Green Force akhirnya menelan kekalahan perdana di Liga 1 2020 ini. Tak tanggung-tanggung kekalahan ini diderita di depan publik sendiri, di stadion Gelora Bung Tomo kandang sang Bajol Ijo. Sebenarnya dari sisi pertandingan, match kali ini sangat menarik terbukti dari 7 gol yang tercipta sepanjang pertandiangan, ditambah drama gagal pinalti oleh Davi da Silva.
Dari kacamata Bonek, termasuk saya, hasil ini tentu saja mengecewakan. Memiliki waktu recovery dan persiapan yang lebih panjang dari Persipura (efek ditundanya laga melawan Persija), Persebaya justru bermain canggung dengan banyak sekali melakukan kesalahan-kesalahan hampir di semua lini. Kini, alih-alih mendapatkan hasil yang lebih baik dari liga 1 sebelumnya, Persebaya hanya berhasil mendapatkan poin 1 dari 2 kali laga home. Permainan tim pun juga tidak semengkilap ketika menjadi juara di turnamen Piala Gubernur Jatim yang lalu.
Catatan ini tentu saja mengingatkan kembali tentang perjalanan di awal musim lalu. Ini juga sempat saya singgung di tulisan saya sebelumnya (Baca: Seberapa Penting Piala Gubernur Jatim Buat Persebaya?).
Banyak sekali paido yang lalu lalang di media sosial. Yang terbanyak, tentu saja tertuju kepada sang penjaga gawang, Rivky Dython Mokodompit. Banyak dinilai salah antisipasi, kurang berani maju menutup, sampai dengan lambannya pergerakan. Namun tidak dengan catatan paido saya. Kesalahan Rivky masih dalam tahap wajar jika dibandingkan dengan beberapa kesalaham fundamental dari Miswar, atau bahkan dari Dimas Galih. Ada hal-hal yang jauh lebih essensial yang berujung pada kekalahan tim penggugah Emosi Jiwaku ini. Tentu saja catatan saya ini bersifat subjective.
Pertama, lini belakang yang diobok-obok oleh kecepatan lawan. Saya melihat taktik coach Aji kali ini cukup aneh. Kuartet lini belakang terlihat beda dari laga awal melawan Persik. Padahal pada saat itu, bermain tidak terlalu buruk-buruk amat. Bahkan lini pertahanan selalu tampil dengan pemain yang berbeda-beda kalau kita amati dari Piala Gubernur Jatim yang lalu. Khusus untuk laga melawan Persipura, lini ini terlihat kedodoran sekali menghadapi kecepatan pemain-pemain Papua. Ini saya nilai sebagai kesalahan dalam memasang komposisi pemain, para defender di pertahanan. Tapi, lagi-lagi anehnya, coach Aji tidak melakukan perbaikan (pergantian) pemain di lini vital ini.
Kedua, macetnya lini tengah. Ini sebenarnya bukan hanya macet ketika membangun serangan, tetapi juga gagal ketika menjadi tembok penghalang serangan awal tim lawan sebelum masuk ke lini pertahanan. Aryn Williams terlihat sangat keteteran dan seperti bermain tanpa partner. Sementara sang adalan, Makan Konate terlalu sibuk ditempel ketat oleh lawan. Menjadikan kreatifitas di lini ini menjadi kurang, pun dengan aggresivitas. Ini mulai terlihat membaik semenjak Rendi Irwan masuk.
Ketiga, Persebaya seperti kesulitan mengulangi permainan pendek rapat yang diterapkan di Piala Gubernur Jatim. Ini sudah terjadi semenjak laga awal melawan Persik. Fakta bahwa lawan bermain bertahan dengan pressure ketat sangat menyulitkan Bajol Ijo yang jadi cukup sering melakukan bola bola direct. Tentu saja ini bukan bola-bola kesukaan sang striker Davi da Silva, yang lebih moncer dengan bola-bola ruangan, mengandalkan aksi individu ditambah speed yang mumpuni. Ini terlihat jarang sekali terjadi. Persebaya pun juga seperti bermain dengan ruang yang cukup lebar di lini ini, membuat pemain sering kali kesulitan kalau sudah ditempel lawan, karena bala bantuan dari pemain lain terlihat memiliki jarak.
Keempat, spekulasi pribadi saya tentang posisi Mahmoud Eid. Terkadang saya menilai sang pemain ini lebih cocok bermain di tengah sebagai striker, tapi tentu saja posisi ini tabrakan dengan posisi Davi da Silva di komposisi formasi 4-3-3 yang biasa diusung coach Aji. Mahmoud bermain baik di pertandingan ini, namun menjadi kurang maksimal karena mejennya pemain-pemain lain. Pun demikian dengan permainan tim.
Kelima, terbacanya style permainan Green Force. Ini sudah terjadi dari pertandingan melawan Persik, di mana sektor sayap Persebaya diminimalisir oleh tamu. Pun melawan Persipura, bahkan ditambah dikuncinya lini tengah, sehingga serangan arek-arek menemui jalan buntu, sebelum perparah oleh serangan balik lawan yang cepat dan mematikan.
Dari lima poin catatan saya, strategy coach Aji menjadi dasar dari paido-paido saya di atas. Saya menilai permainan yang disuguhkan di Piala Gubernur Jatim lalu tidak berusaha dikembangkan, tapi justru menjadi semacam default. Ini tentu saja sangat berbahaya karena tim-tim lawan pastinya bukan hanya sudah mengintip, tapi juga sudah menganalisa dan berusaha untuk mencari anti-thesis. Selalu dimatikannya Makan Konate, sektor sayap, juga lubang di lini belakang yang di-explore melalui direct ball dan speed adalah bukti kalau lawan mempersiapkan strategy dari permainan Persebaya di Piala Gubernur Jatim lalu, dimana poin-poin ini jarang terjadi di turnamen itu. Kesalahan Rivky nyaris tidak masuk dalam catatan saya, simply karena prinsip, kalau kita kebobolan 4 tapi mencetak gol 5, tetap pulang dengan poin 3.
Kini Liga 1 sudah di-suspend karena wabah Covid-19. Tidak ada hal positif yang saya lihat karena kesehatan di atas dari apapun saat ini. Namun, jika nanti Liga 1 kembali digulirkan (amin!) Persebaya saya harapkan akan bermain berbeda, menerapkan style yang berbeda, bahkan kalau perlu formasi yang berbeda. Jika tidak, bukan tidak mungkin ini akan berujung dengan memiliki pelatih yang berbeda di tengah jalan.
Salam Satu Nyali, Wani!