Persebaya adalah Surabaya. Ikon sepakbola yang sudah sangat dikenal di Indonesia. Salah satu klub pendiri PSSI. Prestasi juga banyak diperoleh. Begitupun dengan suporternya yang sangat fanatik bernama bonek. Persebaya dan Bonek identik dengan Surabaya.
Saat ini Persebaya yang dikelola badan hukum bernama PT Persebaya Indonesia sedang bersengketa di pengadilan dengan Pemerintah Kota Surabaya (Pemkot). Yang dipersengketakan adalah lahan dan bangunan di Jalan Karanggayam no 1 Surabaya. Lahan yang berisi lapangan dan bangunan Wisma Persebaya.
Persebaya yang saat itu sebagai kumpulan klub amatir perserikatan sudah menempati dan menggunakan lapangan tersebut sejak akhir tahun 1960an. Sementara Pemkot mengeluarkan surat atas tanah dan Ijin Mendirikan Bangunan tahun 1995 dan 1998. Surat ini yang digugat secara hukum oleh Persebaya.
Kasus ini sudah menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Surabaya. Terakhir sudah sampai mendatangkan saksi ahli dari penggugat. Sebelumnya saat menghadirkan saksi fakta, pihak Pemkot tidak bisa membawa saksi fakta. Dalih yang digunakan adalah sudah cukup bukti yang diajukan ke pihak hakim. Padahal pada sidang sebelumnya pihak Pemkot meminta waktu ke majelis hakim untuk mencari orang yang bisa jadi saksi fakta.
Sidang akan berlanjut pada Selasa 4 Februari 2019 dengan agenda mendengarkan saksi ahli dari tergugat. Jika proses ini lancar maka proses berikutnya adalah majelis hakim akan mengeluarkan kesimpulan. Sebelum nanti akan diambil keputusan hasil sidang tersebut.
Perkara dengan nomor 947/Pdt.G/2019/PN Sby Perbuatan Melawan Hukum ini sudah mendekati selesai peradilan. Apapun keputusan nanti kedua belah pihak harus menerima. Pihak penggugat dalam beberapa wawancara dengan media sudah mengatakan, menang ataupun kalah biar ada keputusan sah dari pengadilan.
Selama ini sebelum ada keputusan pengadilan, perihal lapangan dan wisma Persebaya beberapa kali menjadi sengketa antara Persebaya dan Pemkot Surabaya. Sengketa ini membawa implikasi besar dengan terusirnya kompetisi amatir Persebaya dan kantor divisi amatir dari Karanggayam.
Bahkan tribun legendaris sudah diratakan dengan tanah dan lapangan dibiarkan tidak terawat. Ini tentunya merugikan semuanya. Pembibitan pemain muda terhambat dan Karanggayam sebagai ikon Persebaya terancam.
Penulis berharap konflik ini segera selesai secara hukum. Siapapun nanti yang berhak memiliki dan mengelola lapangan dan wisma tersebut tetaplah bisa digunakan untuk Persebaya selamanya. Sah secara hukum pengadilan, sehingga tidak perlu adalagi gugatan atau pengusiran Persebaya pada rumahnya sendiri. Karena sejatinya Karanggayam adalah milik dan rumah Persebaya. (*)