Sungguh miris melihat kondisi PSSI saat ini. Tak ada prestasi, yang ada malah jadi bahan tertawaan. Masih hangat kita baca pernyataan Ketua Umum PSSI, Edy Rahmayadi, yang menyebut jika ingin Timnas baik maka wartawan harus baik. Sebuah pernyataan konyol yang datang dari orang nomor 1 PSSI.
Pernyataan itu seperti melempar tanggung jawab kesalahan kepada pihak lain. Padahal aktor yang paling bertanggung jawab atas buruknya prestasi Timnas adalah PSSI. Dan Edy dengan mudahnya menuduh media yang berperan atas kegagalan Timnas.
Di sinilah kita melihat bahwa budaya malu telah hilang dari tubuh PSSI. Sejak beberapa dekade terakhir, PSSI dipenuhi orang-orang yang tak punya malu namun ngotot mempertahankan jabatannya meski gagal meraih prestasi.
Lihatlah kegagalan Timnas dari turnamen ke turnamen. Tengok pengelolaan liga yang amburadul. Pengambilan keputusan yang selalu plin-plan, pelanggaran aturan yang dibiarkan, hingga ketidakadilan yang selalu dipertontonkan. Kondisi ini tak berubah dari tahun ke tahun.
Dan pejabat-pejabat PSSI itu tidak merasa ada yang salah. Mereka dengan santainya maju di kongres berikutnya dan berjanji akan mengubah keadaan. Tapi orang-orang yang maju adalah orang-orang yang sama. Tak ada peluang bagi orang-orang di luar lingkaran mereka untuk masuk ke PSSI dan mengubah keadaan.
Karenanya kita selalu dapati wajah PSSI yang selalu sama meski Ketua Umumnya berganti. Nurdin Halid, Djohar Arifin, La Nyalla Mattalitti, dan terakhir Edy Rahmayadi. Semua mempunyai masalah yang sama. Kalaupun Edy akhirnya mundur, jika “penyakit” di tubuh PSSI tidak disembuhkan maka hasilnya sama saja.
Wajar jika pecinta sepak bola nasional menuntut semua pejabat PSSI mundur dari jabatannya. Sudah saatnya orang-orang lama, tak hanya Ketua Umum, untuk mundur. Saatnya pejabat-pejabat PSSI diisi orang-orang yang mencintai sepak bola dan tidak menggantungkan hidupnya dari bola.
Padahal, potensi sepak bola di Indonesia sungguh luar biasa. Lihatlah suporter yang selalu memenuhi tribun-tribun stadion saat pertandingan liga digelar. Wajah-wajah mereka begitu tulus mencintai sepak bola. Sebenarnya, ini adalah modal bagi sepak bola kita untuk maju. Bandingkan dengan sepak bola Singapura, Filipina, Thailand. Sangat jauh berbeda. Namun yang mengherankan, prestasi mereka lebih baik dibanding Indonesia.
Mari arahkan jari telunjuk kita ke wajah para pejabat PSSI. Merekalah orang-orang yang membuat Timnas tidak berprestasi dan menyebabkan kondisi sepak bola Indonesia terlihat sangat suram. Wajah-wajah yang tidak punya rasa malu dan dengan gampang tertawa-tertawa mempertontonkan kebodohannya dalam mengelola organisasi.
Bagaimana mereka bisa tidur nyenyak setiap harinya sementara merekalah yang menyebabkan kegagalan ini? Sungguh mengherankan. Jika ada supermarket yang menjual rasa malu, mari kita dorong pejabat-pejabat PSSI itu untuk membeli dan menanamkan rasa itu di tubuh mereka. Dengan begitu, mereka dengan sukarela mau mundur karena sudah punya rasa malu. (*)