Gemas, kesal, marah. Begitulah yang dirasakan oleh jutaan Bonek di tanah air jelang pergantian tahun 2019. Wacana transfer pemain yang serba buram dan lepasnya dua anak emas binaan Persebaya menjadi bukti nyata bahwa perasaan itulah yang saat ini ada di hati Bonek di seluruh Indonesia.
Bukan tanpa alasan, hampir di setiap postingan media sosial Bonek berisi kalimat menghujat dan caci maki. Seolah-olah Manajemen Persebaya sudah menutup mata dan telinga atas aspirasi para Bonek. Lambatnya respon manajemen untuk memutuskan pemain-pemain baru. Tak kunjung disegerakan.
Merujuk polemik yang berkembang saat ini, bolehlah kita cooling down sejenak dan mengingat-ingat sejarah masa lalu. Masih ingat dengan istilah “Ketinggalan Kereta.” Sebuah kalimat yang pernah ramai kala itu, saat memasuki musim 2018.
Ya betul, kereta itu bernama Persebaya.
Jika boleh diperumpakan, Persebaya saat ini seperti Kereta Eksekutif dimana penumpangnya adalah penumpang pilihan dan berkelas. Untuk bisa jadi penumpangnya, harus melalui perjuangan. Tapi itulah kereta eksekutif, hanya orang-orang tertentu saja yang diperbolehkan masuk. Tapi sekarang, kereta itu sepertinya akan tak berpenumpang lagi. Kesan ekslusif tak lagi menempel di gerbongnya. Jika dulu, kereta yang ditunggu sekarang justru sebaliknya.
Kereta itu sekarang telah kehilangan penumpang terbaik, dua penumpang emas yang ditunggu-tunggu nyatanya tak sudi lagi ikut bersamanya. Bahkan penumpang yang dulu bersama, satu-per satu mulai keluar dari gerbong tersebut. Meskipun berat, tapi itulah yang dihadapi.
Istilah “ketinggalan kereta” sangat ramai dibicarakan. Kala itu. Bagaimana tidak, seorang Andik Vermansah yang nyata-nyata binaan Persebaya tidak bisa bergabung bersama Persebaya hanya karena masalah angka.
“Via pesan teks, pihak Sdr. Andik selalu menekankan soal angka. Bagi kami itu wajar. Ini olahraga profesional.” Begitulah kutipan otentik Surat Terbuka Azrul Ananda, Presiden Persebaya.
Manajemen berkelit, bahwa Andik terlalu mahal. Sehingga manajemen mengurungkan Andik untuk bergabung dengan Persebaya. Keputusan tersebut disampaikan jelang detik-detik musim dimulai. Tak menemui kata sepakat. Akhirnya, Persebaya meninggalkan Andik dengan berbagai polemik. Dan kereta itu kemudian berjalan untuk meninggalkan penumpangnya.
Musim 2019 akan bergulir bulan April, setelah selesainya gelaran Pileg dan Pilpres. Bursa transfer pemain, sudah mulai dimulai sejak kemenangan Persija di musim 2018. Seluruh klub, menghambur-hamburkan uang untuk belanja pemain terbaiknya. Begitu juga dengan Persebaya, hingga tulisan ini ditulis, belum ada pemain di luar Persebaya yang resmi dikontrak. Jika ada, itupun pemain-pemain lama yang diperpanjang kontrak.
Desakan Bonek dengan “Kesepakatan Bagong,” adalah bukti kecintaan hakiki terhadap Persebaya. Bonek hanya ingin Manajemen terbuka atas apa yang terjadi, sesederhana itu permintaan Bonek. Apakah sulit untuk Manajemen?
Manajemen bukan Tuhan, yang tidak bisa diajak bicara. Bisa jadi, mereka sedang menyiapkan Strategi yang baik untuk Persebaya. Stay Positif Thinking Guys.
Jika mengutip lirik lagu Iwan Fals,
“Kereta tiba pukul berapa?”
Rasanya kereta itu tak akan datang tepat waktu, jika datang pun akan sulit menjumpai penumpang yang ekslusif, berkelas, dan pilihan.
Bagaimanapun, kereta tetap kereta. Persebaya tetap Persebaya. Penumpang boleh berganti-ganti tetapi Kereta harus tetap berjalan. Entah di stasiun mana kereta akan berhenti. Di Gubeng atau Pasar Turi? Kita tidak pernah tahu.
Banyak harapan datang bersamanya. Bersegeralah datang Sang Kereta.
Bangkalan 2018