Tidak terasa sudah memasuki bulan Juni. Persebaya akan bertambah usia menjadi 93 tahun. Sudah banyak kisah suka duka yang dijalani oleh tim terbesar Jawa Timur ini. Ditengah kondisi pandemi seperti ini, Persebaya tidak bisa berlatih dan bertanding. Para penggemar sudah mulai kangen karena kehilangan hiburan.
Tetapi, ada baiknya jika kita memikirkan satu hal lain. Sebagai seorang penggemar, saya mencoba untuk memahami arti ulang tahun Persebaya ditengah berhentinya kompetisi ini sebagai media merenung: tentang generasi Bonek 2.0 yang mencakup evaluasi dan perbaikan dari sebelumnya.
Kritik ala Suporter Modern
Seorang penggemar tidak akan pernah lepas dari klubnya. Termasuk soal urusan kritik dan masukan. Kritik yang diberikan sudah seharusnya rasional dan masuk akal. Bukan hanya sekedar tuntutan tanpa dipikirkan secara matang. Ambil contoh, beberapa waktu lalu saat ulang tahun ke-91 Persebaya, muncul slogan “91LA store, lupa skor” yang ditujukan sebagai kritik atas peforma kurang impresif tim Bajul Ijo.
Sebenarnya itu hal yang wajar. Karena pada dasarnya saya selalu percaya, kritik apapun dari suporter maksudnya pasti baik. Hanya, caranya harus melihat situasi dan kondisi agar tetap sasaran.
Disinilah sisi rasional diperlukan. Jika kita melihat, saat itu Persebaya baru promosi setelah sebelumnya merangkak dari Liga 2. Perekrutan pemain dipilih secara efisien, bukan melihat dari status bintangnya. Pun dengan pemain asing yang ketika itu slotnya tidak dimaksimalkan. Jangan lupa, ambisi terlampau tinggi bisa membuat kita kecewa. Karena kita seharusnya tahu bahwa beban keuangan Persebaya saat itu masih proses berjalan agar bisa stabil dikemudian hari. Dan salah satu kekuatan utama adalah sektor bisnis. Apalagi Persebaya adalah sebuah perusahaan, tentu punya struktur organisasi dengan alokasi budgeting yang sudah dipikirkan sebelumnya.
Dan, kita sekarang tahu hasilnya. Skuad Persebaya terus mengalami kemajuan. Pada musim 2019, komposisi pemain diperbaiki menjadi lebih baik. Bahkan juga berhasil menembus final turnamen Piala Presiden 2019 dengan permainan menawan. Musim 2020 ini banyak bintang dan pemain potensial lainnya yang bergabung.
Contoh lain, ketika Persebaya harus menelan kekalahan saat tandang ke Malang musim 2019 lalu. Banyaknya suporter yang menggeruduk kantor Persebaya dan situasi di media sosial tentang pembahasan manajer saat itu menjadi perdebatan panjang. Salah satu poinnya adalah manajer (yang pernah memakai atribut tim lawan) sebagai kambing hitam hanya dari satu kekalahan saja. Padahal ketika tampil spektakuler sampai final Piala Presiden 2019, tak ada kritikan semacam ini. Sehingga kritik itu sebenarnya kurang relevan. Akan jauh lebih baik jika kita menggali lebih dalam lagi, misalnya bagaimana seharusnya manajer sebagai pemimpin tim agar mampu memotivasi skuadnya demi meraih hasil maksimal.
Harapannya dengan konsep G3NERASI BONEK 2.0 ini, kritik yang hadir dikemudian hari adalah buah pemikiran yang rasional dan bisa diterima akal sehat, bahkan jika sifatnya memaksa sekalipun. Kritik tanpa solusi memang boleh, meski lebih baik dengan solusi. Namun catatan terpenting tetap terletak pada inti dari kritik itu sendiri.
Saya selalu yakin jika kritik dari Bonek tujuan utamanya pasti baik untuk Persebaya. Hanya, kita perlu menyesuaikan kembali sesuai situasi dan kondisi agar bisa diterima dan berjalan dengan baik. Soal kesempatan atau wadah, ada banyak cara untuk menyampaikan. Salah satunya menggunakan fasilitas yang disediakan secara gratis oleh EJ seperti EJ Sharing.
Ya Ngerti Bola, Ya Ngerti Regulasi
Selama ini ada ungkapan legend dan terkenal di lingkaran sepak bola Indonesia. “Salah satu masalah di suporter adalah mereka tahu tentang sepak bola, tapi tidak dengan aturannya.” Memang masuk akal. Toh selama ini untuk menonton sepak bola kita tidak perlu ribet. Hanya perlu beli tiket dan duduk manis menyaksikan pemain di lapangan berebut bola dan mencetak gol. Sangat simpel.
