EJ – Gelora 10 November bergemuruh penuh suka cita di tengah cuaca hujan saat Persebaya memastikan gelar juara Liga Bank Mandiri musim 2004. Tepat hari ini, 23 Desember 2004 atau 15 tahun yang lalu Persebaya terakhir kali meraih gelar kompetisi tertinggi Liga Indonesia. Persebaya secara dramatis mengalahkan Persija dengan skor 2-1 sekaligus menggusur Laskar Kemayoran dari puncak klasemen akhir.
Terjadi persaingan super ketat tiga tim teratas antara Persija, Persebaya, dan PSM Makassar. Persebaya yang sebelum laga terakhir tertinggal dua poin dari Persija di peringkat pertama dan unggul selisih gol atas PSM Makassar di peringkat ketiga. Harus memainkan laga hidup atau mati di Gelora 10 November.
Kemenangan atas Persija diraih anak asuh Jaksen F Tiago dengan tidak mudah. Persebaya memang dihuni pemain berlabel timnas dan Persebaya merekrut pemain-pemain terbaik yang ada di Indonesia. Nama-nama seperti Bejo Sugiantoro, Mursyid Effendy (c), Mat Halil, Uston Nawawi, Kurniawan DJ yang dipadukan dengan pemain asing berkualitas sekelas Leonardo Guiterrez, Danilo Fernando, Carassco, dan Luciano Souza.
Jalannya pertandingan berlangsung super ketat. Persebaya mampu unggul dan mengunci babak pertama dengan skor 1-0 lewat sepakan Danilo Fernando. Babak kedua, Persija Jakarta mampu menyamakan kedudukan lewat gol bunuh diri dari Mat Halil pada menit ke-50. Namun, selang tiga menit, Persebaya mampu unggul berkat gol dari tandukan Luciano Souza. Gol Dari Luciano menjadi penentu kemenangan Persebaya atas Persija. Kepastian juara didapat Persebaya setelah di laga lainnya PSM hanya mampu mengalahkan PSMS Medan dengan skor tipis 2-1. Persebaya menjadi tim pertama yang mampu meraih dua gelar Liga Indonesia selepas era Perserikatan dan Galatama.
Mengenai kenangan manis tersebut, EJ mencoba menghubungi Mat Halil untuk memberikan cerita tentang raihan gelar juara Persebaya di Liga Bank Mandiri Musim 2004.
EJ: Bagaimana kilas balik perjalanan Persebaya di kompetisi Liga Indonesia 2004 hingga mampu menyapu gelar juara?
Mat Halil: Soal perjalanan Persebaya di awal seperti biasa namun yang paling penting ketika laga akhir itu menghadapi Persija. Di saat Persebaya butuh poin, di sisi lain (kami harus) menunggu hasil PSM atas PSMS Medan.
Soal laga terakhir menghadapi Persija, seperti apa situasinya?
Laga berjalan ketat, hujan deras pada saat itu. Laga sempat ditunda karena banjir. Dan teman-teman Bonek membantu menguras lapangan yang tergenang banjir agar laga dapat dimulai. Secara materi kita sama-sama dihuni pemain berkualitas. Di mana Persija dihuni oleh Emanuel De Porras, Bambang Pamungkas, dan Budi Sudarsono. Kita sempat unggul lebih dulu lewat Danilo kemudian ada gol bunuh diri dari saya. Namun akhirnya ada gol dari Luciano Souza yang mampu membawa kemenangan.
Bagaimana Abah Halil melihat lini serang Persebaya kala itu yang luar biasa, ada Carasco dan Danilo yang sama-sama mencetak 15 Gol?
Kita dulu pakai formasi 3-5-2. Danilo punya kelebihan. Dia berani penetrasi, body balance-nya bagus dan wajar dia salah satu pemain kunci Persebaya. Kalau Carasco punya Finishing Touch yang bagus bahasa jawanya titis-lah.
Siapa pemain yang paling berkesan secara pribadi abah Halil?
Semua pemain. Di mana semua pemain Persebaya saling mendukung. Satu untuk semua, semua untuk satu. Jadi di saat ada gol bunuh diri itu, peran pemain senior sangat membantu. Waktu itu saya masih muda, (peran pemain senior) sangat membantu dalam membangkitkan mental saya. Ada banyak pemain senior seperti Uston, Bejo, Mursyid, Pace, Yeyen Tumena, dan Danilo. Support terus untuk bangkit dan akhirnya bisa raih kemenangan.
Bagaimana kondisi tim di luar lapangan saat di Mess Maranggayam atau di manapun?
Suasana kondusif dalam artian kita yang junior banyak belajar dengan yang senior. Yang senior juga banyak membimbing yang junior. Jadi sama pelatih kita satu visi bagaimana caranya di kandang jangan sampai kalah. Kita saling support di luar lapangan dan akhirnya jadi juara. (osc)