Mari Belajar dari Sanksi Komdis untuk Arema FC

Iklan

Sebagian Bonek mungkin kecewa atas hukuman Komdis PSSI untuk Arema FC. Mereka membandingkan misalnya mengapa hukuman denda uang untuk Arema FC lebih kecil dibanding denda ke Persebaya. Padahal Bonek menganggap pelanggaran disiplin yang dilakukan Aremania lebih banyak.

Kita memang boleh mengkritisi keputusan itu. Namun kita mesti sadar jika kita tak lebih baik dari Aremania. Coba tengok apa yang dilakukan Aremania saat laga di Stadion Kanjuruhan. Hal serupa juga dilakukan Bonek saat Persebaya menjamu Arema FC di Gelora Bung Tomo (GBT).

Pelemparan, spanduk provokatif, nyanyian rasis, suporter kencing di depan gawang, penyalaan flare dan smoke bomb. Semuanya pernah dilakukan baik oleh Bonek maupun Aremania saat kedua tim bertemu musim ini. Bedanya, Bonek melakukannya jauh sebelum terjadinya kasus kematian suporter Persija, Haringga Sirla.

Kita patut bersyukur hukuman untuk Persebaya waktu itu tidak sampai mencabut hak Bonek untuk menonton tim kebanggaan berlaga hingga akhir musim. Manajemen Persebaya mungkin bakal memilih sanksi denda Rp 400 juta ketimbang Rp 100 juta tapi harus menggelar pertandingan tanpa penonton. Berapa miliar potensi uang menguap jika Persebaya harus menggelar laga tanpa penonton di kandang? Belum lagi jika Bonek dilarang menonton Persebaya saat away.

Iklan

Kita harus menanyakan bagaimana rasanya dilarang menonton tim kebanggaannya kepada Bobotoh dan Aremania. Musim ini, mereka dihukum tidak boleh menonton timnya di stadion mana pun di Indonesia hingga akhir musim. Bahkan, Bobotoh dilarang hingga pertengahan musim 2019.

BACA:  Persebaya, Kami Khawatir Gol Kamu

Memang, kita pernah merasakan hal yang sama. Bagaimana Bonek dipaksa puasa menonton Persebaya berlaga selama bertahun-tahun. Namun, kita pasti tak ingin kembali ke masa-masa itu.

Jatuhnya hukuman Komdis kepada Arema FC dan Aremania harus menjadi pelajaran bagi Bonek. Artinya, PSSI bisa menjatuhkan hukuman serupa buat klub dan suporter mana pun yang kedapatan melanggar disiplin usai kasus kematian Haringga.

Kita harus mulai berkaca diri. Karena Bonek belum 100 persen berubah. Kita bisa saja mengklaim kalau Bonek telah berubah. Namun faktanya saat Bonek menonton pertandingan Persebaya, selalu saja ada pelanggaran disiplin. Saat melawan Mitra Kukar di GBT misalnya. Sebagian Bonek dengan mudah melempari wasit dengan botol minuman hanya karena menganggap wasit salah usai memberi kartu merah Fandry Imbiri.

Belum lagi beberapa nyanyian rasis masih terdengar dari sudut-sudut tribun GBT. Jika dulu saat di Liga 2, Bonek masih mengingatkan Bonek lain yang bernyanyi rasis. Saat di Liga 1 ini, hal itu malah dibiarkan. Flare dan smoke bomb juga masih dinyalakan jika Persebaya gagal menang di kandang.

BACA:  Satu Tahun Manajemen Baru, Langkah Awal Persebaya Selamanya

Semua pelanggaran disiplin itu berpotensi mendatangkan hukuman dari denda hingga larangan menonton. Jika Bonek dikenai hukuman itu, Persebaya akan kehilangan potensi pendapatan yang banyak untuk operasional tim. Selain itu, Persebaya akan kehilangan dukungan langsung dari Bonek. Apakah kita mau seperti itu? Pasti tidak.

Persebaya masih mempunyai 6 laga di kandang, salah satunya melawan Persija. Di putaran pertama, Bonek dan The Jakmania terlibat perseteruan panas, baik di stadion maupun di dunia maya. Laga ini berpotensi panas dan bisa terjadi pelanggaran-pelanggaran disiplin.

Kita tak ingin Persebaya dan Bonek diberi sanksi oleh Komdis. Oleh karena itu, saatnya Bonek berubah. Segera lupakan euforia jatuhnya hukuman Komdis untuk Arema FC dan Aremania. Bonek punya agenda lebih penting yakni mendukung Persebaya hingga akhir musim. Jika mencintai Persebaya, pastinya kita tak akan mudah melakukan hal-hal yang merugikan tim kebanggaan.

Salam Redaksi!

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display