Pertandingan terakhir pelatih ad-interim Persebaya, Bejo Sugiantoro, tidak berakhir sempurna. Yah, memang sih tak ada yang sempurna di dunia ini kan?
Kita semua tahu bahwa kemarin Persebaya harus takluk dari tuan rumah Barito Putera Banjarmasin 3-2 (1-0). Meski hasilnya negatif, sejatinya Tim Bajul Ijo memperagakan permainan yang spartan dan mampu mengurung pertahanan tim lawan secara kontinu. Statistik pun berbicara bahwa anak asuhan Bejo Sugiantoro lebih unggul dalam hal penguasaan bola atas anak didik Jacksen F. Tiago. Kali ini terminologi penguasaan bola adalah benar-benar menguasai bola dalam arti sebenarnya. Bukan hanya berlama-lama memutar bola di area pertahanan sendiri.
Terdapat begitu banyak catatan untuk Persebaya pada laga kemarin. Mulai dari mulai tajamnya penyerang Rishadi Fauzi yang memborong dua gol, impresifnya permainan kapten Rendi Irwan yang lugas serta menyumbangkan dua assists kendati tidak bermain sedari awal, dan blunder penjaga gawang Dimas Galih. Poin terakhir inilah yang menjadi titik kelemahan Persebaya sore itu.
Tiga gol yang bersarang di gawang Green Force disebabkan oleh blunder Dimas Galih. Kiper berusia 26 tahun ini seperti “kaget” dan “tampak kehilangan fokus”. Namun tak perlu berlama-lama mengadili permainan buruk pemain bernomor punggung 92 ini. Saya tidak dalam posisi membela Dimas ya. Tetapi setiap kiper di belahan dunia ini pasti pernah melakukan kesalahan.
Di tahun 2018 ini masih hangat di dalam ingatan bagaimana kiper Prancis, Hugo Lloris, melakukan kesalahan yang nyaris sama dilakukan oleh Dimas Galih di partai final Piala Dunia 2018 kontra Kroasia. Sebelumnya ada nama Loris Karius. Kiper Liverpool yang melakukan blunder parah di partai final Liga Champions 2018 melawan Real Madrid. Jadi bisa dikatakan apa yang dilakukan oleh Dimas ini Karius Effect. Dus, sedikit saran untuk Dimas Galih: mintalah maaf kepada publik atas penampilan buruk, tetaplah tegak berdiri dan habiskan jatah gagalmu sekarang! Ya habiskan jatah gagalmu rek! Siapapun itu. Dikritik itu biasa. Tetapi membalas dengan penampilan gemilang itu baru luar biasa.
Musim ini memang bukan musim yang ramah bagi Persebaya. Tetapi bukan berarti kita harus mengibarkan bendera putih bukan? Sejarah pernah mencatat kegemilangan Tim Bajul Ijo di Kompetisi Divisi I 2003. Saat itu dengan kondisi yang hampir sama dengan sekarang, tim Persebaya nyaris gagal lolos ke babak selanjutnya. Untungnya pengurus manajemen ketika itu bertindak cepat di paruh musim dengan merekrut Jacksen F. Tiago (Brasil) menggantikan M. Zein Alhadad. Serta merekrut dua pemain kunci. Yakni Antonic Dejan (Montenegro) dan Alfredo Figueroa (Chili). Dan hal ini berbalas manis dengan lolosnya Persebaya ke Kompetisi Divisi Utama musim 2004.
Jangan pernah lelah mencintai Persebaya Surabaya. Persebaya Surabaya adalah kebanggaan kita bersama dan emosi jiwaku.
Ayo bangkit Rek! (dpp)