Namun kini sepak bola Indonesia sudah mulai memasuki era modern, dimana para penggemarnya juga perlu keluar dari zona nyaman untuk mempelajari hal baru. Salah satu contohnya soal regulasi pelanggaran. Beberapa musim belakangan ini, denda Persebaya terus melonjak naik akibat pelanggaran demi pelanggaran dari penggemarnya. Bahkan musim lalu sampai tidak boleh menonton pertandingan.
Ada kejadian menarik ketika hasil sidang sanksi Komdis PSSI diterbitkan beberapa waktu lalu. Dua tim dengan pelanggaran suporter yang sama: Penyalaan suar. Namun nominal denda yang dijatuhkan berbeda. Wah, pikiran ketika itu sudah kemana-mana. Ada yang protes mengapa Persebaya selalu “diperas”, padahal jenis pelanggarannya sama. Ada juga yang menduga klub lain diberi kelonggaran, dan lain sebagainya.
Itu bisa terjadi karena yang belum dilakukan oleh penggemar adalah memahami regulasi. Apa saja yang tidak boleh dinyalakan saat pertandingan, berapa nominal dendanya dan bagaimana jika pelanggaran tersebut dilakukan secara berulang. Memahami hal ini cukup penting karena kita bisa turut mengawasi jalannya kompetisi. Dampak positif lain, kita bisa memberikan kritik membangun kepada operator Liga dan tentu saja edukasi kepada sesama penggemar agar tidak merugikan Persebaya.
Lebih jauh, ada regulasi soal permainan sepak bola. Misalnya kondisi seperti apa jika offside, berapa batas waktu kiper memegang bola, jenis pelanggaran, hingga aturan lainnya. Selain menambah wawasan, kita turut ikut berkontribusi dalam mengawasi pertandingan agar tidak ada lagi kekhawatiran tentang keputusan wasit kepada tim kebanggaan.
Syukurlah untuk bagian ini saya sudah sedikit-sedikit mencoba menjabarkan melalui media sosial. Harapannya dengan semakin gencar edukasi sepak bola, para penggemar di Indonesia menjadi sosok yang lebih dewasa dan kritis terhadap segala hal. Terutama untuk Bonek sendiri.
Mewujudkan Rivalitas Modern
Cap negatif dan dipandang sebelah mata. Itulah salah satu hal yang pernah saya dapatkan saat meminta komentar dari teman soal Bonek pada era sebelumnya. Pada saat itu, gesekan antar suporter memang masih kerap terjadi. Namun hal itu perlahan sukses diperbaiki, juga dalam momen ketika kangen Persebaya bertanding.
Ketika Persebaya sempat vakum, para suporter punya waktu untuk merenungkan apa saja kekurangan dan hal yang perlu diperbaiki. Perlahan edukasi diberikan dengan lingkaran yang besar. Hasilnya cukup terlihat. Saat kompetisi 2017, Bonek memang masih kesulitan untuk menonton Persebaya di beberapa daerah. Namun away Madiun menjadi titik balik, bahwa perubahan lebih baik dari Bonek adalah hal nyata, bukan omong kosong.
Setelah itu kita tahu, Bonek bisa menonton Persebaya saat away. Bahkan salah satu YouTuber Specials ID35 dalam salah satu vlognya ketika away pernah bertanya kepada para pedagang sekitar stadion bagaimana perasaan ketika Bonek datang. Dan ternyata tidak ada masalah, bahkan sudah tidak ada lagi perasaan takut berjualan seperti masa lalu.
Bonek juga pernah disorot media berkat aksi kemanusiaan seperti melempar boneka sebagai bentuk solidaritas kepada penderita kanker, membangun panti asuhan, dan penggalangan dana serta terjun langsung membantu terdampak bencana alam. Hal positif ini harus terus dipertahankan dan diperbanyak, meski kita harus paham bahwa tujuan utamanya bukan supaya nama Bonek diberitakan baik, namun memang datang dari lubuk hati paling dalam.
Selanjutnya, hal-hal positif ini bisa terus dikembangkan untuk mencapai yang lebih jauh: Rivalitas Modern. Tentang bagaimana kita bisa menjalani rivalitas dengan suporter tim lain tanpa melakukan aksi kekerasan. Pure soal kedewasaan dan persaudaraan. Setidaknya yang mulai terasa saat ini adalah rivalitas Persebaya dengan Persija. Sempat akan dipertemukan di Bantul tahun 2018, namun harus gagal karena ada sedikit gesekan sebelum laga. Memang ada risiko, apalagi sudah lama tidak bertemu dan venue pertandingan berada di luar kota kedua kesebelasan.
