisa sebuah bangunan berdiri jika pondasinya dibongkar pasang setiap saat? Alfredo tak punya visi jelas dalam membangun tim.

Kita menyaksikan jika tak ada formasi baku di Persebaya. Alfredo tak memiliki The Winning Team. Dampaknya, para pemain membutuhkan adaptasi dari satu pertandingan ke pertandingan lain. Alfredo selalu beralasan jika badai cedera yang menimpa timnya membuat ia harus merotasi para pemainnya. Namun, penyakit bernama cedera ini juga tak kunjung sembuh hingga pekan 18. Selalu ada satu pemain cedera di setiap laga.

Apakah Alfredo tidak mempunyai sistem untuk mencegah para pemainnya mengalami cedera? Permintaan untuk mendatangkan pelatih fisik juga tak dituruti pelatih asal Argentina ini. Sementara ia tidak bisa mencegah para pemainnya bertumbangan akibat cedera. Pemain yang baru didatangkannya, OK John, pun langsung mengalami cedera.

BACA:  Persebaya Menunggu Pemain Asing Baru

***

Visi Azrul yang gagal diwujudkan di lapangan oleh Alfredo tentu membahayakan visi lainnya. Azrul selalu ingin mewujudkan Persebaya yang sustainable secara bisnis. Untuk mencapai sustainable, pastinya dibutuhkan sebuah tim yang stabil secara prestasi. Tim tidak perlu juara setiap musim namun tumbuh sebagai kekuatan mapan di kompetisi. Papan atas adalah tempat yang seharusnya dihuni Persebaya. Sayangnya hingga pekan 18, Persebaya masih menjadi klub lelucon, bukan klub yang disegani. Bajol Ijo jarang tampil garang di kandang dan hobi memberikan poin untuk tim tamu.

Azrul mempunyai tanggungjawab kepada para sponsor untuk membawa Persebaya berprestasi. Prestasi adalah hal yang diinginkan para sponsor karena dengan demikian, mereka bisa “berjualan” di depan suporter. Jika prestasi tim terpuruk maka sponsor pun enggan mendekat. Dan ini akan membahayakan visi Persebaya sustainable yang selalu digaungkan manajemen.

Segeralah berbenah dan lakukan perubahan sebelum terlambat. Jika tidak ingin memecat Alfredo Vera, setidaknya samakan visi terlebih dahulu. Kegagalan dalam menyamakan visi akan membuka lebar-lebar pintu menuju Liga 2. Dan ini sangat berbahaya bagi visi “Persebaya Selamanya”.

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display