Mengenang Joner, Merawat Ingatan yang Tidak Akan Mati

Jhonerly Simanjuntak
Iklan

Sabtu, 19 Maret 2011, saya ke stasiun Stasiun Lempunyangan Yogyakarta bersama Rijal Tobat selepas kami sarapan di pagi hari di sebuah warung nasi pecel Ponorogo di Condongcatur, Sleman. Di depan stasiun kami bertemu dengan Tulus Budi, Joner dan beberapa anggota Bonek Korwil Jogja. Kami kemudian masuk ke dalam stasiun, menunggu rombongan besar Bonek yang datang menumpang kereta untuk menonton pertandingan Persebaya melawan Real Mataram dalam kompetisi Liga Primer Indonesia yang berlangsung esok hari di Stadion Maguwoharjo, Sleman.

Kala kami masuk ke dalam stasiun, Rijal Tobat menyapa sekelompok Bonek yang kami tidak kenal namanya yang ternyata telah ada di dalam stasiun dengan menggunakan Bahasa Jawa. “Nunggu sinten, cak?” (Menunggu siapa, mas?”. Salah satu dari mereka menjawab, “Nunggu Cak Joner.” Joner yang berada dengan kami senyum kecil, mendengar pembicaraan yang baru dimulai. “Joner sinten?” (Joner itu siapa?), tanya Rijal Tobat kepada mereka lagi. “Niku lho cak, ketuanipun Bonek Liar,” (Itu lho mas, ketuanya Bonek Liar) jawab salah satu dari mereka lagi. Joner yang berada di dekat kami menyalami mereka, tanpa memperkenalkan diri bahwa dialah yang bernama Joner. Kami semua juga menyalami mereka.

BACA:  Jaga Kewarasan Suporter dengan Tidak Mencaci Maki di Medsos

Perbincangan pagi itu di Stasiun Lempuyangan menyadarkan saya bahwa nama Joner sangat populer di kalangan Bonek, namun meskipun demikian kepopulerannya tidak membuatnya silau terhadap pujian. Bukannya menunggu orang untuk menyalaminya, ia justru yang datang menyalami beberapa Bonek yang telah ada di dalam stasiun.

Jhonerly Simanjuntak, nama lengkap dari Joner, jelas menunjukan latar kesukuannya sebagai orang Batak. Sebagai sebuah tim eks Perserikatan, Persebaya identik dengan klubnya orang Jawa Timur, yang mayoritas suku Jawa, dan diikuti dengan suku Madura. Latar kesukuannya telah menerobos batas kesukuan yang identik dengan tim eks Perserikatan. Joner adalah seorang keturunan Batak yang cintanya kepada Persebaya tidak bisa disangkal lagi. Joner adalah suporter sejati Persebaya.

Iklan

Joner bukan sekadar seorang suporter sepakbola yang datang mendukung Persebaya saat bertanding. Ketika Persebaya dimatikan federasi, Joner memilih menepi dari tribun stadion dan bergerak di jalan bersama ribuan Bonek. Joner ikut lantang menyuarakan keadilan bagi Persebaya bersama ribuan Bonek yang lain. Secara aktif, Joner menjadi bagian dari Bonek yang terlibat memperjuangkan Persebaya yang sedang dianiaya oleh elit yang menguasai PSSI, terutama di masa-masa sulit di tahun 2013 sampai dengan 2017.

BACA:  Monotonnya Permainan Persebaya dan Penyakit “Irfan Jaya Dependencia”

Sebagai seorang yang dituakan, Joner sanggup mengemban kepercayaan yang diberikan kepadanya. Beberapa hari sebelum Persebaya melawat ke Sleman saat itu, Joner telah datang bersama rombongan kecil Bonek. Mereka menginap di markas Slemania University yang berada di Condongcatur, Sleman. Tujuannya tentu saja membuka jalan bagi rombongan besar Bonek yang akan datang di hari Sabtu ketika kami berada di Stasiun Lempuyangan dengan bersilaturahmi dengan suporter lokal.

Dalam beberapa pertemuan dengan Joner, yang selalu saya ingat adalah sikap rendah hatinya dalam berbicara dengan orang lain dan kesederhanaannya, meskipun namanya sangat populer di kalangan Bonek. Cinta abadinya kepada Persebaya dan solidaritas yang egaliter kepada sesama Bonek adalah dua pelajaran moral yang terus selalu abadi. Selamat jalan Cak Joner di tribun abadimu di surga bersama Tuhan. Requiem aeternam (istirahatlah dalam keabadian), Cak Joner.

*) Fajar Junaedi, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display