Tetapi di musim berikutnya, tepatnya 2019, kedua suporter mulai menunjukkan progress tentang rivalitas modern. Salah satunya melalui psywar yang diberikan full selama pertandingan kepada tim lawan. Ketika hasil laga di GBT musim lalu berakhir imbang 1-1, ada kekhawatiran tentang kekecewaan suporter. Namun hal itu tidak terbukti, bahkan beredar video Bonek yang pulang dibelakang rombongan skuad Persija dengan tertib. Tidak ada teror berarti. Begitu juga ketika Persebaya menang di Jakarta. Tidak ada teror berlebihan dari tim lawan diluar pertandingan. Dan ini merupakan sebuah kemajuan positif untuk mencapai rivalitas modern yang sepenuhnya dikemudian hari. Semoga terus ada progress positif kedepannya.
Terbuka dengan Kritik dan Diskusi
Satu hal lain yang selama ini kerap terjadi terutama di media sosial adalah kritik dari masyarakat. Contohnya beberapa kali saya menjumpai warganet mengeluhkan oknum suporter yang masih ugal-ugalan saat berkendara dalam Persebaya Day. Hal yang masuk akal. Memang benar, ada progress positif dalam kampanye WANI TERTIB yang selama ini digaungkan demi keamanan dan kenyamanan selama perjalanan Persebaya Day. Namun harus diakui bahwa hal itu belum mencakup semuanya, sebab kita yang berangkat dan pulang saat menonton di stadion pasti pernah menjumpai hal seperti itu (ugal-ugalan dan belum WANI TERTIB). Entah belum pakai helm, menerobos lampu merah, dan pelanggaran lalu lintas lainnya.
Disinilah proses menerima kritik dan memberatkan diskusi harus dioptimalkan pada BONEK 2.0 kedepan. Selama kritik dari masyarakat tersebut bukan fitnah dan mengada-ngada, maka kita tak harus bereaksi dengan emosi dan menghujat balik, namun menerima dengan tangan terbuka dan diskusi ringan agar kedua pihak bisa win-win solution. Karena elemen kritik dari orang luar inilah salah satu hal yang bisa membuat Bonek berkembang dan berproses lebih baik lagi.
Dan lebih lanjut, mari kita mulai mengingatkan mereka yang masih melanggar. Mulai dari hal kecil seperti saat lampu merah “Ojo mlaku sek rek, sing teko kono sek ijo. Bahaya” dan sejenisnya. Karena kalau bukan dimulai dari kita sendiri yang juga bagian dari mereka, siapa lagi dong yang mengingatkan?
Tingkatkan Literasi dan Wawasan
Ini yang penting dan tidak boleh terlupa. Generasi BONEK 2.0 harus semangat dan senang dalam menggali literasi dan wawasan. Hal itu sedikit-banyak akan berpengaruh dalam pola pikir dan perilaku menjadi lebih dewasa. Ada banyak sekali sumber literasi yang tersedia, dengan banyaknya buku yang membahas soal Persebaya ataupun Bonek itu sendiri.
Tidak hanya dari buku, era digital sekarang banyak sekali akun literasi dan wawasan di media sosial. Seperti Pengamat Sejarah Persebaya dan Bonek Boys yang konsisten mengulas konten lawas Persebaya. Dari sektor website, ada Emosi Jiwaku yang selama ini sudah eksis dalam menyediakan konten. Juga ada web Sejarah Persebaya yang digawangi teman-teman dari Bonek Writer Forum (BWF). Gratis, rek! Dan itu sangat berharga untuk kita semua dalam mewujudkan 93NERASI BONEK 2.0 ini.
Itulah beberapa hal yang menurut saya perlu di-edukasi-kan soal 93NERASI BONEK 2.0 ini. Tujuan semuanya sama, yakni memperkuat, melestarikan dan memperbaiki kembali apa yang sudah ada saat ini agar Persebaya dan Bonek yang semakin tua juga semakin lebih baik dari sebelumnya. Sebab, Persebaya dan Bonek adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Semoga keduanya selalu berjalan seiringan dengan baik. Aamiin…
Salam Satu Nyali, WANI!
*) Tulisan ini adalah salah satu tulisan yang diikutkan dalam “EJ Sharing Writer Contest” edisi Juni 2020. Dengan tema Arti Ultah 93 Persebaya Bagimu, kontes dibuka hingga 30 Juni 2020. Kirim tulisanmu ke email: [email protected].