“Heh, kalo lu bener-bener anak orang kaya, minte beliin mubil dong ame babe lu!”
Quotes jenaka dalam film Warkop DKI, Gengsi Dong! Sebuah film yang menggambarkan bagaimana sosok Slamet yang diperankan Dono, mendapatkan celotehan yang terkesan meremehkan dari Sarwani yang diperankan Kasino.
Film itu cukup menggelitik, dirilis pada tahun 1980, semua dialog dan celoteh dalam film tersebut masih sangat relevan hingga kini.
Tidak terkecuali dalam memaknai 93 tahun Persebaya Surabaya, klub besar, kaya dan punya tradisi juara. Nampak masih sulit untuk mengulang sejarah untuk kembali menjadi juara Liga 1.
Persebaya secara prestasi masih tertinggal dari tim ibu kota, Persija Jakarta dalam beberapa musim terakhir, Macan Kemayoran yang merupakan rival abadi, bahkan sudah menjadi juara Liga 1 pada tahun 2018.
Lalu, apakah menjadi juara Liga sudah cukup bagi klub sebesar Persebaya?
Bertepatan dengan ulang tahun ke-93 Persebaya, Richard Jolly, merilis sebuah artikel di The Strait Times, yang isinya cukup menggeltik.
Ia menulis, adanya Wabah Corona ini menunjukkan bahwa klub-klub besar Liga Inggris tidak memiliki stabilitas dan kontinuitas baik dari segi keuangan atau prestasi.
Tidak ada lagi dominasi ataupun kemapanan dalam sebuah tim besar Liga Inggris, buktinya, mari melihat di mana posisi Leicester City sekarang, sukses mengakali tim-tim besar lainnnya di klasemen. Padahal, The Foxes adalah tim langganan degradasi 7 tahun yang lalu.
Dua hal yang disorot oleh Richard Jolly, adalah hal yang harus dipenuhi Persebaya di usia 93 tahun ini: Stabilitas dan Kontinuitas.
Persebaya tidak boleh menjadi tim yang juara, kemudian terdegradasi satu musim setelahnya. Persebaya harus menjadi tim yang stabil di papan atas nan solid
Gelar juara bisa dengan mudah diraih Persebaya dalam waktu dekat, bukan hal yang mustahil dan sangat mungkin diraih. Tetapi, yang paling penting, adalah bagaimana Persebaya menyiapkan semuanya seperti tim papan atas Eropa.
Kita tidak bisa lagi hanya meniru kebijakan tim-tim lokal Indonesia, Persebaya harus punya landasan yang lebih kuat, akademi yang berjenjang, lapangan latihan yang layak, dan sudah tidak ada lagi masalah ‘Persebaya tidak bisa menggelar laga di Surabaya’. Hal yang tabu bagi klub sebesar Persebaya.
Gengsi dong, bagi klub sebesar Persebaya hanya menempati 3 besar, harus melakoni laga di luar Surabaya, atau bahkan terjebak hal-hal kontroversial yang berpengaruh buruk.
Di sinilah peran Bonek yang harus sejalan dengan ambisi Persebaya, Bonek adalah bagian yang sama besarnya dengan para pemain bagi Persebaya. Bonek juga menentukan gengsi Persebaya di Indonesia, karena cerminan klub tidak lepas dari sang suporter.
Maka, Bonek harus menyingkirkan permusuhan antar suporter, atau bahkan melakukan hal yang merugikan bagi klub, karena ini menyangkut gengsi klub, identitas dan nama baik Persebaya.
Persebaya tidak boleh lagi dicap klub ‘ndeso’ oleh kontestan, lainnya, Persebaya adalah wakil dari sebuah kota besar, metropolis nan megah di Indonesia. Maka sepatutnya, identitas Persebaya harus dijaga.
Tetapi, jika pada akhirnya Persebaya terus disindir sebagai tim yang ‘ndeso’ dengan banyaknya perubahan positif yang kini sedang terjadi, maka jawaban dari Kasino dalam film Gengsi dong! akan menutup tulisan ini.
Orang kaya kelakuannya memang begitu, kayak uang bapaknya halal saja.