Takdir Terindah Tuhan Itu Bernama “Persebaya”

Foto: Rizka Perdana Putra/EJ
Iklan

Banyak yang mencintai Persebaya dari berbagai kalangan dengan lika-liku cara yang mereka gunakan. Mulai dari menyaksikan pertandingan-pertandingan Persebaya dari siaran layar kaca atau radio, hingga terus hadir di setiap pertandingan.

Dari situ muncul banyak fenomena yang salah satunya sering kita sebut loyalitas. Namun tidak semua kalangan bisa melakukan hal itu. Ada yang modal nekat dengan meninggalkan sejenak kesibukan (sekolah/kuliah /bekerja) sampai yang harus mengeluarkan modal dengan menggadaikan barang atau menjualnya agar bisa hadir memberikan dukungan langsung dari belakang pagar tribun stadion.

Kita pun tahu jika mereka bukan hanya hadir dari Kota Surabaya melainkan dari berbagai daerah di seluruh penjuru Indonesia bahkan dunia. Tidak menutup kemungkinan mereka yang hadir hanya untuk memberikan dukungan kepada Persebaya. Banyak dari kalangan pedagang yang datang langsung dari Surabaya untuk menjajakan dagangannya di luar kota atau luar pulau.

Sekali lagi saya tekankan Persebaya adalah takdir terindah Tuhan yang tidak bisa dinilai dari satu aspek. Banyak dari kalangan lain yang merasa sangat diuntungkan dengan hadirnya Persebaya. Cinta dan dedikasi Bonek sangat teruji saat Persebaya mendapat hasil kurang bagus di pertandingan. Tetap pada jalurnya yang sangat khas Suroboyoan.

Iklan
BACA:  Ku Mau Kau (Persebaya) Seperti Mauku

Bonek berusaha mengembalikan Persebaya yang mungkin dirasa mulai kelewatan dengan cara apapun. Tujuannya agar Persebaya sadar bahwa Bonek ingin menunjukkan bagaimana rasa cintanya. Meskipun kadang caranya dipandang berlebihan dan menjurus ke tindakan anarki. Mengapa?

Mari kita flashback. Mengembalikan ruh Persebaya pada masa perjuangan Bonek beberapa tahun lalu bukan hal mudah. Kami harus berhadapan dengan lawan yang bisa di katakan tidak mungkin harus menjadi lawan kami. Banyak sekali tragedi yang terjadi saat kami berusaha mengembalikan ruh Persebaya. Mulai dari pertentangan sesama Bonek sampai federasi sepak bola yang bobrok. Tapi dengan jerih payah dan pastinya izin Tuhan Yang Maha Kuasa, Bonek bisa mewujudkan perjuangan panjang itu dengan hasil luar biasa. Prestasi klub terus meningkat hingga terbungkamnya mulut mereka yang dulu menertawakan aksi kami bersorak di bawah panas terik Stadion Tugu, Jakarta Utara. Dan tak lupa sujud syukur kami saat Persebaya diumumkan dapat kembali berlaga dengan mengantongi lisensi klub profesional yang disahkan Pengadilan Negeri.

BACA:  Fetisme Komoditas dalam Sepak Bola

Oleh karenanya, mari kita jaga takdir terindah dari Tuhan ini sebaik-baiknya. Persebaya adalah anugerah yang tidak bisa dinilai dengan nominal rupiah. Menjelang bertambahnya usia Persebaya, harapan kami masih sama. Jangan bosan menjadi kebanggaan Bonek dan khususnya Kota Surabaya. Semoga cinta ini tidak pernah luluh oleh tragedi ciptaan “elit global” dan mari bersama saling menguatkan.

Salam Satu Nyali, WANI! (*)

*) Tulisan ini adalah salah satu tulisan yang diikutkan dalam “EJ Sharing Writer Contest” edisi Mei 2020. Dengan tema Persebaya dan Harapan Masyarakat, kontes dibuka hingga 31 Mei 2020. Kirim tulisanmu ke email: [email protected].

Komentar Artikel

Iklan

No posts to display