Semifinal Piala Gubernur Jatim 2020 yang dijadwalkan berlangsung di Stadion Kanjuruhan, Kepanjen, Kabupaten Malang, bakal menghadirkan Persebaya Surabaya. Bajol Ijo dipastikan berjumpa tuan rumah, Arema FC. Laga ini merupakan momentum bagi Panpel Arema bersama seluruh stakeholder sepakbola di Jawa Timur untuk melunasi utang.
Panpel Arema masih memiliki utang sejarah yang sampai saat ini belum dibayar sepeserpun. Di tahun 1997, Aremania pernah diberi kuota untuk menyaksikan pertandingan menghadapi Persebaya di Stadion Gelora 10 November.
Fenomena itu masih terdokumentasikan dengan baik, setidaknya pada ingatan setiap suporter Persebaya. Sebuah koran bahkan mengabadikan momentum itu secara sempurna, termasuk kronologi hadirnya mereka di stadion.
Berikut petikan koran Jawa Pos yang mengabadikan pertandingan tanggal 16 November 1997 itu:
Mereka berjingkrak-jingkrak, meneriakkan yel-yel, dan memukul genderang untuk memberi semangat kepada Juan Rubio dan kawan-kawan. Yang menarik lagi, puluhan suporter berkaos biru-biru warna kesayangan tim Arema– itu aman-aman saja di stadion. Mereka bergerombol di pojok sebelah kiri tribun VIP dan terpisah dari sekitar 20 ribu suporter Green Force yang memadati stadion itu, dengan pengawalan ketat.
[….]
Yang patut diacungi jempol, tentu saja, juga Panitia penyelenggara pertandingan. Panitia bisa memasukkan segerombolan suporter beratribut Arema itu dengan aman. Panitia juga berhasil menyediakan tempat khusus buat mereka di pojok kiri atas VIP. Pintarnya, agar tak sempat bentrok kalau ada apa-apa, para suporter itu sudah dikeluarkan dari stadion 20 menit menjelang bubaran.
Bagaimana sebenarnya koordinasi para suporter Arema itu? Ternyata, puluhan suporter itu memang dikoordinasi langsung oleh Dandim Kota (Malang) Letkol Inf Sutrisno yang juga ketua PS Arema dan Ivan Tobing. Mereka berangkat dari stasiun kereta api Kota Baru pukul 10.00 WIB dengan kawalan petugas.
Pertandingan tersebut merupakan laga putaran pertama kompetisi Liga Indonesia. Saat itu, banyak harapan pertandingan putaran kedua juga bisa dihadiri suporter tamu. Nyatanya, Bonek tak diberi kuota di putaran kedua.
Bahkan sejumlah Bonek yang nekat berangkat mendapat sweeping dan pencekalan entah oleh siapa yang mengkoordinir sweeping itu. Begitulah sampai tahun-tahun berikutnya terjadi hal serupa, sehingga memperpanjang usia rivalitas Bonek dan Aremania.
Praktis, semifinal Piala Gubernur Jatim yang berlangsung Senin (17/2/20) nanti adalah kesempatan bagi Panpel Arema untuk membersihkan noda. Apalagi, sebelum turnamen ini berlangsung, konon semua perwakilan suporter tim peserta sudah dikumpulkan untuk menandatangani deklarasi damai di Gedung Negara Grahadi, Jalan Gubernur Suryo Surabaya.
Seremonial tersebut hanya akan jadi omong kosong jika semifinal nanti tidak dihadiri oleh suporter semua tim yang bertanding. Maka, sekali lagi ini adalah momentum paling tepat bagi Panpel Arema untuk membayar utang sejarah. Apa susahnya memberikan kuota. Jika takut tiket tak terbayar, Bonek pasti siap bayar di muka.
Jangan sampai utang tersebut terus berbunga. Bisa jadi bunga itu akan terus memakan korban, harta benda bahkan nyawa. Jangan sampai pula pihak yang memberi utang terpaksa menagih paksa dengan cara mereka sendiri. (*)
*) Muhammad Choirul Anwar, lahir di Surabaya, alumni Universitas Brawijaya Malang, pernah bekerja di Malang Post, Malangtimes.com, dan Malangvoice.com.