Bahagia, sedih, senang, luka tidak bisa dihindari dari ranah kehidupan manusia pada umumnya. Setiap individu pasti mempunyai perspektif yang berbeda-beda. Entah itu kebahagiaan yang terlahir dari diri sendiri maupun terorganisir dari orang lain.
Begitu juga dengan saya, semenjak melihat olahraga yang bernama sepak bola. Entah, raga ini begitu melekat untuk mengenal lebih dalam tentang sepak bola. Terlahir dari pelosok kampung, yang jauh dari segala sarana lingkungan yang unggul, sebisa mungkin saya ingin melihat permainan sepak bola dari segi manapun. Dan menjelang usia remaja, saya mengenal sepak bola ada di kancah nasional.
Dan dari sini saya agak sedikit berpikir aneh, mengapa klub asal daerah saya tidak ikut berlaga di kancah nasional. Dari situ saya berpikir, “Oh iya, kotaku kota kecil dan belum begitu terkenal. Hanya bisa melihat sepak bola di layar TV di mana klub-klub luar kota yang hanya bisa saya nikmati permainannya tanpa mengenal rivalitas”.
Dan semenjak saat itu, entah kenapa hati ini melekat kepada klub bernama Persebaya. Bukan dari klubnya yang bikin saya mengenal Persebaya, tapi suporternya yaitu Bonek. Di kala banyak berita yang menyebut Bonek sebagai biang kerok kerusuhan atau media yang sering mencitrakan bahwa Bonek itu bukan suporter melainkan perusuh.
Justru karena citra Bonek itulah, saya akhirnya tertarik ikut serta berada di pihaknya. Karena di sisi lain, Bonek punya persaingan dengan rival soal kebesaran namanya (begitulah mindset saya tentang integritas Bonek).
Dan sekarang pikiran negatif itu saya buang sejauh-jauhnya. Saya mencintai Persebaya dari hati bukan paksaan yang seakan-akan hanya menumpang nama tenar. Sekarang Persebaya melebihi harga diri, karena menurut pola pikir saya, Persebaya tim yang mempunyai filosofi panjang. Wajarlah bila banyak pihak yang mencintai Persebaya meski bukan dari orang Surabaya. Itu realita.
Sejatinya, Persebaya merupakan kepanjangan dari Persatuan Sepak Bola Surabaya. Tapi melihat antusiasme sekarang, penggemarnya merambat ke seluruh penjuru tanah air. Saya pribadi mengamati banyak kawan Bonek yang bukan dari Surabaya. Padahal nama Bonek dan Persebaya adalah citra nama Surabaya itu sendiri.
Dan dari sini tidak bisa dipungkiri bila saya mencintai Persebaya. Karena bagi saya, Persebaya bukan hanya kebanggaan warga Surabaya, tapi telah menjadi ikon rakyat Jawa Timur. Meskipun sampai sekarang nama Bonek dianggap masih arogan, saya berargumen mereka tetap melakukan hal yang positif, mulai dari komunitas, independen, dan jajaran pihak Persebaya yang berguna untuk masyarakat ke arah yang lebih positif.
Sekarang berpikir dewasa, bahwa kita mencintai harus seutuhnya guna bisa bermanfaat untuk diri kita sendiri maupun orang lain. Dan dari sinilah saya bisa belajar arti kesetiaan, apa itu sakit hati jika klub mengalami kekalahan. Jika menang, itulah arti sesungguhnya kebahagiaan sejati. Inilah saya, sepak bola, dan Persebaya. (*)
*) Tulisan ini adalah salah satu tulisan yang diikutkan dalam “EJ Sharing Writer Contest” edisi Mei 2020. Dengan tema Persebaya dan Harapan Masyarakat, kontes dibuka hingga 31 Mei 2020. Kirim tulisanmu ke email: [email protected].