Zona Degradasi Kian Dekat, Saatnya Ganti Ekspektasi

Rishadi Fauzi. Foto: Joko Kristiono/EJ
Iklan

Setelah minggu lalu digasak Arema FC dengan skor 1-0, kali ini Persebaya kembali dipermalukan di kandang sendiri oleh Borneo FC juga dengan skor tipis 1-0. Dengan kekalahan ini, tim kebanggaan arek-arek terdampar di posisi 14, hanya terpaut 2 strip dari posisi degradasi. Ini bahkan bisa turun lebih dalam kalau PS TIRA dan Mitra Kukar meraih hasil positif di pekan ke 25. Intinya, zona degradasi semakin dekat dan terbuka menganga untuk sang Bajul Ijo.

Saya melihat Persebaya memulai pertandingan dengan dominan meski beberapa pemain kunci absen (plus Robertino Pugliara cedera di tengah laga). Pesut Etam yang bermain lebih sabar berhasil memanfaatkan kesalahan Green Force yang diawali oleh gagalnya overlap M. Irvan Febrianto. Tanpa Abu Rizal, Irfan Jaya, Robertino Pugliara, dan David da Silva, Persebaya tetap tampil dominan tapi selalu kesulitan dalam menciptakan dan memaksimalkan peluang. Pertandingan dengan hasil yang kurang greget. Serangan yang terbangun pun terlihat kurang variasi dan sangat mengandalkan sisi kiri yang diakhiri hampir selalu dengan umpan lambung. Pilihan pemain yang minim tentu saja makin menambah runyam Kang Djanur dalam meramu strategi. Ini adalah kekalahan ke-3 (ke-2 di kandang sendiri) dari total 5 pertandingan semenjak estafet kepelatihan beralih penuh ketangannya.

Kalau kita menengok sedikit kebelakang, statistik menang-kalah coach AV sampai pada saat match terakhir sebelum dia mundur dari tim adalah, 27 persen menang, 38 persen seri dan 33 persen kalah dari 18 pertandingan. Sedangkan Kang Djanur, so far dari 6 pertandingan adalah 20 persen menang, 20 persen seri dan 60 persen kalah. Plus ini adalah kekalahan 2 kali berturut-turut. Ingat, Bonek sangat bergejolak ketika Persebaya meraup 3 kekalahan beruntun yang berujung pada evaluasi besar-besaran tim pelatih dan manager. Kini, kejadian itu bukan tidak mungkin (amit-amit) terulang. Lawan dipertandingan selanjutnya adalah Persib, sang penguasa klasemen. Masih segar diingatan bagaimana sengitnya laga di putaran pertama di Surabaya yang berakhir dengan skor 3-4 untuk Pangeran Biru. Nanti, meski pertandingan akan tidak berlangsung di Bandung dan tanpa penonton, dan walaupun beberapa pemain kunci akan absen, kalau dilihat dari head to head kualitas tim dan dari sisi technical, Maung Bandung masih di atas Green Force. Jalan terjal menghadang Persebaya di depan.

Lalu, apa yang salah? Apa yang bisa di-paido seperti biasa? Dengan pemain nyaris sama dari awal musim, sepertinya kita pendukung Green Force sedari pertandingan pertama di liga 1 terlihat masih larut akan euphoria juara Liga 2. Tahun lalu, GBT memang benar-benar angker. Pun demikian dengan pertandingan away. Hasil positif sangat akrab dengan Bajul Ijo. Sepertinya kita lupa bahwa kasta persaingan Liga 1 dan Liga 2 memang berbeda. Ekspektasi yang sama antara raihan tahun lalu dengan sekarang inilah yang saat ini sering berujung pada kekecewaan. Bahkan sempat bergulir menjadi seonggok pressure yang berlebihan kepada para pemain, yang justru menjadi bumerang pada penampilan mereka di atas lapangan. Lihatlah betapa buruk rekor kandang Green Force. Syukur saat ini dukungan positif sudah semakin mengalir dan pemain juga nampak lebih enjoy kembali tampil di hadapan Bonek di Surabaya. Pun demikian, hasil positif masih belum diraih dengan konsisten.

Iklan

Ekspektasi yang berlebih ini bisa dilihat dengan membandingkan 2 tim promosi yang lain. Kesemuanya ujung-ujungnya ada pada status yang sama yaitu berjuang lepas dari jurang degradasi. Tim-tim yang sudah dulu mapan di Liga 1 nampak lebih senior dengan segala persiapan di awal, pengalaman mengarungi kompetisi dan ini terlihat pada hasil yang diraih sampai dengan saat ini.

Kini di sisa 9 pertandingan, ekspektasi itu nampaknya sudah semakin terbentuk: Bukan menjadi juara, bukan pula berada di papan atas atau mapan di papan tengah, tapi bertahan di liga 1! Dan ini pun bukan akan dilalui dengan mulus. Tim-tim pejuang untuk lolos dari lubang menuju Liga 2 ini nampaknya akan terdiri dari Persebaya, PSMS, Perseru, PSIS, Mitra Kukar, PS TIRA, Arema dan Sriwijaya. Gerbong untuk bertahan di Liga 1 akan penuh sesak dan berhimpit.

Yang agak mendebarkan dari tim-tim di atas, di 2 pertandingan terakhir, hanya Mitra Kukar dan Persebaya yang memiliki trend negatif. Namun, dibandingkan tim-tim lain, Bajul Ijo memiliki keuntungan berupa sisa 5 laga home (yang lain rata-rata hanya memiliki 4 laga home). Menilik liga 1 musim lalu, poin 40 nampaknya akan menjadi poin aman untuk tetap berkompetisi di Liga 1 musim depan. Dengan raihan poin 29 saat ini, itung-itungan-nya Persebaya masih membutuhkan 11 poin lagi. Ini di atas kertas harus dimanfaatkan dari 5 laga home. 5 Laga itu adalah melawan Madura United, Persija, PSM, Bhayangkara dan PSIS.

Di atas lapangan setelah pergantian pelatih, permainan dan penampilan Persebaya masih naik-turun dan tanpa konsistensi. Pun demikian dengan formasi yang ditampilkan di 6 laga terakhir masih sangat cair dan sering berubah. Pakem ngeyel dan trengginas juga tidak selalu hadir di tiap pertandingan. Memasuki masa-masa menentukan ini, saya melihat ada hal yang lebih penting dari permainan cantik, menghibur dan penuh atraksi. Hal itu adalah kemenangan. Hanya kemenangan dan raihan poin demi poin yang akan membuat Green Force kebanggaan arek-arek tetap bertahan di Liga 1 musim depan. Jadi, saat ini sudah saatnya ganti ekspektasi dan buat saya pribadi, inilah ekspektasi real di 9 laga menuju akhir kompetisi: yaitu memanfaatkan 9 laga terakhir (terutama 5 laga home) dan (minimal) meraih poin 40 untuk tetap bertahan di liga 1. Tidak lebih dari itu.

*) La Gusti Negeri, Bonek yang berdomisili di Belanda, bisa dihubungi di @la_gusti

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display