Makin ke sini, makin paham kan, kenapa jadi Bonek itu tidak gampang. Lha, lihat saja. Kericuhan yang terjadi di Stadion Maguwoharjo Sleman, pada laga pembuka Liga 1 2019, Rabu (15/5). Siapa yang berulah, eh, Bonek masih juga dilempar getahnya. Padahal, secara fisik bonek tak ada di sana. Toh, masih saja, di lini masa, ada yang tega menuduh Bonek menjadi provokatornya.
Uhh, tuduhan basi. Gak jamannya. Tanda ada yang salah dengan kejiwaan tukang tuduh ini. Buruk muka, eh, cermin yang dibelah.
Ironisnya, tuduhan itu muncul hanya berselang beberapa jam saat momen ibu dan anak mengucapkan terimakasih pada Bu Presiden Persebaya, Ivo Ananda berserta maskot Persebaya, Jojo dan Zoro kala membagi boneka buat anak penderiia kanker di RSUD Dr Soetomo, Rabu (15/5) pagi. Dari foto yang beredar, kebetulan si anak memakai jersey Arema. Jadi, pagi ada yang mengucapkan terima kasih, malamnya dituding memprovokasi.
Tuduhan itu tak perlu dilawan dengan emosi berlebih. Muspro. Habisin energi. Senyumin saja. Mereka sejatinya tak rela Bonek telah berubah. Maunya, yang buruk-buruk itu punya bonek. Sehingga apabila ada rusuh, kisruh, ribut maka bonek lah, kambing hitam paling mudah.
Jika mereka berharap kita akan terpancing dengan tuduhan dan cap negatif itu, mereka salah. Dari awal, perubahan yang dilakukan Bonek tidak memburu pengakuan. Apalagi pencitraan. Kerja kebaikan ini dilakukan tulus. Transaksinya langsung dengan Tuhan. Perkara di mata manusia masih juga dianggap salah, biar saja. Biarkan tangan Tuhan yang bekerja untuk mengetuk dan membuka mata hati mereka.
Sembari itu, kita harus terus gelorakan kerja-kerja kebaikan. Jangan berpuas diri dengan grafik perubahan yang terjadi. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi. Masih banyak oknum-oknum pendukung Persebaya dengan rasa tanggungjawab seadanya. Tak peduli lingkungan sekitar yang terpenting terpuaskan. Nyalakan flare di pertandingan kandang maupun bikin resah kala mendukung luar kandang.
Inilah medan garap kita semua. Memberi penyadaran bahwa DNA Bonek ini dibangun dengan spirit kebaikan dan kebersamaan. Tentu, ini tak bisa instan. Butuh proses untuk ke sana. Yang terpenting, semua ada kemauan dan kesungguhan untuk berubah. Tak sebatas wacana dan retorika. Mulai diri sendiri. Tanamkan dan helat kesungguhan di hati untuk berubah menjadi lebih baik lagi.
Pasti ini tak gampang. Demi kebaikan yakin ada jalan. Bulatkan tekad, wujudkan maksimal dalam perbuatan. Menyerah? Tak ada kata ini di kamus Bonek sejagad raya. Karena mundur adalah sebuah pengkhianatan. Dan, perjalanan kompetisi musim ini akan menjadi ujian kesungguhan perubahan yang kita lakukan ini. Semoga semua dilosskan. (alexi)